Minggu, 1 Desember 2024
spot_img

Industri Pariwisata Kepri Menanti Kepastian Relaksasi VoA

Berita Terkait

spot_img
Turis Korea Selatan datang ke Batam.
Turis Korea Selatan sesaat setelah landing di Bandara Internasional Hang Nadim Batam. F.Yashinta

batampos – Kepulauan Riau (Kepri) meng-hadapi tantangan besar untuk mencapai target wisatawan mancanegara (wisman) tahun 2024. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) telah menetapkan jumlah kunjungan di Kepri sebanyak 3 juta wisatawan. Tetapi, hingga Juni 2024, Kepri baru berhasil menarik 763.406 wisman.

Kepala Dinas Pariwisata Kepri, Guntur Sakti, menegaskan bahwa Kepri sebagai salah satu wilayah dengan kontribusi terbesar ketiga dalam menyum-bang wisman setelah Bali dan Jakarta, sangat membutuhkan perlakuan khusus, terutama dalam hal kebijakan visa. Salah satu langkah strategis yang di-perlukan adalah akselerasi relaksasi Visa on Arrival (VoA) yang lebih variatif dengan biaya yang lebih terjangkau.


”Kepri merupakan destinasi wisata perbatasan yang membutuhkan perlakuan khusus, salah satunya adalah relaksasi VoA. Saat ini, bebas visa untuk 10 negara ASEAN dirasa belum cukup, dan biaya VoA sebesar Rp500 ribu untuk 97 negara dengan masa tinggal 30 hari sangat tidak terjangkau,” katanya, Selasa (13/8).

”Pasalnya, karakter wisman yang datang ke Kepri biasanya hanya untuk jarak pendek dengan masa tinggal dua hingga tiga hari,” tambah dia.

Kepri memiliki potensi besar dalam menarik wisatawan, terutama ekspatriat pemegang visa tinggal tetap atau permanent resident di Singapura yang mencapai sekitar 2 juta orang. Guntur menambahkan, akan lebih menarik jika mereka diberikan fasilitas bebas visa kunjungan ke Kepri.

Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing Kepri di tengah persaingan ketat dengan negara-negara tetang-ga. Apalagi, sejumlah negara tetangga itu menawarkan berbagai kemudahan dan stimulus.

Selain itu, dengan banyaknya lapangan golf dan fasilitas olahraga di Singapura yang akan ditutup karena keterbatasan lahan, memberikan peluang bagi Kepri yang memiliki 10 lapangan golf. Namun, diperlukan insentif regulasi agar peminat golf lebih memilih Kepri daripada pesaing seperti Johor Bahru, Malaysia.

”Kepri memiliki beragam produk dan daya tarik wisata yang semakin menarik, namun dampaknya belum maksimal karena regulasi yang kurang mendukung. Relaksasi kebijakan di sektor keimigrasian melalui skema visa yang lebih murah dan variatif diharapkan dapat meningkatkan daya saing Kepri sebagai destinasi wisata perbatasan dan berkontribusi besar terhadap devisa negara, jumlah wisman, pergerakan ekonomi, dan investasi,” kata Guntur.

Ia berharap, regulasi baru ini segera disahkan oleh Presiden Jokowi agar iklim pariwisata Kepri semakin kompetitif. Selain itu, Guntur juga mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memfasilitasi penurunan harga tiket feri agar lebih wajar dan adil bagi semua pihak.

Relaksasi VoA yang tak kunjung diteken oleh pemerintah pusat membuat industri perhotelan di Batam seperti jalan di tempat. Salah satunya dihadapi Four Points Hotel by Sheraton Batam.

Hotel berbintang yang berada di pusat kota Batam itu mencatat tidak ada lonjakan tamu wisatawan mancanegara (wisman). Untungnya, tingkat hunian masih terbilang stabil.
Dari data yang mereka pegang, rentang Januari sampai Juli 2024, tingkat hunian dari tamu asal luar negeri di hotel itu sebanyak 7.213 kunjungan. Dominasi masih berasal dari dua negera tetangga, yakni Singapura sebanyak 3.059 tamu dan Malaysia 1.379 tamu.

Menurut Fea Ardiani, Humas Four Points Hotel Batam, meskipun kebijakan relaksasi VoA ini belum diterapkan, pihak hotel tidak mengalami penurunan drastis dalam jumlah tamu.

”Sejauh ini aman, karena memang rata-rata tamu kami juga dari luar Batam. Kebijakan ini sebenarnya sudah diterapkan oleh beberapa negara lain, jadi harusnya tidak membawa dampak buruk,” ujar Fea.

Namun, ia menekankan pentingnya kesiapan pemerintah dalam mengeksekusi kebijakan tersebut jika nanti benar-benar diberlakukan. Ia mengingatkan bahwa masalah teknis di lapangan seperti antrean panjang pelabuhan, sistem yang tidak berfungsi, atau proses yang lambat menyoal kedatangan turis, dapat menimbulkan kekecewaan bagi wisatawan.

”Nah, mungkin hal-hal teknis seperti itu yang harus diperhatikan ke depannya agar kebijakan ini tidak membawa dampak buruk bagi seluruh pihak yang terkait di dalamnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Fea menyampaikan harapan Four Points Hotel agar pemerintah dapat mempersiapkan dengan matang segala aspek teknis yang dibutuhkan.

”Yang pasti kami berharap pemerintah harus menguasai dan mempersiapkan dengan matang teknis yang akan dijalankan, mulai dari SDM, sistem yang digunakan, hingga tools yang memadai. Sehingga nantinya semua akan bersinergi secara maksimal,” ujarnya.

Ia juga menyarankan agar pemerintah memperbaiki berbagai tatanan pariwisata di Kepulauan Riau, khususnya Batam. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan daya tarik global.
Akan lebih baik, lanjutnya, jika pemerintah berupaya memperbaiki berbagai tatanan pariwisata yang bisa menjadi daya tarik global, seperti menambah destinasi wisata, mempermudah akses ke tempat-tempat wisata, atau memperbaiki sarana transportasi publik.

Hingga kini, operasional Four Points Hotel Batam tetap berjalan seperti biasa, tanpa adanya lonjakan atau penurunan signifikan dalam hal okupansi kamar maupun kunjungan ke restoran hotel. (*)

spot_img

Update