batampos – Polemik terkait pemberlakuan Fuel Card untuk pembelian Pertalite di Batam dijawab oleh Kepala Disperindag Batam, Gustian Riau. Dia menjelaskan bahwa Fuel Card akan diberlakukan penuh pada 1 Maret 2025, setelah 80 persen kendaraan di Batam telah memilikinya.
“Batam dipilih sebagai pilot project (proyek percontohan) karena dinilai mampu menghemat anggaran negara terkait subsidi energi,” katanya.
Namun, penerapan kartu ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu isu yang mencuat adalah kemungkinan tumpang tindih dengan kebijakan Pertamina yang menggunakan sistem QR Code untuk mendata konsumsi BBM. Menanggapi hal ini, Gustian menyebut bahwa QR Code Pertamina hanya berfungsi untuk pencatatan jumlah konsumsi dan kendaraan, sedangkan Fuel Card bertugas membatasi jumlah pembelian harian, yakni 120 liter Pertalite per kendaraan.
“QR Pertamina itu hanya mendata kendaraan saja, berbeda dengan Fuel Card yang berfungsi sebagai alat kontrol,” kata dia.
Baca Juga: Li Claudia Sebut Fuel Card Memberatkan Rakyat, Gerindra Desak Pembatalan Kebijakan
Kebijakan ini, diakuinya telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat, termasuk Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Salah satu aspek yang paling banyak diperdebatkan adalah biaya administrasi Fuel Card, yang disebut-sebut mencapai Rp25 ribu. Namun, Disperindag membantah angka tersebut dan menegaskan sebenarnya biaya administrasi adalah Rp20 ribu sesuai dengan perjanjian yang tertuang dalam nota kesepahaman bersama pihak perbankan. Pemotongan bea itu dilakukan sebulan setelah penggunaan, bukan saat pendaftaran.
“Pemotongan dana itu dilakukan oleh pihak perbankan, bukan pemerintah. Kami tidak memiliki kewenangan untuk itu,” katanya.
Tiga bank yang terlibat dalam program ini -Bank Sumut, Bank Bukopin, dan CIMB Niaga-dipilih karena kesiapan mereka dalam implementasi sistem Fuel Card. Pihaknya telah mengundang 23 bank dalam rangka penyamaan persepsi, tetapi hanya tiga bank tersebut yang siap berkomitmen.
Selain pengendalian konsumsi Pertalite, pemerintah juga berupaya menertibkan keberadaan pertamini ilegal di Batam. Kata Gustian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan surat edaran terkait penghapusan pertamini di jalanan sebagai langkah untuk menertibkan distribusi BBM bersubsidi.
Namun, hingga kini, masyarakat masih mempertanyakan dasar hukum yang lebih kuat untuk penerapan Fuel Card, selain surat edaran Wali Kota Batam tersebut. Gustian pun mengklaim ada banyak aturan yang mendukung kebijakan ini, meskipun ia tidak menyebutkan secara spesifik peraturan yang dimaksud.
Baca Juga: Area Pencarian Buaya Lepas dari Penangkaran PT PJK Diperluas, Sudah 35 Ekor Ditangkap
Menanggapi hal ini, Thomas, perwakilan Bank Sumut, salah satu dari tiga bank yang ditunjuk dalam program ini, menjelaskan biaya administrasi mencakup berbagai komponen, seperti asuransi jiwa, pengelolaan sistem informasi, serta pengadaan kartu. Keterlibatan Bank Sumut dalam program ini bertujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat serta memperluas jangkauan layanan perbankan.
“Asuransi ini melindungi pengguna Fuel Card dari risiko kecelakaan. Bank Sumut bekerja sama dengan Askrida untuk layanan asuransi tersebut,” kata dia.
Sistem Fuel Card yang diharapkan pemerintah menjadi solusi untuk memastikan pemerataan subsidi, justru membuka ruang kontroversi. Bagi masyarakat Batam, kebijakan ini bukan sekadar alat kontrol, melainkan simbol dari bagaimana sebuah kebijakan bisa menjadi pisau bermata dua; antara pengawasan dan potensi penyalahgunaan. (*)
Reporter: Arjuna