batampos – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepri berhasil mengungkap 4 kasus pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal dengan tujuan Malaysia.
Pengungkapan ini dilakukan dalam kurun waktu bulan Agustus-Oktober. Lokasinya di Pelabuhan Internasional Batam Centre, dan Pelabuhan Internasional Harbour Bay.
Dirreskrimum Polda Kepri, Kombes Dony Alexander mengatakan dari 4 kasus tersebut pihaknya menangkap 4 orang pelaku dan menyelamatkan 5 orang korban.
“Tersangka ini melakukan pengurusan hingga keberangkatan korban tanpa dilengkapi persyaratan,” ujarnya di Mapolda Kepri, Rabu (9/10) siang.
Adapun tersangkanya terdiri 3 wanita berinisial YU, 47, NS, 46, RC, 41, dan laki-laki berinisial NW, 30, serta ZA, 43, Warga Negara Malaysia. Sedangkan korban berasal dari Pelanbaru, Bengkulu, Banyuwangi, Gresik, dan Jakarta.
“Modusnya selalu berubah-rubah dan berhasil kita identifikasi. Dulu rekrutmen berkelompok dan sekarang bergerak tidak berkelompok dengan identitas palsu,” katanya.
Dony menjelaskan para korban ditawarkan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pekerja kebun, hingga penjaga kantin sekolah. Mereka dijanjikan upah dengan gaji mencapai 2 ribu ringgit Malaysia.
“Untuk tersangka WN Malaysia ini melakukan penjemputan sendiri ke Batam. Kita akan lakukan koordinasi dengan pihak Imigrasi guna penyelidikan lebih lanjut,” ungkapnya.
Sementara Kepala BP3MI Provinsi Kepri, Kombes Imam Riyadi turut memberikan apresiasi atas pengungkapan ini. Menurut dia, dengan adanya keterlibatan WN Malaysia tersebut membuktikan bahwa modus operandi pengiriman PMI ilegal ini terus berkembang.
“Ini sudah kesekian kalinya. Modus baru ini selalu kita selidiki,” ujarnya.
Ia menjelaskan pihaknya bersama instansi lainnya selalu melakukan pencegahan, sosialisasi hingga edukasi. Dengan harapan, para PMI yang bekerja diluar negeri akan mendapatkan keselamatan dan hak-haknya.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat pasal 81 Jo Pasal 83 Jo Pasal 86 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Pemerintahan Pengganti UU. No. 2 Tahun 2022 Cipta Kerja Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 e KUHP dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 15 miliar. (*)
Reporter: YOFI YUHENDRI