Sabtu, 28 Desember 2024

HNSI Kepri Protes Ke Konjen Singapura Terkait Intimidasi Kapal Patroli di Laut Batam

Berita Terkait

spot_img
Foto: Ketua HNSI Kepri, Distrawandi (kiri), didampingi beberapa jajaran dari HNSI Batam usai berdialog dengan Konjen Singapura. (F.Arjuna/Batam Pos)

batampos – Sejumlah nelayan di Belakangpadang, Batam, mengalami intimidasi yang dilakukan oleh kapal patroli Marine Police Singapura pada 24 Desember 2024. Insiden tersebut terjadi saat para nelayan sedang melaut, di mana kapal patroli itu melakukan manuver gelombang yang membahayakan keselamatan mereka.

Menanggapi kejadian tersebut, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Kepri dan Batam mendatangi Konsulat Jenderal (Konjen) Singapura di Batam. Pertemuan berlangsung pada Jumat, 27 Desember 2024, di Wyndham Panbil Hotel, Batam, untuk menyampaikan protes dan meminta klarifikasi mengenai insiden yang meresahkan nelayan setempat.


Ketua HNSI Kepri, Distrawandi, menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut, pihaknya menunjukkan bukti video asli kejadian tanpa adanya pemotongan atau editan. Video tersebut menggambarkan dengan jelas aksi intimidasi yang dilakukan oleh kapal patroli Singapura terhadap nelayan Indonesia.

“Pertemuan ini kami lakukan untuk menyampaikan secara langsung kejadian yang dialami oleh nelayan Belakangpadang. Kami datang hanya untuk bersilaturahmi dan menyampaikan keresahan nelayan yang merasa terganggu akibat manuver kapal patroli Singapura,” katanya.

Ia menambahkan, bahwa mereka belum menerima keputusan dari pihak Konjen Singapura terkait peristiwa tersebut. Alasan dari pihak Konjen Singapura adalah terbatasnya kewenangan yang mereka miliki, sehingga mereka perlu berkomunikasi dengan pihak Marine Police Singapura sebelum memberikan tanggapan lebih lanjut.

“Kami akan melakukan langkah hukum, seperti somasi. Permintaan kami jelas, agar kejadian ini tidak terulang dan ada upaya untuk menghormati keberadaan nelayan Indonesia,” ujarnya.

Meskipun Singapura memiliki aturan sendiri terkait batasan wilayah laut mereka, tindakan manuver yang dilakukan oleh kapal patroli Singapura dapat dianggap sebagai bentuk arogansi.

“Jika ini terus terjadi, kami bisa saja melakukan tindakan yang serupa, karena kami memiliki lebih dari 8.000 nelayan di Batam yang dapat melakukan hal yang sama,” kata Wandi.

Meski begitu, kondisi nelayan yang terdampak dalam insiden tersebut tidak mengalami cedera fisik, meskipun mereka sempat merasa terkejut dan takut. Ia berharap masalah ini dapat diselesaikan secara damai tanpa menambah ketegangan antarnegara.

Ia mengingatkan pihak Konjen Singapura agar tidak meremehkan masalah ini. Menurutnya, meskipun kejadian ini tampak kecil, jika dibiarkan bisa berkembang menjadi masalah yang lebih besar.

“Kami ingin agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan cara yang lebih manusiawi dan tidak menambah ketegangan antarnegara,” kata Wandi.

HNSI datang ke Konjen Singapura didampingi oleh pihak kepolisian untuk memastikan bahwa pesan yang disampaikan diterima dengan baik.

“Kami akan terus memantau perkembangan kasus ini dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.

Salah satu nelayan yang mengalami kejadian tersebut, Hang Tuah, mengungkapkan pengalamannya. Tuah menjelaskan bahwa saat itu ia dan empat rekan nelayannya tengah melakukan aktivitas memancing di perairan sekitar Pulau Nipah, yang secara geografis masih merupakan wilayah Indonesia.

Kata dia, kapal patroli Singapura datang dengan dua kapal dan langsung melakukan manuver yang menyebabkan gelombang besar, sehingga mengganggu aktivitas nelayan.

“Saat itu, kami sedang memancing di perairan yang seharusnya masih milik Indonesia, tapi mereka menganggap itu sudah masuk ke wilayah laut Singapura,” ujarnya.

Lebih lanjut, Tuah menambahkan bahwa kejadian serupa sering kali terjadi. Nelayan sering diganggu seperti ini setiap kali melaut di daerah tersebut.

“Kapal patroli mereka datang dan membuat ombak besar yang membuat kami terjatuh atau kesulitan melaut,” kata Tuah.

Hang Tuah juga merasa kecewa dengan sikap yang ditunjukkan oleh kapal patroli Singapura. “Kami merasa seolah-olah mereka tidak senang dengan keberadaan kami di perairan tersebut. Padahal, itu masih wilayah Indonesia,” katanya.

Walaupun insiden ini tidak menyebabkan korban jiwa, para nelayan tetap merasa khawatir akan keselamatan mereka di masa depan jika intimidasi serupa terus terjadi. Hang Tuah berharap agar pemerintah Indonesia dapat segera mengambil tindakan untuk melindungi nelayan lokal dan mencegah terulangnya kejadian serupa.

“Harapan kami, pemerintah Indonesia dapat memberikan perhatian lebih terhadap nasib nelayan yang sering diganggu di perairan ini. Jangan sampai kejadian seperti ini berulang dan semakin memperburuk hubungan antara kedua negara,” ujar Hang Tuah.

Batam Pos telah mencoba menghubungi langsung pihak Konjen Singapura di Batam, lewat perwakilannya yakni Tari. Namun hingga kini konfirmasi dari kami belum direspons. (*)

Reporter: Arjuna

spot_img

Update