
yang digelar pada Senin (21/4). F.Azis Maulana
batampos – Kasus peredaran narkoba yang melibatkan 12 mantan anggota Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Barelang memasuki babak baru. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Batam, fakta mengejutkan terungkap lewat keterangan saksi ahli digital forensik dari kepolisian.
Anggota Polri yang menjabat sebagai Ps Panit Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Kepri, Muhammad Ariyono Wibowo dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan tersebut.
Dalam kesaksiannya, Ariyono membeberkan hasil analisis digital forensik yang menunjukkan komunikasi intens para terdakwa dengan seorang bandar narkoba berinisial Azis, yang diketahui beroperasi di kawasan Simpang DAM, Muka Kuning.
“Dari hasil pemeriksaan digital, kami berhasil mengidentifikasi komunikasi via WhatsApp yang dilakukan antara nomor-nomor milik Junaidi, Rambe, Wan Rahmat, Fadilah, dan Azis,” ungkap Ariyono di hadapan majelis hakim, Senin (21/2).
Komunikasi itu, menurutnya, berlangsung pada rentang waktu 17 hingga 27 Juni 2024. Tak tanggung-tanggung, ratusan pesan dan sambungan telepon terdeteksi terjadi dalam periode tersebut.
“Tercatat ada 25 kali sambungan telepon antara terdakwa Junaidi dengan Azis. Sementara terdakwa Rambe bahkan terlibat komunikasi sebanyak 70 kali,” jelas Ariyono.
Seluruh data tersebut diperoleh dari penyitaan perangkat gawai para terdakwa yang telah dianalisis menggunakan metode digital forensik oleh Ditresnarkoba Polda Kepri.
Dari sana, penyidik menemukan pola komunikasi yang mengarah pada dugaan transaksi narkotika jenis sabu yang dijual kepada Azis secara bertahap.
Meskipun begitu, Ariyono menegaskan bahwa digital forensik hanya mampu menangkap data berupa percakapan teks dan catatan sambungan telepon, bukan rekaman suara.
“Kami tidak memiliki rekaman pembicaraan. Namun isi pesan dan frekuensi komunikasi sudah cukup menggambarkan adanya hubungan erat terkait dugaan tindak pidana narkotika,” ujarnya.
Di sisi lain, tim penasehat hukum (PH) terdakwa mencoba menggali lebih lanjut validitas temuan tersebut. Mereka mempertanyakan apakah percakapan itu bisa diartikan sebagai bentuk persekongkolan jahat antara para terdakwa dengan Azis dalam bisnis haram tersebut.
Namun saksi ahli tetap pada penjelasannya bahwa digital forensik hanya sebatas pada pelacakan dan analisis jejak digital, bukan penafsiran hukum terhadap isi komunikasi.
“Analisis kami menunjukkan adanya pola yang konsisten dan intensitas komunikasi yang tinggi, namun soal persekongkolan atau tidak, itu menjadi ranah penegak hukum untuk menilai lebih lanjut,” kata Ariyono.
Sidang ini menjadi sorotan publik mengingat para terdakwa merupakan mantan aparat penegak hukum yang telah diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) akibat keterlibatannya dalam jaringan narkoba.
Proses hukum terhadap mereka kini menjadi simbol upaya bersih-bersih institusi dari oknum yang mencoreng citra kepolisian.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lain serta pemaparan hasil penyidikan lanjutan. (*)
Reporter: Azis Maulana