batampos – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP), untuk menindaklanjuti keluhan warga RW09 Teluk Bakau, Batubesar, Nongsa. Warga menuntut kejelasan dan keadilan atas rencana pembangunan oleh sebuah perusahaan swasta yang berdampak pada pemukiman mereka.
Ketua RW09 Teluk Bakau, Diki, menjelaskan bahwa polemik ini bermula pada tahun 2022 ketika perusahaan melakukan sosialisasi terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) di kantor Lurah Batubesar. Namun, dalam pertemuan tersebut, tidak ada penjelasan rinci mengenai nasib warga yang terdampak.
“Ketika itu hanya diinformasikan bahwa akan ada kegiatan pembangunan di RW09 Teluk Bakau, tetapi tidak dibahas bagaimana solusi bagi warga yang terdampak,” kata dia, Rabu (20/11).
Seiring waktu, perusahaan mulai menawarkan kompensasi kepada warga secara individu tanpa transparansi. Proses ganti rugi yang disampaikan juga dianggap tidak memadai, dengan nilai maksimal Rp15 juta berdasarkan kondisi fisik rumah warga.
“Ada kesan bahwa ini dilakukan tanpa melibatkan warga secara menyeluruh. Sosialisasinya juga kurang jelas dan tidak transparan,” tambahnya.
Meski mendukung pembangunan, warga tetap memperjuangkan hak mereka. Sebagian besar warga telah menerima kompensasi dan pindah, tetapi ada beberapa yang memilih bertahan.
Simeon Senang, perwakilan dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Batam yang terlibat dalam advokasi, menyoroti kurangnya komunikasi perusahaan dengan warga.
“Perusahaan tidak pernah turun langsung dan berdialog dengan warga. Selama hampir dua tahun terakhir, komunikasi mandek. Bahkan, gesekan antara warga dan aparat sering terjadi,” kata Simeon.
Ia juga mengkritik ketidakhadiran perangkat kelurahan dan kecamatan yang dianggap abai dalam menyelesaikan masalah. “Lurah dan camat seharusnya menjadi mediator, tetapi mereka justru sering absen. Ini yang membuat situasi semakin rumit,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPRD Batam, Muhammad Fadli, menyayangkan situasi ini dan menilai bahwa masalah ini seharusnya dapat diselesaikan lebih awal jika komunikasi berjalan lancar.
“Warga hanya ingin hak mereka dihormati dan tidak merasa terintimidasi. Jika sejak awal perangkat lurah dan camat aktif memfasilitasi, konflik ini tidak akan terjadi,” tegas Fadli.
Fadli juga meminta agar data warga terdampak segera dilengkapi untuk memastikan seluruh warga mendapatkan hak mereka secara adil. “Kami berharap ini segera diselesaikan dengan prinsip ganti untung yang memanusiakan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Aziz Maulana