batampos – Rencana kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menggratiskan pungutan SPP bagi sekolah di bawah naungannya yaitu SMAN, SMKN dan SLBN disambut gembira masyarakat.
Mulai tahun ajaran 2024/2025 akan dialokasikan anggaran sebesar Rp60 sampai Rp70 miliar tiap tahun, untuk menggantikan penerimaan SPP pada 75 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Kepri.
Kebijakan ini sangat membantu orangtua karena menghapus beban pembiayaan pendidikan anak dan dapat mengalihkannya untuk pemenuhan kebutuhan lainnya. Apalagi pasca pandemi Covid-19 dua tahun lalu, perekonomian masyarakat masih dalam tahap recovery. Maka dampak penggratisan SPP ini akan meningkatkan konsumi masyarakat dan selanjutknya akan memberikan efek pada pertumbuhan ekonomi.
Namun, Kepala Ombudsman RI perwakilan Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari menilai, kebijakan ini juga justru akan menimbulkan dilema meningkatnya pendaftar siswa baru sekolah negeri karena pertimbangan biaya sekolah swasta terus meningkat tiap tahun maka kemungkinan orang tua akan memilih menyekolahkan anaknya di sekolah negeri.
Sesuai dengan SK Gubernur Kepri, Nomor 801/KPTS-4/III/2024 tentang Petunjuk Teknis PPDB tahun ajaran 2024/2025, bahwa seluruh sekolah SMAN/SMKN Kepri telah disiapkan kuota penerimaan siswa baru sebanyak 876 rombel (RDT 36 orang/rombel) dengan keseluruhan daya tampung sehingga diperkirakan mampu menerima keseluruhan 31.259 siswa. Sementara angka kelulusan SMP/MTS negeri dan swasta se-Kepri pada tahun 2024 diperkirakan sebanyak 35.766 siswa.
Memedomani petunjuk teknis (juknis) tersebut, maka peluang SMA/SMK swasta untuk mendapatkan siswa baru hanya 4.507 siswa dari kemampuan daya tampung 6.362 siswa. Konsentrasi sekolah swasta terdapat di Batam dengan kapasitas daya tampung 5.734 siswa.
Berdasarkan data dalam beberapa tahun belakangan realisasi PPDB SMAN/SMKN di Kota Batam terus meningkat melebihi kuota yang ditentukan. Penerimaan signifikan melebihi rencana rombel terjadi di sejumlah sekolah yang dikenal sebagai sekolah unggulan dan pada lokasi sekolah yang jumlah penduduknya banyak yaitu SMA 1, SMA 3, SMA 5, SMA 8 dan SMK 1, SMK 2, dan SMK 5.
Fenomena penyimpangan ini melanggar ketentuan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 dan SK Gubernur Kepri tentang Juknis PPDB. Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Kepri tidak berdaya menolak desakan orang tua yang memaksakan anaknya harus diterima di sekolah tersebut, meski sebenarnya telah ditawarkan solusi lain.
“Penerapan stimulus penggratisan SPP tahun ini diperkirakan makin mendorong keinginan orang tua siswa menyekolahkan anaknya di sekolah negeri,” kata Lagat, Sabtu (22/6).
Sementara pihak Disdik Kepri sepertinya belum menyiapkan mitigasi menganitisipasi pembludakan pendaftaran siswa baru. Perbaikan tata kelola PPDB tahun 2024 ini memang telah dilakukan sesuai dengan saran dan masukan hasil evaluasi PPDB tahun 2023 lalu yang disampaikan perwakilan Ombudsman RI di Kepri, di antaranya perbaikan mekanisme melakukan verifikasi.
“Tentunya sekolah swasta akan terdampak akibat penggratisan SPP sekolah negeri ini. Sekolah di bawah naungan yayasan hanya mengandalkan penerimaan pungutan dari siswa dalam mengelola sekolah dan penerimaan BOSP,” kata Lagat.
Jenis pungutan yang dimaksud mulai dari uang masuk di awal, SPP dan pembiayaan lainnya. Semakin banyak siswa yang diterima masuk, maka kemampuan finansial yayasan dalam mengelola sekolah akan semakin baik begitupan sebaliknya.
Terbukti sejumlah sekolah swasta di Batam dengan jumlah siswa yang banyak maka pengadaan sarana dan prasarana sekolahnya lebih baik dan kesejahteraan gurunya terjamin. Pada akhirnya kualitas sekolah tersebut menjadi baik juga.
“Namun saat ini mahalnya biaya SPP sekolah swasta akan menjadi pertimbangan orangtua untuk menyekolahkan anaknya khususnya yang memiliki latar belakang ekonomi menengah bawah,” ujarnya.
Fenomena ini akan menjadi tantangan baru bagi sekolah swasta di Batam agar bisa survive. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan sekolah swasta untuk menarik minat calon siswa baru, yakni; Pertama, meyakinkan kualitas sekolah swasta lebih baik dibandingkan sekolah negeri.
Kedua, melakukan rasionalisasi ulang biaya SPP sehingga lebih murah.
Ketiga, menawarkan skema angsuran uang masuk dan SPP yang meringankan.
Keempat, menjanjikan beasiswa prestasi siswa. Dan kelima, mencari sponsor pembiayaan sekolah memanfaatkan CSR Perusahaan untuk menambah penerimaan dana operasional sekolah.
Lalu bagaimana keberpihakan Pemprov Kepri terhadap sekolah swasta pasca penggratisan SPP ini? Pihak sekolah memang telah mendapatkan BOSP sekolah dan siswa setiap tahunnya, namun besarnya pembiayaan sekolah, sumber dana ini belumlah cukup.
Maka seharusnya, lanjut Lagat, pemerintah daerah juga dapat memberikan bantuan lain kepada sekolah swasta. Misalnya bantuan pembangunan infrastruktur sekolah dan penyaluran BOS Daerah.
“Bagaimanapun keberadaan sekolah swasta telah terbukti memberikan andil yang besar dalam pengembangan dunia pendidikan. Maka sudah seharusnya keberlangsungannya juga perlu diperhatikan oleh pemangku kepentingan di daerah,” kata dia. (*)