![](https://metro.batampos.co.id/storage/2024/08/image3-1-e1724070828139-1024x929.jpeg)
F. Yashinta/Batam Pos
batampos – Perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi RSUD Embung Fatimah pada pengelolaan anggaran tahun 2016 masih dalam proses tahap 1. Yang mana proses tahap 2 baru direncanakan pada minggu depan oleh penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam.
Kasi Pidsus Kejari Batam, Tohom Hasiholan mengatakan pihaknya baru melimpahkan berkas kepada penyidik atau disebut tahap satu minggu lalu. “Untuk perkara korupsi RSUD baru tahap 1 minggu lalu,” kata Tohom Jumat (7/2).
Menurut dia, rencananya perkara tersebut akan ditahap 2 kan pada minggu depan. Yang mana, pihak Jaksa Penuntut Umum tengah meneliti berkas untuk memastikan lengkap atau tidaknya. “Jadi minggu depan akan kami limpahkan,” terang Tohom.
Disinggung apakah ada kendala dalam proses penyidikan, ditegaskan Tohom tidak ada. Yang mana, menurutnya setelah proses tahap 2 nanti, berkas akan dipersiapkan untuk dilimpah ke Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.
“Kalau sudah tahap 2, kami persiapkan untuk dilimpah ke Pengadilan,” sebut Tohom.
Sebelumnya Penyidik pada Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam akhirnya menetapkan dua tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan anggaran tahun 2016 RSUD Embung Fatimah Batam, Jumat (22/11). Kedua tersangka yang langsung ditahan oleh penyidik itu adalah D dan M, merupakan mantan pegawai RSUD Embung Fatimah Batam dan masih aktif sebagai PNS
D merupakan Bendahara BLUD (Januari-April 2016) dan selaku Pembantu Bendahara BLUD (Mei-Desember 2016), sedangkan M Kepala Bagian Keuangan RSUD dan Pejabat Penatausahaan Keuangan
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, keduanya dipanggil untuk memberi keterangan pada Jumat pagi. Namun setelah proses pemeriksaan, penyidik akhirnya menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Proses pemeriksaan keduanya sebagai tersangka selesai pada pukul 18.30 WIB di ruang penyidik Pidsus. Yang mana, penyidik langsung memutuskan untuk melakukan penahanan kepada kedua tersangka. Saat akan digiring menuju mobil tahanan, para tersangka yang merupakan laki-laki dan perempuan tampak menggunakan rompi tahanan Kajari Batam warna merah. Tangan keduanya pun dalam kondisi terbogol. Tak satu patah katapun keluar dari mulut para tersangka saat ditanya bagaimana keterlibatan mereka dalam dugaan korupsi tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Ketut Kasna Dedi mengatakan penetapan tersangka berdasarkan dua alat bukti yang telah lengkap. Dimana pihaknya sempat memeriksa keduanya dan akhirnya menetapkan sebagai tersangka.
Menurut dia, dari hasil penyidikan pihaknya menemukan fakta bahwa tersangka B saat itu menjabat sebagai Bendahara Blud telah melakukan pencatatan belanja Blud lebih tinggi atau markup. Sedangkan M yang merupakan bagian Kepala Keuangan RSUD diduga telah meloloskanverifikasi pertanggungjawaban Bendahara BLUD TA 2016, meskipun mengetahui terdapat transaksi belanja BLUD yang tidak didukung SPJ.
Kemudian melakukan pencatatan ganda bukti pertanggungjawaban belanja obat dan BAP. Kemudian mencatat belanja fiktif, mencatat belanja tanpa SPJ. adi keduanya saling bekerjasama untuk melakukan korupsi tersebut.
Dari hasil penyidikan dan perhitungan ahli, didapat nilai kerugiaan negara atas markup pada belanja di SPJ 2016 sekitar Rp 840 juta. Yang mana, uang ratusan juta itu tidak memiliki pertanggungjawaban.
Diketahui, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah kembali tersandung dalam dugaan korupsi. Kali ini korupsi diduga terjadi pada pengelolaan anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Embung Fatimah tahun 2016 lalu, dengan pagu anggaran Rp 3,4 miliar.
Dugaan korupsi itu ditangani penyidik pidana khusus, setelah ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dimana BPK menemukan keganjilan pada pengelolaan anggaran BLUD RSUD Embung Fatimah tahun 2016 lalu. Anggaran dengan pagu Rp 3,4 miliar itu digunakan untuk pengadaan alkes dan lainnya.
Dugaan korupsi RSUD Embung Fatimah Batam ini merupakan yang ketiga kalinya. Dimana penanganan korupsi pertama ditangani Kejari Batam tahun 2016 lalu atas proyek pengadaan alat kesehatan tahun 2014. Atas penyidikan tersebut, jaksa menetapkan Direktur RSUD Fadila RD Malarangan. Kemudian pada 2017, Mabes Polri juga menemukan korupsi pada pegadaan pengadaan alat alkes tahun 2011 lalu dengan pagu anggaran Rp 18 miliar. Korupsi yang dilakukan juga menyeret mantan Direktur RSUD Fadila RD Malarangan sebagai tersangka. (*)
Reporter: Yashinta