Sabtu, 23 November 2024

Jual Beli Suara di Bilik Kardus

Berita Terkait

spot_img
Warga Batam menggunakan hak pilihnya di bilik suara beberapa waktu lalu. Pengawas Pemilu serentak 2024 diminta waspada terhadap kecurangan seperti jual beli suara. (F. Dokumentasi Batam Pos)

batampos – Semua pihak harus mewaspadai kecurangan dalam Pemilu. Bukan hanya dari calon legislatif (caleg) atau tim suksesnya, tetapi juga dari penye-lenggara pemilu sendiri mulai dari tingkat KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), PPS (Panitia Pemungutan Suara), PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), hingga KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Atur mengatur suara yang dilakukan penyelenggara pemilu seolah menjadi hal yang lumrah setiap gelaran pesta demokrasi.


2019 lalu, para komisioner KPU Kota Batam secara gelondongan dipecat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Mereka adalah ketua KPU Batam Syahrul, dan empat anggota lainnya, Zaki Setiawan, Sudarmadi, Muhammad Sidik, dan Mulyadi. Mereka di-pecat karena melakukan pelanggaran kode etik berat.

Pemecatan ini berawal dari pengaduan H Syamsuri, calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat KPU Kota Batam, pengadu (H Syamsuri) memperoleh 4.119 suara. Namun, dalam pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat provinsi, tercatat mendapat 4.106 suara.

Baca Juga: 6 Fraksi DPRD Minta Tunda Tarif Parkir, Udin: Jangan Bayar Parkir Tarif Baru

Demikian halnya pada 2014 lalu, Ketua KPU Kota Batam saat itu Muhammad Syahdan juga dipecat karena jelas dan nyata melakukan pelanggaran kode etik keras. Dalam sidang DKPP di Tanjungpinang waktu itu, Syahdan disebut telah melakukan pemufakatan jahat. Sementara dua anggota KPU Batam waktu itu, Mulkan Siregar dan Ahmad Yani mendapatkan teguran keras dari DKPP.

Masih pada 2014, KPU Kepri juga memecat 41 orang Panitia Pemilihan Kecamatan dan Panitia Pemungutan Suara se-Kota Batam. Mereka dipe-cat karena dinilai tidak menjalankan tugasnya dengan baik selama tahapan hingga pelak-sanaan Pemilu Legislatif.

Beberapa kesalahan PPK dan PPS yang dipecat antara lain tidak melakukan rekapitulasi suara dengan baik dan tidak menjalankan tugasnya dalam pengisian dan pembagian formulir tertentu kepada peserta Pemilu. Anggota PPK dan PPS yang bermasalah itu diganti agar tidak mengulang kesalahannya dalam Pemilihan Presiden 9 Juli 2014 lalu.

”Sebanyak 41 orang PPK dan PPS bermasalah sesuai dengan hasil evaluasi sudah kami pecat dan kami ganti dengan yang baru,” kata Ketua KPU Kepri, Said Sirajudin, saat itu.

Ilustrasi: Suasana simulasi pemungutan surat suara di TPS 3 Kelurahan Tanjungriau, Sekupang. F Dalil Harahap/Batam Pos

Sementara itu, seorang anggota KPPS di Batuaji yang baru dilantik belum lama ini mengaku kecurangan atau jual beli suara saat di TPS sangat memungkinkan terjadi. Yang paling mudah dideteksi adalah undangan pencoblosan yang tersisa.

”Biasanya undangan ini yang dimainkan. Berkaca dari Pemilu periode lalu, kalau ada undangan sisa, itu biasanya sudah ada tim sukses yang hubungi KPPS. Itu ada harganya per undangan,” ujarnya.

Selain itu, ia mengatakan, tidak jarang anggota KPPS justru masuk dalam tim sukses caleg tertentu. ”Nah, ini akan memudahkan dia nantinya menaikkan suara caleg yang didukungnya. Ya, mudah-mudahan Pemilu di tahun ini akan lebih bagus dari tahun-tahun sebelumnya,” harapnya.

Seorang mantan anggota KPPS pada periode lalu berinisial AS di wilayah Tanjunguncang tegas mengatakan bahwa undangan mencoblos adalah hal yang paling mudah dimainkan saat di TPS. Jika ada undangan lebih akan dikumpulkan dan diberikan kepada calon yang mau membayarnya.

Baca Juga: Kisah Prostitusi Online Pelajar Batam

”Nanti undangan itu akan diberikan kepada warga yang tidak punya hak suara. Dengan modal itu, maka warga tersebut bisa mencoblos. Dan walau warga itu bukan warga sekitar maka akan diloloskan oleh KPPS. Itu hampir terjadi di setiap Pemilu,” bebernya.

Kemungkinan kecurangan jual beli suara di bilik suara yang terbuat dari kardus tersebut bahkan sangat dimung-kinkan hingga tingkat penye-lenggara tertinggi di PPK dan KPU. Seperti halnya yang diungkapkan caleg DPRD Kepri dari Dapil Batam Center, Lubukbaja, Batuampar, Bengkong, Uba Ingan Sigalingging, bahwa kecurangan yang kemungkinan dilakukan penyelenggara Pemilu bisa dimulai dari tingkat paling kecil mulai dari TPS hingga input data di KPU.

”Makanya kalau dulu, saksi itu sangat capek. Saat penghitungan suara di TPS mau ada kesalahan untuk penghitungan. Kalau isu jual beli undangan pencoblosan itu sudah lama terdengar,” katanya.

Yang paling rentan adalah saat penghitungan suara. Menurutnya, pada periode lalu tidak terkoordinasi antara panitia penyelenggara dan bagian IT-nya. ”Di sinilah peluang-peluang penyelenggara itu tadi bermain.”

”Bahkan saat kotak suara sudah diantar ke kecamatan, harus ada aturan jelas siapa yang bisa masuk ke ruangan penyimpanan dan siapa yang tidak bisa masuk. Makanya saksi di sana harus siaga 24 jam. Kalau saya periode lalu, sampai ada 7 saksi di kantor kecamatan itu. Foto semua orang yang masuk ke dalam ruangan,” tambahnya.

Pergeseran suara di KPU Batam juga dimungkinkan terjadi dari caleg yang punya suara sedikit, dialihkan ke pemilik suara atau caleg yang lain. Ini memungkinkan terjadi saat melakukan penginputan suara. Kalau ini terjadi maka sudah dipastikan yang bermain adalah bagian IT-nya. Dan alasan klasik yang dilontarkan oleh penyelenggara pemilu adalah human error.

”Nah, bagaimana ini bisa terjadi, maka tentu KPU yang harus tahu ini. Jadi kalau ini ketahuan, maka alasan mereka adalah human error, kelelahan dan sebagainya. Padahal semua sudah dihitung. Bagaimana proses kerjanya, jam kerjanya dan sebagainya. Kalau saya melihat kekelahan itu adalah faktor kesengajaan. Atau sengaja melelahkan diri,” katanya.

Ia berharap ada sistem monitoring dari penyelanggara pemilu. Agar meminimalisir permainan mulai pencoblosan hingga penginputan data.

Komisioner KPU Batam Bosar Hasibuan mengatakan, jika berkaca dengan Pemilu 2019, banyak evaluasi yang sudah dilakukan KPU Kota Batam. Salah satunya dengan melakukan perencanaan yang baik yang didukung oleh sistem informasi. Sehingga ke depan rencana yang telah ditetapkan dapat dikontrol dengan baik. Selain itu, setiap penyelenggara diikat oleh sumpah jabatan dan fakta integritas sehingga ini dapat meneguhkan integritas penye-lenggara Pemilu tersebut.

Ilustrasi. Foto: jawapos.com

”Sistem ini kita buat setrans-paran mungkin, sehingga apabila terjadi perubahan suara atau perpindahan suara bisa dideteksi sedini mung-kin dan tidak ada celah untuk itu,” ucap Bosar.

Menurutnya pada Pemilu 2024 ini, KPU Batam menjunjung prinsip penyelenggaraan Pemilu aksesibel. Dimana hampir semua tahapan didukung sistem informasi termasuk dalam perhitungan suara di TPS-TPS sudah menggunakan Sirekap, dimana hasil penghitungan suara dapat diakses melalui sistem informasi tersebut sehingga menutup ruang atau celah penyelewengan.

”Rujukan kita PKPU Nomor 25 tahun 2023 dan SK KPU Nomor 66 Tahun 2024,” tambah Bosar.

KPU, lanjut Bosar, menjaga integritas jajarannya. Meng-hidari tindakan atau hal-hal yang mengarah kepada penyimpangan. Terlebih lagi, potensi penyimpangan ini tak hanya di KPU tetapi juga di sekretariat yang notabene PNS dan PPK yang ikut membantu KPU selaku penyelenggara Pemilu.

”Kami terus membangun kesadaran dan rasa tanggung jawab di lingkungan KPU Batam. Partisipasi dan pendidikan bagi masyarakat dalam pemilu juga terus ditingkatkan,” katanya.

Baca Juga: Jurnalis, Penggiat Olahraga hingga Calon Wakil Rakyat

Disinggung apa sanksi bagi komisioner KPU atau jajarannya hingga tingkat KPPS yang terlibat money politic, ia menjawab pidana Pemilu. ”Jika paham terhadap kode etik dan prilaku serta tupoksi tentu godaan caleg ini bisa dihindari,” tuturnya.

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menjadi lembaga yang memiliki peran strategis dalam menjaga demokrasi Pemilu. Sebagai lembaga independen, Bawaslu memiliki tugas utama mengawasi pelaksanaan Pemilu memastikan proses demokratis berjalan dengan baik dan adil.

Komisioner Kordinator Divisi Hukum dan Sengketa Bawaslu Kepri, Febri Adinanta, mengatakan, Bawaslu bertanggung jawab untuk mengawasi semua tahapan pemilihan. Mulai dari pendaftaran calon hingga pengumuman hasil resmi. Hal ini mencakup pemeriksaan administrasi, pemantauan kampanye, dan penanganan pelanggaran yang dilaporkan.

Bawaslu memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pemilihan. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan sengketa pemilihan kepada Bawaslu, yang kemudian akan melakukan mediasi atau memberikan putusan. ”Di sini kami juga memantau penggunaan dana kampanye oleh peserta pemilihan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku, termasuk batasan pengeluaran dan sumber pendanaannya,” ujar Febri.

Selain itu, Bawaslu memiliki wewenang untuk memberikan sanksi administratif terhadap pelanggaran pemilihan, seperti denda atau diskualifikasi. Keputusan Bawaslu dapat menjadi dasar bagi KPU untuk menetapkan calon terpilih.

Meskipun Bawaslu telah banyak berkontribusi dalam mengawasi pemilihan dan menyelesaikan sengketa, lembaga ini juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Beberapa di antaranya adalah upaya untuk memastikan transparansi dalam Pemilu, menanggulangi politik uang, dan memperkuat peran masyarakat sipil dalam proses demokratis.

Salah satu aspek kritis dari Bawaslu adalah independensinya. Bawaslu harus bekerja tanpa tekanan dari pihak manapun, termasuk dari pemerintah atau partai politik. Keberhasilan Bawaslu dalam menjalankan tugasnya sebagian besar tergantung pada keberanian dan integritas para anggotanya. (*)

spot_img

Baca Juga

Update