batampos – Ketua Gibran Center Kepri, Parlin Purba, mengecam keras pengelola Gelanggang Permainan (Gelper) di Apartemen Formosa Nagoya, Batam, yang diduga melanggar hukum terkait penganiayaan dan aktivitas ilegal yang berlangsung meskipun lokasi telah dipasangi garis polisi (police line).
“Setelah lokasi dipasangi police line, aktivitas di Gelper tersebut masih berjalan. Ini menunjukkan bahwa pengelola tempat tersebut tidak menghormati hukum dan pihak kepolisian,” ujar Parlin Minggu (15/12).
Ia menambahkan, tindakan tersebut mencederai integritas aparat penegak hukum dan memberi kesan bahwa pihak pengelola merasa di atas hukum.
Baca Juga: Premanisme di Apartemen Formosa Residence
Parlin juga menyoroti kondisi korban penganiayaan yang hingga saat ini dilaporkan masih dirawat di rumah sakit akibat pemukulan yang terjadi di lokasi tersebut pada Jumat (6/12). Insiden ini dimulai ketika seorang pria yang sedang memotret area Gelper menjadi sasaran pemukulan oleh sejumlah pria yang diduga merupakan penjaga lokasi. Setelah insiden tersebut, pihak kepolisian berhasil mengamankan tujuh orang, termasuk seorang pria berinisial AS, yang merupakan pengelola Gelper.
“Kami menginginkan agar Polda Kepri bertindak lebih tegas dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang. Polisi harus dihormati, bukan dilecehkan seperti ini,” tegas Parlin.
Selain itu, Parlin juga mengungkapkan kekhawatiran atas potensi adanya aktivitas ilegal di tempat tersebut. Menurutnya, meskipun sudah ada garis polisi, aktivitas judi yang tersembunyi di balik Gelper tetap berjalan tanpa hambatan.
Baca Juga: Kasus Premanisme di Apartemen Formosa: Anggota DPRD Kepri Desak Usut Tuntas
Meskipun aktivitas di Gelper tersebut sempat dihentikan sementara, dugaan keberadaan kegiatan judi di tempat itu masih menjadi perhatian publik, dan masyarakat berharap agar penegakan hukum dapat dilakukan secara tegas untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan karena penganiayaan, tetapi juga mencuatkan dugaan aktivitas perjudian yang telah berlangsung selama enam bulan tanpa tindakan dari aparat penegak hukum. Beberapa pihak menduga bahwa aktivitas judi ini telah terlindungi oleh jaringan atau bekingan kuat, sehingga tidak tersentuh oleh hukum.
“Seharusnya tempat itu disegel sampai penyelidikan selesai. Kami curiga ada sindikat preman yang beroperasi di sana,” ujar Parlin, seraya mendesak pihak kepolisian untuk melakukan penutupan sementara tempat tersebut jika ditemukan pelanggaran hukum.
Kekhawatiran ini juga disampaikan oleh Ketua Perkumpulan Tionghoa Karimun Batam (PTKB), Lik Khai, yang menuntut agar kasus premanisme yang terjadi sebelumnya di Apartemen Formosa segera diusut tuntas. Ia meminta agar pihak kepolisian segera mengungkap siapa saja yang terlibat dalam tindakan kekerasan terhadap anggotanya yang juga mengalami penganiayaan serupa.
“Saya minta agar Polda Kepri segera mengambil langkah tegas, dan menutup tempat tersebut jika ditemukan adanya pelanggaran hukum,” kata Lik Khai.
Sementara itu, korban penganiayaan masih menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Awal Bros akibat luka serius di kepala dan tubuhnya. Kuasa hukum korban, Rudianto, membeberkan kronologi kejadian yang menimpa kliennya. Menurutnya, korban diundang oleh seorang rekannya ke Apartemen Formosa. Ia pun datang dan tiba di lokasi seorang diri.
Ketika naik ke lantai tujuh, korban secara tidak sengaja mengambil foto di area tersebut, namun tiba-tiba diinterogasi oleh beberapa petugas di sana.
“Korban ditarik paksa ke sebuah ruangan, diinterogasi, lalu dipukuli oleh sekitar 10 orang. Saat ini, kami belum mengetahui motif sebenarnya di balik insiden ini dan masih menunggu hasil penyelidikan dari pihak kepolisian,” ungkap Rudianto.
Ia juga menambahkan, korban saat ini belum pulih sepenuhnya dan memerlukan operasi akibat luka serius yang dideritanya.
Rudianto turut mengungkap dugaan rekaman CCTV di lokasi kejadian telah dihilangkan. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya upaya untuk menutupi insiden tersebut.
“Kami mendengar informasi bahwa rekaman CCTV di lokasi kejadian dihapus. Ini jelas menghalangi proses hukum. Kami mengimbau masyarakat untuk berhati-hati jika mendatangi tempat itu, karena kami mencurigai adanya sindikat preman yang beroperasi di sana,” katanya. (*)
Reporter: Tim Batam Pos