batampos – Kota Batam mencatat inflasi tertinggi di Kepulauan Riau (Kepri) di September 2024, dengan angka 0,18% secara bulanan (month-to-month/mtm). Data ini berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS).
Inflasi di Batam didorong oleh kenaikan biaya pendidikan dan harga bahan pangan, yang menjadi kontributor utama pada pergerakan harga di wilayah tersebut.
Wakil Ketua Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Kepri, Suryono, menjelaskan bahwa secara spasial, selain Batam, Kabupaten Karimun juga mengalami inflasi sebesar 0,02% (mtm). Sementara itu, Kota Tanjungpinang justru mencatatkan deflasi sebesar 0,05% (mtm).
”Secara tahunan, inflasi di Kepri mencapai 2,53% yoy (year-on-year), sementara inflasi dari awal tahun hingga September tercatat sebesar 1,11% (year-to-date),” kata Suryono.
Inflasi di September paling banyak didorong dari pengeluaran kelompok pendidikan dengan andil sebesar 0,06% (mtm), sejalan dengan meningkatnya tarif akademi atau perguruan tinggi. Pendorong inflasi juga berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil sebesar 0,03% (mtm) terutama didorong oleh kenaikan komoditas sayuran antara lain bayam, kangkung, dan sawi hijau.
Suryono mengatakan, Bank Indonesia terus bersinergi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), baik provinsi maupun kabupaten atau kota se Kepri. Bank Indonesia juga gencar menerapkan strategi 4K (keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif).
”Berbagai langkah stabilisasi harga yang dilakukan selama September, termasuk rapat koordinasi TPID di Batam dan Tanjungpinang, serta High-Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Kepri, menjadi bagian dari upaya menjaga stabilitas harga di wilayah ini,” ucap Suryono.
Selain itu, sejumlah inisiatif lokal seperti Gerakan Pangan Murah (GPM) dalam rangka memperingati HUT Provinsi Kepri, serta Gerakan Sekolah Menanam (GSM) yang dilaksanakan secara mandiri oleh berbagai sekolah di Batam, Karimun, dan Bintan, juga berkontribusi dalam menjaga pasokan pangan lokal.
Ke depan, TPID akan terus memantau sejumlah risiko yang dapat mempengaruhi inflasi,
seperti curah hujan yang tinggi yang dapat mengganggu pasokan pangan, kenaikan harga beras akibat belum masuknya musim panen, serta fluktuasi harga emas di pasar global. Di sisi lain, beberapa faktor yang dapat menahan inflasi termasuk penyesuaian harga BBM non-subsidi mulai 1 Oktober 2024 dan ketersediaan pasokan komoditas penting seperti daging dan telur ayam ras.
”Dengan sinergi yang terus terjalin antara lembaga dan instansi terkait, kami berharap inflasi di Kepri secara keseluruhan dapat tetap terkendali,” ujar Suryono. (*)