batampos – Permasalahan Pulau Rempang yang terjadi belakangan ini menjadi perhatian para bakal calon legislatif DPD RI dari Dapil Kepri, yakni Ismeth Abdullah, Ria Saptarika, Hardi S. Hood, dan Stephane Gerald Martogi Siburian.
Mereka hadir dalam kegiatan poadcast Batam Pos di Hotel Four Points by Seharton Batam, Rabu (20/9) siang.
“Masalah Rempang minggu minggu ini sangat-sangat memprihatinkan,” ujar Ismeth Abdullah mengawali pembicaraan.
Mantan Gubernur Pertama Kepri ini menilai penyelesaian masalah Rempang harus melalui musyawarah. Sehingga hak-hak seluruh warga dapat dipenuhi.
“Yang penting dalam pemanfaatan ruang, hak-hak dari para warga harus dihormati dan penyelasiannya dengan berunding, musyawarah, jangan sesekali memakai kekerasan,” katanya.
Baca Juga:Â Rusunawa Pemko Batam Sudah Siap Menerima Warga Rempang
Ismeth mengaku sudah kerap melakukan penggusuran dan relokasi saat menjabat Gubernur Kepri. Namun penggusuran itu dilakukan dengan musyawarah dan ada solusi.
Ia mencontohkan penggusuran 3000 warga Dam Duriangkang. Saat itu, ia menyediakan kaveling di Bida Ayu, Seibeduk, dan memberikan ongkos pindah kepada masing-masing warga.
“Saya juga sering memindahkan orang. Merelokasi banyak di Batam. Tidak ada masalah,” ungkapnya.
Menurut Ismeth, selain memenuhi hak warga, pemerintah juga harus memberikan perlindungan. Sehingga masyarakat tetap mendapatkan harga diri dan kehormatan.
“Ini warga kita. Pemecahannya dengan baik-baik. Tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah. Win win solusion,” tuturnya.
Baca Juga:Â Terlibat Kericuhan, 11 Warga Tangki Seribu Akhirnya Disidang
Hal senada dikatakan Ria Saptarika. Mantan Wakil Walikota Batam ini menegaskan pemerintah harus mendapatkan persetujuan warga sebelum melakukan relokasi.
“Warga sudah turun temurun tinggal di sana, puluhan tahun. Tidak bijak dilakukan pengusiran tanpa persetujuan,” katanya.
Ia juga meminta pemerintah untuk memikirkan nasib warga sebelum merelokasi. Seperti menyediakan rumah yang laik, sehingga warga busa menata kehidupannya dikemudian hari.
“Kenapa tidak 16 kampung tua itu ditata rapi sedemikian rapi. Ini saya kira lebih baik dan diterima mereka. Saya sempat menyampaikan jumlahnya menjadi 8, mereka akan mau,” ungkapnya.
Sementara Hardi S. Hood menilai kisruh yang terjadi di Rempang akibat kurangnya pendekatan pemerintah ke warga.
“Isu penilakan relokasi itu sudah jauh diketahui BP Batam. Sayangnya pendekatan mendalam, pendekatan kultular tidak ada. Kemudian timbul kekacuan psikologi masyarakat, bertubi-tubi merasakan keresahan, timbul perlawanan,” katanya.
Ia berharap untuk menjaga situasi tetap kondusif, pemerintah harus segera melakukan pendekatab kultular, kemudian menari pasukan atau petugas dari Pulau Rempang.
“Yang penting mereka merasa nyaman, kenyamanan itu tidak bisa didapatkan masyarakat sekarang,” ujarnya.
Baca Juga:Â Polri Tidak Akan Biarkan Indonesia Dijadikan Arena Kejahatan Internasional
Sedangkan Stephane Gerald Martogi Siburian menilai permaslahan di Rempang disebabkan pendekatan yang salah oleh pemerintah. Seharusnya, pemerintah menyediakan masterplan dan solusi untuk warga.
“Masterplannya mana. Pusat ke daerah disinkronkan dulu masterplannya. Kita (warga Rempang) mau dikemanain dulu,” kata caleg muda berusia 27 tahun ini.
Ketua Dewan Pengurus Wilayah Gerakan Ekonomi Kreatif Kepulauan Riau ini mengaku mendukung penuh invetasi tersebut. Sebab akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan, dan menungkatkan perekonomian.
“Mentero menteri turun. Ini tidak main-main investasinya. Tapi paling tidak ada tahap pembangunan awal dulu, tahap pembangunan tidak ada dipindahkan ke rusun, masyarakat mayoritas nelayan, mau mancing kemana mereka,” tutupnya. (*)
Reporter: YOFI YUHENDRI