batampos – Sejumlah nelayan di Belakangpadang, Batam, mendapat intimidasi dari kapal patroli Marine Police Singapura. Kapal patroli itu membuat manuver gelombang laut yang hampir membahayakan nelayan.
Peristiwa itu terjadi pada 24 Desember kemarin. Dalam video yang beredar, terlihat lima unit kapal cepat nelayan sedang mencari ikan. Posisinya diduga berada di perbatasan laut Indonesia-Singapura.
Satu orang nelayan terlempar ke laut akibat guncangan keras akibat gelombang yang dibuat oleh kapal patroli Singapura. Untung saja, nelayan itu masih dapat terselamatkan.
Merespons kejadian tersebut, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepri, Distrawandi, menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan kapal patroli Singapura yang dinilai tidak manusiawi.
“Kita sangat kecewa dengan pihak Singapura. Manuver ke pompong seperti itu sangat membahayakan nyawa. Ini tindakan yang tidak berperikemanusiaan,” ujar dia, Kamis (26/12).
Menurutnya, nelayan tradisional tidak mungkin sengaja melanggar batas negara secara berulang kali, mengingat objek tangkap seperti ikan adalah sumber daya bergerak. Ia mendesak pemerintah Singapura untuk menghentikan tindakan arogansi seperti itu.
“Kami akan menggelar aksi protes ke Konsulat Jenderal Singapura di Batam besok pagi. Jika Marine Police terus bertindak seperti ini, artinya mereka mengajak konflik. Kami menuntut Singapura menghormati hubungan bertetangga,” katanya.
Ia juga meminta pemerintah Indonesia dan Singapura untuk segera duduk bersama guna menyepakati batas perairan secara jelas, termasuk melakukan sosialisasi kepada para nelayan.
“Kalau pemerintah sudah menetapkan koordinat yang pasti, maka nelayan akan mematuhinya. Tapi selama itu masih wilayah tangkap tradisional kami, kami akan tetap bertahan,” ujar Distrawandi.
HNSI Kepri mengutuk keras tindakan yang dinilai membahayakan nyawa nelayan tradisional ini dan meminta kedua negara mengutamakan dialog untuk menyelesaikan persoalan perbatasan. (*)
Reporter: Arjuna