Pendataan jumlah warga miskin di Provinsi Kepri sampai saat ini belum memenuhi harapan. Yang mencengangkan, banyak warga miskin, khususnya di daerah mainland atau perkotaan, dan desa-desa ternyata tak terdaftar dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) kabupaten/kota di Provinsi Kepri.
Hal tersebut terungkap pada saat rapat kerja bersama Dinas Sosial Provinsi Kepri beberapa waktu lalu di Batam bersama anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepri Sirajudin Nur.
Pada rapat kerja saat itu, diperkirakan di Kepri ini terdapat sekitar 34 ribu jiwa warga miskin atau rawan miskin yang luput dari pendataan di Provinsi Kepri.
Tak hanya itu saja. Pembaharuan data kemiskinan di Provinsi Kepri, ternyata juga berjalan lambat dan belum sepenuhnya ter-update.
Anggota DPRD Provinsi Kepri yang sudah menjabat dua periode berturut-turut ini menyoroti tentang kinerja pendataan warga miskin yang tak tepat sasaran dan tak dilakukan secara sungguh-sungguh dan valid oleh pemerintah daerah, mencontohkan beberapa kasus yang terjadi di masyarakat.
“Misalnya saja diketahui ada nama warga atau masyarakat yang faktanya sudah meninggal dunia, ternyata namanya masih aktif terdaftar sebagai warga miskin dalam DTKS pemerintah daerah, termasuk masyarakat yang sebenarnya mampu secara ekonomi, juga ada yang masih terdaftar sebagai warga miskin,” itu yang harus direvisi, sesegera data itu harus di update dengan benar,” terang politikus PKB yang tahun depan maju sebagai calon anggota DPD RI dari Dapil Kepri ini.
Pria kelahiran 11 Juni 1973 ini mendesak Pemprov Kepri dalam hal ini Dinas Sosial Provinsi Kepri, agar segera digesa secara terus menerus dengan melakukan pendampingan atau monitoring.
“Hal itu perlu dilakukan untuk memastikan warga atau masyarakat yang memang benar-benar kondisinya miskin secara ekonomi atau finansial, bisa terdata. Hal itu, mengingat salah satu fungsi dari DTKS adalah sebagai data dasar bagi warga miskin untuk menerima program bantuan pemerintah seperti Jamkesda,” tegasnya.
Seperti diketahui, di APBD 2023, Pemprov Kepri menganggarkan dana Jamkesda sebesar Rp 5 miliar. Jumlah tersebut, ditegaskan Sirajudin Nur, terbilang kecil nilainya dibandingkan dengan provinsi lain yang secara jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonominya relatif sama.
“Idealnya dengan jumlah warga miskin yang mencapai 100 ribu jiwa, harusnya anggaran untk Jamkesda minimal dianggarkan sebesar Rp 11 miliar di setiap tahunnya,” terangnya.
Untuk itulah, Sirajudin Nur, meminta Gubernur Kepri untuk lebih serius lagi dalam memberikan perhatian terkait jaminan kesehatan bagi warga miskin di Provinsi Kepri.
“Saya minta jangan ada lagi warga miskin di Kepri ini tak terlayani saat berobat, hanya karena tak memiliki biaya,” pintanya.
Seperti diketahui, program BPJS PBI yang menjadi harapan dan tumpuan warga miskin di Kepri, belum sepenuhnya mampu mencover seluruh warga miskin. Atas itulah, program alternatif dari pemerintah daerah, seperti Jamkesda sangat dibutuhkan, khususnya bagi masyarakat nelayan dan pekerja informal yang masuk dalam kategori miskin.
“Kita masih menghadapi persoalan warga miskin yang tidak tercover program jaminan kesehatan, baik itu JKN-KIS, maupun Jamkesda. Karena itulah saya mendesak agar Pemprov Kepri serius dalam memaksimalkan pendataan dan memperbesar anggaran Jamkesda dari saat ini hanya Rp 5 miliar per tahunnya, menjadi Rp 11 miliar,” tegasnya.
Tambahan anggaran tersebut, lanjutnya, untuk memperluas akses masyarakat miskin agar dapat menikmati layanan pengobatan secara gratis di semua faskes pemerintah maupun swasta. (adv/*)