Kamis, 19 September 2024
spot_img

Harmoni Keberagaman Budaya dalam Pawai Tatung di Batam

spot_img

Berita Terkait

spot_img
Pawai Tatung 2 F Cecep Mulyana
Suasana pagelaran Pawai Tatung 2024 di Batam. Foto: Cecep Mulyana/ Batam Pos

batampos – Pawai Tatung kembali memeriahkan Festival Mooncake di Batam, menampilkan tradisi spiritual masyarakat Tionghoa yang spektakuler. Event digelar di kawasan Lubukbaja, Kota Batam, Minggu (15/9).

Acara yang diselenggarakan oleh Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia (Magabutri) Kepri ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga sarana mempererat kerukunan antar-etnis di Indonesia. Pagelaran ini dimulai dari Vihara Cipta Dharma dan Klenteng Tua Pek Pekong Windsor, menuju ke arah depan Sari Jaya Hotel.



Pawai Tatung kali ini mengangkat tema “Harmoni dalam Keberagaman”. Demikian disampaikan oleh Ketua Magabutri Kepri, Susanto Theodolite.

Ia menyebut, persiapan untuk Pawai Tatung sudah dilakukan selama empat bulan. Ini merupakan kali kedua pawai diselenggarakan, setelah pertama kali diadakan pada tahun 2022.

“Pawai Tatung ini adalah salah satu upaya kita untuk memperkenalkan budaya kita kepada dunia. Selain itu, acara ini bertujuan mempererat tali persaudaraan di antara kita semua,” kata dia.

Pawai Tatung sendiri adalah tradisi ritual khas masyarakat Tionghoa, di mana para peserta atau “tatung” menunjukkan kemampuan spiritual mereka. Tradisi ini sering kali dipertontonkan dalam festival-festival budaya Tionghoa di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

Selain Pawai Tatung, Festival Mooncake juga menjadi bagian penting dari acara ini. Festival Mooncake, atau Festival Pertengahan Musim Gugur, merupakan tradisi etnis Tionghoa yang dirayakan pada bulan purnama terindah di pertengahan musim gugur.

Di Indonesia, festival ini telah berkembang menjadi acara yang inklusif, merayakan keberagaman budaya dengan melibatkan berbagai etnis. “Yang kita rayakan itu adalah tradisinya, dan kami mengajak semua etnis untuk ikut serta,” tambah Susanto.

Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah menyukseskan acara itu. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri berkomitmen menjadikan Pawai Tatung sebagai bagian dari kalender tahunan.

“Karena festival ini tidak hanya milik masyarakat Tionghoa, tetapi juga mencerminkan keragaman budaya kita di Kepri,” ujarnya.

Dia juga mendukung penuh pengembangan festival ini. Bahkan, Ansar menyatakan rencana untuk menjadikannya sebagai acara berskala nasional.

“Kami berencana menjadikan festival ini sebagai event nasional, sehingga memperoleh dukungan dari pemerintah pusat, khususnya dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Mulai tahun depan, InsyaAllah, festival ini akan dilaksanakan dengan skala yang lebih besar,” katanya.

Selain itu, ia menyoroti pentingnya mengembangkan sektor pariwisata di Batam, yang merupakan destinasi unggulan ketiga di Indonesia. Kepri, lanjut dia, adalah minatur Tanah Air dengan keberagaman suku, agama, dan budaya yang tetap harmonis.

“Kepri adalah provinsi yang sangat heterogen, namun kita patut bersyukur karena konflik antar suku, agama, dan budaya hampir tidak pernah terjadi di sini. Ini adalah bukti nyata toleransi yang kuat di tengah masyarakat kita,” ujar dia.

Sebagai salah satu provinsi terbaik dalam hal toleransi beragama, Ansar berharap masyarakat Kepri terus menjaga keharmonisan antar sesama.

“Pawai Tatung dan Mooncake Festival ini adalah wujud nyata keragaman dan kebersamaan. Kita melihat bukan hanya warga Tionghoa yang hadir, tetapi juga masyarakat dari berbagai suku, agama, dan budaya turut merayakan,” kata Ansar.

Sementara, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kepri, Guntur Sakti mengatakan, pentingnya acara seperti ini dalam memajukan pariwisata daerah. Menurutnya, ada tiga daya tarik utama dalam pariwisata: alam, budaya, dan kreativitas.

“Ini adalah festival budaya yang mempertontonkan khazanah budaya Indonesia. Festival Mooncake menjadi momentum yang tepat untuk menonjolkan harmoni dalam keberagaman. Jadi, festival ini tidak hanya mengangkat satu budaya saja, tapi semua budaya yang ada di Indonesia,” ujarnya.

Katanya, festival ini telah diselenggarakan secara rutin sejak tahun 2010 dan terus dipertahankan karena tema yang diusung selalu relevan, yakni keberagaman dan harmoni antarbudaya. (*)

Reporter: Arjuna

spot_img
spot_img

Update