Kamis, 19 September 2024
spot_img

Industri Pariwisata Belum Pulih, Ketum PHRI: Pemerintah Harus Serius Tangani Travel Agen Asing yang Merugikan

spot_img

Berita Terkait

spot_img
35001e55 b063 47cf af91 3720c07f44f6 e1708578286291
Ketua PHRI Haryadi Sukamdani (tengah)bersama pengurus PHRI pusat dan Kadispar Kepri Guntur sakti saat acara Rakernas PHRI di Swissbell Harbour Bay,

batampos– Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa meski status pandemi Covid-19 telah dicabut menjadi endemi, industri pariwisata masih belum pulih. Maka dari itu, diperlukan keseriusan dari seluruh pelaku industri pariwisata untuk bisa menggairahkan ekonomi nasional.

“Kita perlu memperkuat ekosistem pariwisata, mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. pariwisata tidak bisa berdiri sendiri, tapi harus saling melengkapi,” terang dia dalam sambutan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Tahun 2024 di Batam, Kamis (22/2/2024).



Untuk diketahui, industri pariwisata mengalami penurunan signifikan terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) nasional, dari Rp 786,3 triliun (2019) menjadi Rp 346 triliun (2020). Total kerugian yang dialami sektor pariwisata mencapai Rp 85,7 triliun.

Untuk meningkatkan kontribusi pariwisata terhadap perekonomian nasional, hal yang perlu dilakukan adalah dengan peningkatan peran digitalisasi melalui online travel agent (OTA).

“Kita kurang serius menangani parisiwata kita, masih belum satu irama pelaku usaha dan support pemerintah yang kurang dan parlemen untuk pariwisata,” jelas Hariyadi.

Namun potensi tersebut mengadapi tantangan dengan kehadiran OTA asing yang diduga melakukan praktek usaha yang tidak mempertimbangkan pertumbuhan industri pariwisata lokal.

“Mereka tidak patuh pada standar peraturan yang sama seperti perusahaan yang berbasis di Indonesia. Mereka mempunyai potensi untuk mengeksploitasi pasar Indonesia tanpa harus memenuhi persyaratan kepatuhan yang sama dengan OTA lokal,” kata dia.

Dirinya menyampaikan, OTA asing ini tidak melakukan pembayaran pajak penghasilan (PPh) sesuai regulasi seperti OTA lokal, jadi pajak ini ditanggung oleh hotel. Pasalnya OTA asing ini tidak mendaftar sebagai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSE) serta tidak memiliki badan usaha tetap sehingga tidak dikenakan pajak.

BACA JUGA: Rakernas PHRI akan Bahas Dampak OTA Asing Terhadap Pertumbuhan Pariwisata RI

Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah serius dalam menangani hilangnya potensi pajak di Indonesia. Juga adanya asas keadilan antara travel agent Asing atau OTA Asing dan OTA lokal.

“Kita dengan travel lokal tidak ada masalah, tapi dengan travel Asing ini sangat merugikan karena mereka tidak bayar pajak dan dibebankan ke kita, ” tuturnya.

Hariyadi berharap melalui Rakernas ini, terdapat solusi yang hadir agar industri pariwisata bisa lebih berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung kami. Pada Rakernas ini, kami mengundang Kominfo, BKPM dan DJP untuk berdiskusi, khususnya memberikan regulasi yg adil, terkait dengan pemain asing baik itu online travel agent (OTA) ataupun channel manager,” kata dia.

OTA asing tersebut yakni Agoda, Booking.com, Airbnb, Trip.com, Expedia, Globaltix dan Klook.

“Kita harus menalangi pajak dari OTA asing, itu jadi bom waktu yang harusnya mereka bayar pajak tapi akhirnya tidak bayar, itu karena mereka tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia,” terangnya.

Jadi, Rakernas PHRI ini juga akan mencarikan solusi dan menjawab kekhawatiran kehadiran OTA asing yang melakukan ‘bakar uang’, namun justru memberikan dampak minim untuk sektor pariwisata dalam negeri. (*)

 

Reporter: Alfian L

spot_img
spot_img

Update