Selasa, 8 Oktober 2024

Dua Kali Mangkir, Kapten MT Arman 114 Dianggap Menghina Peradilan RI

Berita Terkait

spot_img
Doktor Fadlan SH MH Dalil Harahap
Dr. Fadlan, SH., MH.

batampos – Untuk kedua kalinya, terdakwa kapten kapal MT Arman 114, Mahmoud Abdelaziz Mohamed, yang didakwa dengan pasal pengerusakan lingkungan kembali mangkir dari persidangan dengan agenda pembacaan putusan.

Dimana sebelumnya, terdakwa Kapten kapal MT Arman 114 Mahmoud dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar, subsidair 6 bulan kurungan.

Atas mangkir kedua kalinya terdakwa yang merupakan WNA mesir tersebut, membuat praktisi hukum Kota Batam, Dr. Fadlan, SH., MH angkat bicara.

“Ini jelas sudah termasuk kategori contempt of court/ penghinaan terhadap pengadilan. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa yang tidak lain merupakan Warga Negara Asing (WNA) meruntuhkan marwah dan wibawa pengadilan, dimana kita ketahui bahwa kita merupakan negara yang mengedepankan prinsip supremasi hukum, yang lebih mengkhawatirkan lagi saat ini telah menimbulkan asumsi liar serta brutal di masyarakat, tentunya ini harus dicegah demi menjaga kedaulatan penegakan hukum di negara kita,” ujar Fadlan.

Baca Juga: Kembali Mangkir, Hakim Perintahkan Kapten MT Arman Dipanggil Paksa

“Siapa sih beliau? Sakti bener, bisa menimbulkan kekisruhan seperti ini, saya juga mendukung kiranya majelis hakim yang kelak menjatuhi putusan dapat menjatuhkan putusan ultra petita untuk terdakwa, agar tidak terjadi preseden buruk dikemudian hari bagi pengadilan kita,” tegasnya.

Lebih lanjut Fadlan mengatakan, dalam hal undang-undang pelayaran sudah sepatutnya nakhoda kapal yang bertanggungjawab.

Soal proses penegakan hukum yang sudah bergulir, Fadlan memberikan pendapat, berdasarkan hukum positif sudah selayaknya terdakwa harus ditahan, apalagi ancaman pidana yang dilakukan diketahui hukumanya lebih dari 5 tahun.

Dasar penahanan ini merujuk kepada pasal 21 ayat 4 KUHAP, apalagi pelanggaran terhadap undang-undang khusus, yakni UU 32/2009 jo Peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Sedari awal sudah seharusnya dalam rangkaian proses penyidikan oleh PPNS KLHK dilakukan penahanan sebab ketika penetapan tersangka, sudah jelas ada unsur pasal dan Undang-Undang yang dilanggar.

“Saat ini timbul pertanyaan yang besar, mengapa tidak dilakukan penahanan terhadap terdakwa pada saat itu?, Ini jelas menabrak acara hukum pidana, jadi sudah sepatutnya dilakukan penahanan terhadap terdakwa, mulai dari penyidik PPNS, kejaksaan dan lalu pengadilan negeri tinggal meneruskan masa penahanan,” ujar Fadlan.

“Dengan tidak ditahannya terdakwa, seharusnya aparat penegak hukum memberikan alasan yang jelas kepada masyarakat, mengapa terdakwa tidak ditahan?. Apa karena ada alasan hubungan bilateral antar negara, sehingga diskresi penangguhan penahanan dapat dijalankan,” ujarnya, menambahkan.

Soalan putusan in absensia, kata Fadlan, memang itu merupakan kewenangan hakim, namun hal ini akan menjadi preseden buruk penegakan hukum bagi pengadilan Indonesia, dan mungkin saja ini putusan yang pertama di Kota Batam tanpa dihadiri oleh terdakwa, mirisnya lagi terdakwannya seorang Warga Negara Asing.

“Persoalan tidak sampai di situ saja, Jaksa juga akan kesulitan ketika hendak mengeksekusi putusan terhadap terdakwa, sebab keberadaan terdakwa sampai saat ini tidak diketahui. Di sisi lain persoalan ini sudah bukan lagi menjadi isu lokal melainkan sudah menjadi isu internasional, terlebih hari ini, masyarakat juga kerap konsen dan cenderung mengamati perkembangan dinamika penegakan hukum di negara kita,” tutupnya.

Sebelumnya Juru bicara PN Batam Benny Yoga Dharma menyebutkan, tidak ditahannya terdakwa karena selama tahapan persidangan, terdakwa dibawah pengawasan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menurutnya, JPU lah yang bertanggungjawab untuk menghadirkan terdakwa setiap kali persidangan.

“Terkait tidak ditahannya terdakwa, kami sih mengalir saja. Sebab, mulai dari penangkapan oleh Bakamla, kemudian disidik oleh KLHK hingga dilimpahkan ke kejaksaan, terdakwa tidak ditahan. Ya udah kita mengikuti, karena itu dari hakim juga tak melakukan penahanan,” ungkap Benny.

Sementara, Kepala Kejari Batam I Ketut Kasna Dedi mengatakan, telah mengetahui penetapan pemanggilan paksa dari majelis hakim PN Batam untuk terdakwa Mahmoud. Karena itu, agar bisa dihadirkan dalam sidang selanjutnya, pihaknya telah berkoordinasi dengan instansi terkait mengenai keberadaan Mahmoud.

“Upaya paksa, berarti boleh melakukan penahanan. Karena itu kami akan bersurat ke instansi terkait untuk mengetahui keberadaan terdakwa. Untuk sementara, status terdakwa masih tahap pencarian, belum DPO,” tegas Kasna, Kamis (4/7) lalu.

“Kami sudah menduga dan melakukan antisipasi dengan meminta permohonan penahanan terdakwa tanggal 3 Juni lalu dan disampaikan tanggal 5 Juli. Namun tak dikabulkan pengadilan,” sebut Kasna. (*)

Reporter: Iman Wachyudi

spot_img

Update