batampos – Sidang dugaan prostitusi tempat pijat 81 Orchid Massage kembali digelar di Pengadilan Negeri Batam, Senin (27/11). Tiga orang terdakwa Hendra alias Acai, Irnicen alias Mami dan Jhony alias Ate dihadirkan ke persidangan untuk mendengar kesaksian dari polisi penangkap.
Namun sebelum sidang dimulai, majelis hakim yang diketuai Edi Sameaputty mengatakan sidang digelar tertutup, meski pada sidang sebelumnya masih terbuka untuk umum. Alasannya karena perkara tersebut berkaitan dengan kesusilaan.
Baca Juga:UMK Batam 2024 Rp4.865.000 Dikirim ke Gubernur
“Karena sidang berkaitan dengan kesusilaan, maka sidang tertutup untuk umum. Yang tidak berkepentingan diharapkan keluar ruangan,” ujar Edi.
Usai sidang, Cristopher kuasa hukum terdakwa dari LBH Suara Keadilan menjelaskan kesaksian dari polisi penangkap. Berawal dari informasi dari masyarakat adanya kegiatan prostitusi di 81 Orchid Massage kawasan Nagoya. Atas informasi itu, polisi melakukan under cover dengan pura-pura menjadi tamu 81 Orchid Massage. Saat memasuki ruangan 81 Orchid Massage, polisi yang menyamar langsung disuguhi dengan beberapa perempuan. Tarif perempuan di ruangan tersebut berkisar Rp 1,3 hingga Rp 1,8 juta. Perempuan itu juga bisa dibawa ke hotel dengan diantar taksi langganan.
“Tarif untuk bisa memakai jasa layanan seks berbeda-beda. Tergantung wanitanya. Untuk yang foto ditunjukan tadi, pekerjanya sudah dewasa semua,” jelas Cris.
Masih kata Cris, keterangan dari polisi penangkap juga menjelaskan perekrutan para pekerja dari berbagai daerah di Indonesia. Untuk bisa membujuk para wanita bekerja, salah satu terdakwa yakni Hendra menawari para perempuan untuk bekerja di restoran dan bergaji tinggi.
“Namun keterangan itu dibantah oleh terdakwa. Menurut mereka para pekerja sudah tahu akan melayani jasa seks, karena sebelumnya mereka juga bekerja sebagai PSK,” jelas Cris
Sedangkan untuk pemotongan uang jasa yang dikatakan polisi penangkap dibenarkan oleh para terdakwa. Pemotongan uang dikarenakan adanya biaya-biaya makan dan harian para pekerja.
“Memang ada pemotongan uang jasa, sebagai biaya hidup pekerja sehari-hari,” ungkap Cris.
Usai mendengar keterangan saksi, sidang ditunda hingga Minggu depan dengan agenda keterangan terdakwa
Sebelumnya dalam dakwaan, dijelaskan terungkapnya dugaan tindak pidana berawal dari informasi kepolisian. Bahwa adanya kegiatan prostitusi atau perdagangan orang berkedok tempat massage.
Setelah melakukan penyamaran, polisi langsung mendatangi lokasi massage yang berada di kawasan Nagoya tersebut. Dan benar saja, saat memasuki tempat massage, terdapat beberapa perempuan duduk santai di kursi. Mami sebagai kasir atau admin massage tersebut menawarkan jasa pijat dengan memilih para wanita yang ada di kursi. Para wanita yang ada di sana juga bisa dipesan untuk dibawa ke hotel. Tarif yang ditawarkan untuk satu perempuan berkisar Rp 1,3 juta hingga 1,8 juta.
Tarif untuk wanita itu nantinya juga akan dipotong Rp 350 ribu untuk biaya taksi, kemudian sisanya akan dibagi dua, untuk wanita pekerja seks dan pemilik usaha massage tersebut. Berdasarkan hasil penyidikan, 6 wanita yang bekerja di sana juga tidak memiliki keahlian untuk pijat dan tak memiliki sertifikat pelatihan untuk pijat. Perbuatan terdakwa sebagaimana diancam pasal 2 ayat 1 UU tahun 2007, tentang tindak pidana perdagangan orang Jo pasal 55 ayat 1.(*)
Reporter : Yashinta