Sabtu, 4 Januari 2025

Hutan Mangrove Tiban Mentaro Terancam Punah Karena Proyek Reklamasi

Berita Terkait

spot_img
Penimbunan hutan Bakau di Tiban Mentaro, yang tak jauh dari pemukiman Cipta Land. Foto: Eusebius Sara/ Batam Pos

batampos – Aktifitas pembangunan yang mengorbankan kawasan hutan mangrove semakin marak terjadi di kota Batam. Kawasan hutan mangrove diratakan untuk pembangunan proyek properti. Sagulung, Seibeduk dan sebagian wilayah pesisir pantai di Tiban Mentarau, Kecamatan Sekupang saat ini padat dengan proyek pembangunan properti yang memakan lokasi hutan mangrove.

Salah satu yang disoroti adalah peninbunan hutan Bakau di Tiban Mentaro, yang tak jauh dari pemukiman Cipta Land. Kawasan hutan bakau di dekat pemukiman warga ini sudah hampir habis dibabat demi proyek perumahan. Ini disayangkan masyarakat pemerhati lingkungan sebab kawasan hutan bakau terancam punah di kota Batam. Ekosistem dan lingkungan hutan bakau jadi rusak.


“Pengerusakan hutan bakau ini bukan saja pada kehilangan hutan bakaunya tapi ekosistem di dalamnya juga hilang. Ancaman abrasi juga sangat tinggi. Ini yang perlu diperhatikan pemerintah agar kegiatan yang menghilangkan hutan bakau ini harus diperhatikan betul, ” ujar Dendi, warga Tiban Mentarau.

Reklamasi hutan bakau di lokasi yang disoroti ini sepertinya masih akan terus berlanjut. Batam Pos yang menyambangi lokasi proyek melihat masih ada sisa-sisa hutan bakau yang masih harus ditimbun. Saat ini memang tidak ada pengerjaan di lapangan, namun warga sekitar akui bahwa penimbunan hutan bakau tersebut masih akan dilanjutkan.

“Karena disoroti makanya berhenti sementara. Nanti akan beroperasi lagi itu. Mau ditimbun semua hutan bakau di pinggir sungai ini, ” kata Agus, warga lainnya.

Sebelumnya Kepala Pangkalan PSDKP Batam Turman Hardianto. Dia menjelaskan, bahwa imbas dari pengerusakan hutan mangrove ini tidak saja pada kehilangan kawasan hutan mangrove saja tapi juga pada ekosistem dan ancaman abrasi. Untuk itu perlu ada penyetaraan aturan tentang hutan mangrove ini antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Satu sisi KKP dalam undang-undang kelautan dan perikanan nomor 1 tahun 2014 mengatur tidak boleh ada pemanfaatan hutan mangrove yang mengakibatkan kerusakan ekosistem dan lingkungan sekitar, di sisi lain ada undang-undang kehutanan yang menyebut kawasan mangrove bukan kategori ekosistem sebagai pohon tegakan bisa dimanfaatkan dengan mengurus perizinan terkait.

“Nah disinilah masalahnya. Ada dualisme aturan yang membuat dilema. Satu pihak kita melarang, satu lagi membolehkan dengan perizinan yang sesuai. Perlu ada penyelarasan aturan ini. Ini yang lagi digodok semoga ada kesepakatan yang bisa menjaga kelestarian hutan mangrove ini,” ujar Turman.

Maraknya pembabatan mangrove yang terjadi saat ini disebutkan Turman karena ada perizinan pemanfaatan mangrove di kawasan rezim darat. Untuk KKP yang dengan tegas melarang pengerusakan mangrove ini hanya di dalam garis bibir pantai yang sudah diatur dalam aturan.

Namun demikian kerusakan ekosistem akibat pemanfaatan mangrove di wilayah darat ini juga sampai ke wilayah garis pantai. Ini yang akan kembali dikaji oleh KKP dengan lintas kementerian terkait agar ada penyelarasan aturan pemanfaatan bakau yang masuk kategori pohon tegakan atau masuk kawasan hutan produksi. (*)

Reporter: Eusebius Sara

spot_img

Update