batampos – Sidang kekerasan terhadap anak yang dilakukan JD terhadap putri kandungnya akhirnya bergulir di Pengadilan Negeri Batam, Rabu (22/1). Putri kandung terdakwa hadir sebagai saksi didampingi Unit PPA dalam sidang yang dipimpin hakim Very Irawan.
Dalam persidangan, terungkap kekerasan fisik terhadap korban yang dilakukan JD sudah kerap terjadi. Bahkan sudah pernah buat surat pernyataan untuk tak melakukan kekerasan.
Kekerasan fisik yang sempat viral dijagat maya adalah paling parah. Korban tak hanya mengalami luka disekujur tubuh dan kepala. Namun juga dengan kondisi leher dirantai menggunakan rantai tabung LPG 3 Kilogram. Diperkirakan berat rantai 5 kilogram.
Baca Juga: Pelajar Selundupkan 3,1 Kilogram Sabu, Ditangkap saat di Bandara Hang Nadim
Dalam proses persidangan, saksi korban anak memberikan keterangan dalam sidang tertutup, yang kemudian berlanjut dengan sidang dua saksi, yakni tetangga dan polisi dari Polsek Bengkong.
Tetangga korban menjelaskan bahwa JD kerap melakukan kekerasan fisik terhadap sang anak. Bahkan suara keras JD sering terdengar hingga ke rumahnya.
“Rumah saya hanya beberapa langkah dari rumahnya. Jadi kedengaran. Terdakwa sehari-sehari buka warung,” imbuhnya.
Menurut saksi, ia menemukan korban anak dibalik pintu tak jauh dari rumahnya. Kondisi sang anak dalam keadaan menangis dan sesak nafas. Leher korban terlilit rantai, yang diduga biasanya digunakan untuk merantai tabung gas milik terdakwa.
“Kondisinya sesak, rantai dililit dua kali dileher, kemudian diikat. Ada gembok, cuma kondisi rantau tidak digembok,” ujar saksi lagi.
Baca Juga: Fuel Card Hanya Berlaku di Batam, Menyulitkan atau Menyelamatkan?
Dikatakan saksi, ia tak bisa melepas rantai karena sang anak menolak. Karena itu ia memvideokan dan memberi informasi ke Ketua RT.
“Maksud saya untuk informasi saja, bukan disebar ke media. Karena korban tampak trauma saat mau saya lepas, jadi saya longgarkan saja biar tidak sesak,” tegasnya.
Hakim Monalisa, salah satu hakim anggota terlihat geram mendengar penjelasaan saksi. Bahkan Mona mempertanyakan apakah rantai itu untuk manusia atau binatang.
“Saya bingung itu rantai binatang atau manusia. Itu rantai berat loh, dililit ke leher, apa ngak sesak itu,” imbuh Mona.
Saksi polisi menjelaskan bahwa ia menerima laporan adanya kekerasan anak dan langsung ke lokasi. Dia melihat sang anak masih dalam kondisi terlilit rantai.
“Rantai tak digembok, hanya nyangkut. Saya lepas karena anak sudah dalam kondisi lemas,” imbuhnya.
Menurut saksi polisi, terdakwa juga saat ditemui sedang menyapu halaman. Dan mengaku pasrah.
“Saya temui terdakwa dan dia sudah pasrah,” tegas saksi polisi.
Keterangan saksi dibenarkan oleh terdakwa yang didampingi penasehat hukum dari LBH Suara Keadilan. Sidang ditunda pekan depan dengan saksi adcarge atau meringankan.
Diketahui, As, 13, babak belur dianiaya ibu kandungnya, Zu, 35, di rumah kontrakan mereka di Bengkong Harapan 2. Siswi kelas VI SD ini dipukul, kaki dan tangannya diikat tali rafia, serta lehernya dijerat rantai pada bulan November 2024 lalu.
Kasus penganiayaan ini terkuak dari laporan tetangga. Saat itu korban dengan kondisi lebam di wajah, memar di kepala, serta dalam kondisi terikat di dalam rumah berhasil meloloskan diri dan lari ke rumah tetangga.
Saat ditemukan itu, wajah anak korban terlihat sudah membiru hingga ketakutan jika rantai itu dilepas. (*)
Reporter: Yashinta