Senin, 6 Januari 2025

HNSI Berharap Pemerintah Singapura Lebih Memahami Kondisi Nelayan Tradisional Batam

Berita Terkait

spot_img
Tangkapan layar video saat kapal Patroli Maritim Singapura mengintimidasi sejumlah kapal nelayan Belakangpadang yang diduga berada di perbatasan laut Indonesia-Singapura.

batampos – Pada tanggal 24 Desember 2024, terjadi insiden yang menimbulkan kegaduhan di perairan sekitar Batam, Indonesia. Beberapa kapal nelayan Indonesia dilaporkan memasuki wilayah perairan Singapura yang dikenal dengan sebutan Singapore Territorial Waters (STW).

Kejadian ini memicu reaksi dari otoritas Singapura, yang mengerahkan kapal-kapal penjaga pantai mereka (PCG) untuk mencegah kapal-kapal nelayan yang tidak memiliki izin memasuki kawasan tersebut.


Menurut pernyataan yang dirilis oleh Singapore Police Force (SPF), sekitar pukul 08.45 pagi, petugas PCG mulai memantau aktivitas kapal-kapal nelayan Indonesia yang terlihat keluar masuk dari wilayah STW beberapa kali. Hal ini memicu langkah proaktif dari pihak PCG untuk menjaga batas wilayah tersebut, dengan mengerahkan kapal-kapal patroli untuk mencegah kapal nelayan yang tidak memiliki izin untuk masuk lebih jauh ke dalam wilayah tersebut.

Insiden semakin berkembang ketika, pada sekitar pukul 13.20, dua dari lima kapal nelayan Indonesia yang sebelumnya beroperasi di dekat perbatasan, diketahui bergerak lebih jauh memasuki STW. Kedua kapal ini kemudian dikejar oleh kapal PCG untuk dihentikan dan dicegah agar tidak melanjutkan perjalanan lebih dalam lagi ke wilayah Singapura.

Baca Juga: Bengkong Jadi Zona Merah DBD, Catat Kasus Tertinggi di Batam Tahun 2024

Petugas PCG segera berkomunikasi dengan awak kapal nelayan yang terjebak di STW dan memberi tahu mereka untuk segera meninggalkan perairan tersebut. Peringatan ini didasarkan pada ketentuan yang melarang kapal-kapal asing untuk memasuki wilayah perairan Singapura tanpa izin resmi. Setelah berkomunikasi dengan pihak nelayan, kedua kapal tersebut akhirnya setuju untuk meninggalkan STW sekitar pukul 14.40 siang.

Meskipun situasi tersebut dapat diselesaikan tanpa ada insiden lebih lanjut, pihak Singapura dalam pernyataan resmi mereka menegaskan bahwa kapal-kapal asing diharapkan untuk selalu mematuhi instruksi dari otoritas Singapura saat berada di perairan STW.

Namun, insiden ini menimbulkan keresahan di kalangan nelayan Batam, khususnya yang beroperasi di sekitar perbatasan wilayah Indonesia dan Singapura. Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Distrawandi, mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap tanggapan resmi dari otoritas Singapura.

Menurutnya, meskipun ada pengakuan bahwa kapal-kapal nelayan Indonesia memasuki wilayah Singapura, hal ini tidak lepas dari kurangnya pemahaman tentang batasan zona antar negara yang jelas.

Baca Juga: Jambret Pejalan Kaki di Sagulung, 2 Remaja Diringkus Polisi

Meskipun titik koordinat yang diberikan oleh nelayan dan Angkatan Laut menunjukkan bahwa kapal-kapal tersebut memang memasuki perairan Singapura, HNSI tetap merasa perlu untuk menyampaikan permohonan maaf kepada pemerintah Singapura atas insiden tersebut. Namun, ia juga meminta agar pemerintah Indonesia segera memperjelas batasan wilayah negara kepada para nelayan.

“Perbatasan wilayah negara harus lebih jelas dan diperjelas kepada nelayan. Kami merasa edukasi tentang batasan tersebut masih sangat minim,” ujar Distrawandi, Jumat (3/1).

Ia menambahkan bahwa tanda batas, seperti boya atau mercusuar, harus dipasang di titik-titik strategis untuk membantu nelayan mengenali wilayah larangan dan menghindari melintasi batas negara tanpa sengaja.

Distrawandi juga menyoroti pentingnya edukasi yang lebih baik kepada para nelayan. Sebagai nelayan tradisional yang mengandalkan perahu kecil dan peralatan yang sederhana, mereka seringkali tidak menyadari posisi mereka ketika berlayar ke wilayah yang lebih jauh. Kurangnya fasilitas navigasi yang memadai di perahu-perahu nelayan ini sering kali menyebabkan mereka melintasi batas wilayah negara tanpa sengaja.

Terkait dengan hal tersebut, HNSI Kepri juga mengusulkan agar ada pembaruan dalam sistem komunikasi antara pemerintah Indonesia dan Singapura, serta memperkuat koordinasi antar otoritas terkait untuk menjaga stabilitas dan keselamatan nelayan di perbatasan kedua negara. HNSI berharap agar pemerintah Singapura lebih memahami kondisi nelayan Indonesia, yang sebagian besar bekerja dengan peralatan tradisional yang minim.

“Kami berharap Singapura bisa lebih memahami dan bertindak lebih lembut dalam menangani insiden seperti ini. Kami ingin agar nelayan Indonesia mendapat pemahaman yang baik mengenai batas-batas wilayah dan bisa menghindari kesalahan yang berpotensi membahayakan mereka,” kata dia.

Baca Juga: Puluhan Lampu Hias dan Bangku Taman Batamcenter Dibiarkan Rusak

Meskipun begitu, sejumlah nelayan Batam yang ditemui di lapangan mengungkapkan bahwa mereka merasa khawatir akan kejadian serupa yang dapat membahayakan keselamatan mereka. Selain itu, mereka juga berharap ada perhatian lebih terhadap kondisi mereka yang lebih sering terjebak dalam situasi seperti ini tanpa mendapatkan perlindungan yang memadai.

Sebagai solusi jangka panjang, Distrawandi menyarankan agar pemerintah Indonesia melakukan koordinasi lebih intensif dengan Singapura untuk memastikan bahwa batas wilayah antar negara tidak hanya lebih jelas, tetapi juga lebih mudah dipahami oleh masyarakat nelayan yang berada di garis depan. (*)

 

 

Reporter: Arjuna

spot_img

Update