batampos – Tim Penyidik Bea Cukai (BC) Batam terus menelusuri kepemilikan minuman beralkohol (mikol) ilegal senilai Rp 6,9 miliar yang diamankan di Pelabuhan Petikemas Batuampar, Kamis (1/2) lalu. Ada indikasi mikol yang diselundupkan menggunakan kontainer ini milik salah satu pengusaha tempat hiburan malam di Batam.
”Saat ini lagi proses penyidikan, biarkan penyidik bekerja dulu, biar bukti kuat dan enggak bias,” ujar Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi Bea dan Cukai Batam, Rizki Baidilah, kepada Batam Pos, Sabtu (3/2).
Rizki menyebutkan sudah ada beberapa saksi yang dimintai keterangan. Namun, ia belum mengetahui secara rinci sudah berapa saksi yang diperiksa, sebab hal tersebut sudah masuk dalam materi penyidikan.
”Di luar sudah ramai dan banyak spekulasi, khawatir bukti-bukti sudah banyak yang dihilangkan,” kata dia.
Namun ia menegaskan, BC berkomitmen mengejar pemilik mikol tersebut. Maka, pihaknya benar-benar serius menangani persoalan ini.
”Selagi bukti ada dan kuat, bukan pakai asumsi,” kata dia.
Rizki memastikan mikol tersebut berasal sari Singapura dengan tujuan Batam.
Untuk mengelabui petugas, barang tanpa dokumen tersebut dimuat di dalam kontainer dan masuk ke Batam melalui Pelabuhan Batuampar.
”Mikolnya dari Singapura, dimuat ke dalam kontainer,” ujar Rizki.
Mikol senilai Rp 6,9 miliar atau 30.864 botol atau 10.057,8 liter. Mikol ini terdiri 2 golongan, yakni golongan C sebanyak 6.504 botol (3.358,8 liter) dan golongan A sebanyak 24.360 botol (6.699 liter).
”Setelah pemeriksaan selesai, akan kami sampaikan detailnya,” ujarnya.
Diketahui, Pelabuhan Batuampar salah satu lokasi yang kerap dijadikan masuknya barang ilegal dari negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Modusnya dengan memuat barang ilegal ke dalam kontainer.
Barang yang kerap dimuat ke dalam kontainer yakni barang bekas, balpres, furnitur, mikol, hingga motor gede (moge).
Terkait banyaknya barang selundupan melalui kontainer ini, Rizki mengaku petugas Bea Cukai Batam tidak bisa melakukan pemeriksaan barang masuk ke wilayah free trade zone (FTZ) Batam secara langsung.
Hal ini diatur dalam pasal 39 tentang Pemeriksaan Pabean sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
”Semuanya dikenakan jalur hijau. Dengan kata lain, kita tidak bisa melakukan pemeriksaan secara fisik dan dokumen,” terang Rizki.
Dalam pasal tersebut disebutkan pada ayat 1, pemeriksaan pabean dilakukan terhadap barang yang akan dimasukkan ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) dari luar Daerah Pabean, KPBPB lainnya, Tempat Penimbunan Berikat, atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Atau, dikeluarkan dari KPBPB ke luar Daerah Pabean, KPBPB lainnya, Tempat Penimbunan Berikat, KEK, atau tempat lain dalam Daerah Pabean.
Kemudian, petugas dapat melakukan penelitian dokumen secara selektif berdasarkan manajemen risiko. Tertuang dalam ayat 2, yaitu terhadap barang pemasukan disebutkan pemeriksaan barang ke KPBPB dari tempat lain dalam Daerah Pabean atau Barang Konsumsi untuk kebutuhan Penduduk dari luar Daerah Pabean.
”Kami itu mengacu ke aturan yang ada. Jadi, kami ada mekanisme pemeriksaan. Kecuali ada informasi atau kena pemeriksaan acak,” kata Rizki.
Dengan aturan dan kebijakan tersebut, kata Rizki, petugas BC Batam hanya bisa melakukan pemeriksaan pada saat keluar Batam dengan tujuan daerah lain di Indonesia.
”Biasanya kami melakukan penelusuran berdasarkan pengembangan dan penindakan dari instansi lainnya,” tutupnya.
Sebelumnya, Bea Cukai (BC) Batam berhasil menegah kontainer berisi puluhan ribu botol mikol di Pelabuhan Batuampar, Kamis (1/2). Barang senilai Rp 6,9 miliar ini masuk ke Batam tanpa dilengkapi dokumen. (*)
Reporter : Azis Maulana