batampos – Kasus kekerasan seksual terhadap anak bawah umur di Kota Batam terus menjadi perhatian khalayak. Dari catatan UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, (PPA) Batam ada 144 kasus kekerasan seksual dengan korban anak dibawah umur.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Batam Siti Nurlaila menaruh perhatian serius terhadap penanganan kasus ini, Ia mengatakan kasus kekerasan seksual kian marak di tengah upaya Pemerintah Daerah (Pemda) menjadikan Batam sebagai kota ramah anak.
“Pastinya ini menjadi sesuatu hal yang sangat kontradiktif, tetapi kami berharap ke depan kita lebih konsen terhadap perhatian keluarga,” ujar Siti Nurlailah, Rabu (25/9).
Menurut dia, DPRD Batam berkomitmen mendukung program pemerintah untuk menjadikan Batam sebagai kota layak anak dengan mengadakan pemahaman bagi masyarakat untuk berani melaporkan (speak-up).
“Kami menekankan pentingnya berani berbicara atau melaporkan bagi korban yang terjadi dalam keluarga. Sebab tak sedikit kasus ditutupi karena stigma di tengah sosial,” terangnya .
Siti menerangkan bahwa pada tahun lalu pelatihan dan penyuluhan yang membahas kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan anak juga diberikan.
“Kami berharap masyarakat, terutama orang tua diberikan pemahaman tentang langkah-langkah untuk melindungi diri dari pelecehan,” ungkapnya.
DPRD Batam juga mengajak pihak RT dan RW perumahan untuk berperan aktif dalam menjaga keamanan lingkungan.
“Kita perlu memastikan semua pihak memahami pentingnya kolaborasi dalam mencegah pelecehan di tengah masyarakat,” ujarnya.
Dengan dukungan dari instansi terkait dan penegak hukum dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak.
“Mari kita bersama-sama membangun Batam yang lebih baik dan aman untuk generasi mendatang,” ujarnya.
Baca Juga: KM Kelud Tidak Beroperasi Selama 3 Pekan, Pelni Batam Belum Siapkan Kapal Pengganti
Kepala UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Batam, (PPA), Dedy Suryadi menyampaikan upaya yang dilakukan dalam penanganan kasus kekerasan seksual meliputi melakukan dimulai dari penjangkauan seperti identifikasi dan assesment kepada korban.
Kemudian dilakukan pendampingan yang bertujuan memberikan penguatan dan penyelesaian kasus nya ke penegak hukum dan melakukan visum.
“Upaya dilakukan semua secara bertahap, kami juga memberikan ruang konseling untuk memotivasi dan meringankan beban psikis korban,” ujarnya.
UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak turut berperan melakukan rujukan kepada korban dengan mengetahui latar belakangnya seperti pendidikan, faktor ekonomi, dan sebagainya.
“Dan kami juga melakukan rujukannya apabila dari sisi pendidikan kami siap membantu dari sisi tersebut untuk sekolahnya agar bisa terus berlanjut. Lalu apabila tidak memiliki identitas maka kami juga membantu ke dinas terkait, dan apabila ada keluarga tidak mampu maka kami usulkan untuk mendapatkan bantuan,” terangnya.
Ia menyebut banyak faktor menyebabkan masih ada beberapa pihak yang tidak berani melaporkan persoalan ini ke UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (PPA).
Baca Juga: Pembatasaan Kawasan Kuliner Welcome To Batam Dikeluhkan Pedagang dan Pengunjung
Dedy menjelaskan bentuk kekerasan yang diterima anak mulai dari kekerasan verbal, dan fisik. Bentuk kekerasan ini akan menimbulkan dampak yang mengancam masa depan anak, sehingga perlu komitmen orangtua, dan pihak lainnya untuk mencegah agar ini tidak terjadi.
“Yang paling umum mereka dari pihak (korban) tidak berani melaporkan dalam arti kata tidak ingin menyampaikan ke kami,” ujarnya.
Ini artinya dukungan moral dari orang sekitar sangat penting. Korban membutuhkan orang lain agar bisa menjadi pelapor dan pelopor atas apa yang mereka alami.
“Kami mengajak kepada masyarakat, paling dekat itu adalah tetangga, hingga perangkat RT/RW serta pihak yang memiliki wewenang di satu wilayah untuk memperhatikan kondisi sekitar,” tutupnya. (*)
Reporter: Azis Maulana