batampos – Hujan rintik-rintik membasahi sebagian wilayah Kota Batam, Rabu (27/11). Langit mendung dan udara sejuk seolah mengundang warga untuk tetap berdiam diri di rumah. Salah satunya adalah Rahmawati, warga Patam Lestari. Pagi itu, ia masih meringkuk di tempat tidurnya. Ketika ditanya mengapa belum pergi ke tempat pemungutan suara, Rahmawati hanya tersenyum tipis.
“Belum semangat bangun, rasanya malas sekali. Apalagi, pemilu tahun ini tidak seperti dulu yang meriah,” ujarnya saat berbincang dengan Batam Pos, Sabtu (30/11).
Bagi Rahmawati, pesta demokrasi kali ini terasa hambar. Ia mengaku tidak menemukan calon pemimpin yang sesuai dengan pemikirannya. “Tidak ada yang cocok. Jadi buat apa saya memilih?” katanya.
Cerita serupa datang dari Ari Akbar, seorang mahasiswa di Batam. Dengan nada santai, ia menyebut bahwa visi dan misi para calon kepala daerah tidak ada yang menyentuh hatinya.
“Semuanya terasa normatif, tidak ada yang benar-benar menggugah. Saya memilih untuk tidak memilih,” ucap Ari.
Kegelisahan juga dirasakan oleh Ardi. Ia mengaku sudah mengikuti perjalanan para pasangan calon sejak awal. Bahkan, ia sempat menjagokan salah satu paslon. Namun, ketika berada di bilik suara, keraguan menyergap.
“Saya takut salah pilih. Rasanya berat memikul tanggung jawab jika ternyata pilihan saya mengecewakan,” ungkap Ardi dengan nada pelan.
Lain lagi dengan Tia Cahya, warga Kabil. Ia biasanya menggunakan strategi “mending-mending” dalam menentukan pilihan. Namun, kali ini ia merasa tidak ada calon yang layak masuk kategori itu.
“Kalau biasanya, saya memilih yang mendingan. Tapi, di Pilkada ini, saya tidak menemukan yang bisa dibilang lebih baik. Akhirnya, saya golput saja,” tutur Tia.
Rintik hujan di Rabu (27/11) pagi itu menjadi saksi bisu dari kegalauan hati sebagian warga Batam, yang masih mencari harapan di balik bilik suara.
Fenomena golput di Batam tahun ini menjadi refleksi atas berkurangnya antusiasme warga dalam memilih pemimpin. Beberapa warga merasa tidak terwakili oleh calon yang ada, sementara yang lain memilih diam karena khawatir dengan konsekuensi pilihan mereka.
Batam Pos mencoba mengecek fenomena golput ini di laman https://pilkada2024.kpu.go.id/. Hasilnya, banyak masyarakat yang memilih golput.
Batam Pos melakukan pengamatan secara acak di beberapa TPS di Kecamatan Batam Kota terkait partisipasi publik dalam Pilkada 2024. Hasilnya, hampir seluruh TPS mencatatkan angka partisipasi di bawah 50 persen.
Di TPS 20 Baloi Permai, dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 513 orang, hanya 45 persen yang menggunakan hak pilih.
TPS 011 Belian dengan DPT 398 orang mencatatkan partisipasi sebesar 46 persen.
Sementara itu, TPS 001 Sukajadi Batam Kota dengan DPT 596 orang, partisipasi pemilih hanya mencapai 36 persen.
Di TPS 007 Sei Panas dengan DPT 575 orang, partisipasi hanya 38 persen.
Begitu pula di TPS 015 Taman Baloi dengan DPT 407 orang, jumlah pemilihnya hanya 41 persen, dan di TPS 008 Teluk Tering dengan DPT 569 orang, hanya 38 persen yang datang ke TPS.
Fenomena serupa terjadi di luar Kecamatan Batam Kota. Di TPS 015 Buliang, Batuaji dengan DPT 582 orang, partisipasi hanya 41 persen. TPS 011 Tanjung Sengkuang, Batuampar dengan DPT 577 orang, partisipasi pemilih hanya 45 persen. Di TPS 015 Bengkong Laut dengan DPT 295 orang, partisipasi hanya 36 persen, sedangkan TPS 024 Kabil dengan DPT 515 orang mencatatkan angka 42 persen.
TPS 022 Sagulung Kota dengan DPT 494 orang, partisipasi pemilih mencapai 53 persen, sementara TPS 006 Mukakuning, Sei Beduk dengan DPT 429 orang hanya 46 persen. Di TPS 019 Patam Lestari, Sekupang dengan DPT 545 orang, partisipasi tercatat 51 persen. Terendah tercatat di TPS 001 Lubuk Baja Kota dengan DPT 419 orang, di mana partisipasi hanya mencapai 26 persen.
Sebaliknya, tingkat partisipasi yang tinggi justru terlihat di luar Pulau Batam. Di TPS 001 Pecong, Belakangpadang dengan DPT 262 orang, partisipasi mencapai 75 persen. TPS 001 Batu Legong, Bulang dengan DPT 396 orang mencatatkan angka 84 persen. Sementara itu, TPS 003 Rempang Cate, Galang dengan DPT 581 orang mencatatkan partisipasi sebesar 55 persen.
Atas fenomena ini, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Kepulauan (Unrika), Rahmayandi Mulda, menilai rendahnya partisipasi pemilih di Batam disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah tingginya tingkat perpindahan domisili masyarakat.
”Mobilitas masyarakat Batam cukup tinggi, sehingga banyak pemilih yang tidak berada di tempat saat Pilkada berlangsung,” katanya.
Ia menyebut, kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya Pilkada sebagai alasan lain. Sosialisasi yang minim dari penyelenggara dianggap turut memengaruhi rendahnya antusiasme warga untuk memilih.
”Masyarakat juga cenderung apatis dan skeptis terhadap calon kepala daerah serta kondisi politik secara umum,” ujarnya.
Kemudian, ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan partai politik membuat pemilih rasional mantap untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Dalam pandangannya, kondisi ini telah berlangsung bertahun-tahun.
”Batam memiliki sejarah tingkat partisipasi pemilih yang rendah dari waktu ke waktu. Ini menunjukkan masalah struktural yang belum terselesaikan,” ujar Rahmayandi.
Lebih jauh, ia mengingatkan dampak serius dari rendahnya partisipasi pemilih. Hal itu dapat melahirkan pemimpin yang kurang peduli pada masyarakat. Akibatnya, daerah sulit untuk maju karena masyarakat dan pemerintah tidak sejalan dalam visi dan misi.
Rahmayandi menegaskan pentingnya harmoni antara pemerintah dan masyarakat dalam menjalankan pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang efektif adalah pemerintahan yang memiliki visi dan misi yang sama dengan masyarakat.
”Namun, saat ini banyak yang merasa hubungan itu manipulatif dan dipaksakan,” katanya.
Di sisi lain, Ketua Bawaslu Batam, Antonius Itoloha Gaho, juga memberikan tanggapan serupa. Ia memperkirakan, tingkat partisipasi hanya mencapai sekitar 50 persen, meskipun angka pastinya masih belum dihitung.
”Kami melihat antusiasme pemilih memang rendah, tetapi data pasti baru akan diketahui setelah seluruh proses selesai,” ujarnya.
Fenomena rendahnya partisipasi ini mengundang perhatian publik karena mencerminkan tantangan dalam penyelenggaraan demokrasi di tingkat lokal. Penyelenggara mestinya dapat mengevaluasi penyebab utama dan merumuskan langkah-langkah perbaikan ke depan.
Kondisi ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih inklusif untuk melibatkan masyarakat dalam proses politik. Selain meningkatkan kepercayaan publik, upaya ini juga bertujuan memperkuat legitimasi pemimpin yang terpilih.
Tingkat partisipasi pemilih yang rendah di Pilkada Batam 2024 menjadi pengingat bahwa demokrasi bukan hanya soal prosedur, tetapi juga keterlibatan aktif masyarakat. Perlu ada sinergi antara penyelenggara, calon pemimpin, dan masyarakat agar kepercayaan terhadap proses politik dapat dipulihkan.
Dengan hasil Pilkada yang masih dalam proses perhitungan, semua pihak menanti langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk mengatasi tantangan ini. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu mendatang akan menjadi indikator keberhasilan upaya perbaikan yang dilakukan.
Rendahnya tingkat partisipasi di Pilkada Batam tahun ini bukan hanya persoalan angka, tetapi juga refleksi kondisi demokrasi lokal yang memerlukan perhatian serius.
Sementara itu, Ketua KPU Batam, Mawardi, mengungkapkan, bahwa pihaknya belum dapat merilis data resmi mengenai tingkat partisipasi karena proses perhitungan masih berlangsung.
”Untuk menghitung tingkat partisipasi, ada rumus tertentu yang harus digunakan. Kami juga menunggu arahan dari KPU Provinsi Kepri terkait penetapan angka tersebut,” ujar dia, tempo lalu. (*)