Sabtu, 28 September 2024

Hutan Bakau Dibabat, Lokasi Resapan Air dan Sungai Terancam Hilang

Berita Terkait

spot_img
IMG 20240927 120129 scaled
Penimbunan dan pengrusakan hutan bakau di kawasan pesisir pantai Marina. Foto: Eusebius Sara/ Batam Pos

batampos – Aktifitas penimbunan dan pengerusakan hutan bakau semakin masif di kota Batam. Kawasan hutan bakau dan lokasi resapan air di gundul dan ditimbun untuk pembangunan property.

Kawasan pesisir pantai Marina misalkan, nyaris tak ada lagi hutan bakau yang tersisa. Masifnya pembangunan di wilayah pesisir telah merusak dan menghilangkan puluhan hektare hutan bakau. Padahal kawasan ini merupakan lokasi resapan dan aliran air ke perairan Marina.



Masyarakat yang berdiam di wilayah Marina resah, karena maraknya proyek reklamasi tersebut karena dampaknya mulai terasa hingga saat ini. Setiap kali hujan pemukiman dan ruas jalan selalu terendam banjir. Dalam sepekan terakhir ini sudah dua kali banjir besar di wilayah Marina. Akses jalan ke pemukiman warga lumpuh karena banjir tadi.

“Danau ditimbun, sungai dipersempit, hutan bakau dibabat, memang sudah rusak berat kawasan resapan air dan sungai di Marina ini. Kita tak melarang pembangunan, tapi tolong perhatikan dampak lingkungan nya,” ujar Hendrik, warga perumahan Benih Raya, Marina yang selama ini bermasalah dengan masalah banjir.

Pantauan di lapangan, kawasan pesisir pantai Marina mulai dari kawasan perhotelan hingga samping gedung Bapelkes sudah banyak yang ditimbun. Lahan hutan bakau sudah dipagar untuk proyek pematangan lahan.

Salah satu proyek pematangan lahan menimbulkan hutan bakau yang tengah berjalan adalah lokasi hutan bakau di dekat Jembatan Marina. Separuh hutan bakau yang tersisa dari proyek pematangan lahan sebelumnya sudah dibabat. Lahan resapan air dan sungai ini rencananya akan timbun untuk pembangunan property.

“Sudah mau lima bulan mereka bersihkan hutan bakau itu. Mau ditimbun katanya untuk pembangunan, ” ujar Fajar, warga Marina.

Lurah Tanjungriau Syamsuddin saat dikonfirmasi mengaku, tidak ada pemberitahuan dari pihak manapun terkait proyek reklamasi tersebut.

“Iya itu memang jadi perhatian kami juga. Beberapa kali kami ke sana, tidak bisa jumpa dengan pihak yang bertanggungjawab. Itu memang agak riskan karena lokasi resapan air dan sungai. Kami masih koordinasi dengan pihak terkait masalah reklamasi yang dekat jembatan itu, ” ujar Syamsuddin.

Pihak PSDKP Batam sebelumnya mengakui perambatan hutan bakau terus berjalan hingga kini. Ini jadi perhatian karena akan berdampak dengan ekosistem laut. Imbas dari pengerusakan hutan mangrove ini tidak saja pada kehilangan kawasan hutan mangrove saja tapi juga pada ekosistem dan ancaman abrasi.

Untuk itu perlu ada penyetaraan aturan tentang hutan mangrove ini antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Satu sisi KKP dalam undang-undang kelautan dan perikanan nomor 1 tahun 2014 mengatur tidak boleh ada pemanfaatan hutan mangrove yang mengakibatkan kerusakan ekosistem dan lingkungan sekitar, di sisi lain ada undang-undang kehutanan yang menyebut kawasan mangrove bukan kategori ekosistem sebagai pohon tegakan bisa dimanfaatkan dengan mengurus perizinan terkait.

“Nah disinilah masalahnya. Ada dualisme aturan yang membuat dilema. Satu pihak kita melarang, satu lagi memperbolehkan dengan perizinan yang sesuai. Perlu ada penyelarasan aturan ini,” ujar Turman.

Sementara pihak KLHK saat dicoba konfirmasi belum memberikan penjelasan terkait masifnya aktivitas reklamasi di kota Batam. (*)

Reporter: Eusebius Sara

spot_img

Update