batampos – Kasus kekerasan anak yang ditangani Satreskrim Polresta Barelang dan seluruh Polsek meningkat dibandingkan tahun lalu. Hingga September 2023 ini kasus kekerasan yang ditangani 103 kasus, sedangkan sepanjang tahun 2022 berjumlah 107 kasus.
Adapun 103 kasus tersebut dengan rincian 101 kasus kekerasan seksual terhadap anak dan 2 kasus kekerasan fisik. Dari seluruh yang ditangani pada tahun ini, 79 kasus diantaranya berstatus pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap (P21).
“Dibandingkan tahun lalu meningkat. Belum akhir tahun sudah 100 kasus,” ujar Kasat Reskrim Polresta Barelang, Kompol Budi Hartono.
Baca Juga: Tewas Saat Latihan Lomba, Ini Kronologi Tenggelamnya Mahasiswa Politeknik Batam
Dari laporan dan kasus yang diungkap, untuk kasus pelecehan seksual terhadap anak pelaku merupakan orang terdekat korban. Yakni ayah kandung, ayah tiri, tetangga, guru, dan pacar. Sedangkan kekerasan fisik dilakukan oleh ayah tiri dan pacar ibu.
Untuk kekerasan seksual anak, Modusnyapun beragam. Seperti memberikan uang, membelikan jajanan, dan dijanjikan dinikahi.
“Terlapor (pelaku) mayoritas orang terdekat. Dari seluruh kasus itu, 90 persen dilakukan orang terdekat,” katanya.
Dengan maraknya kasus kejahatan anak ini, Budi mengimbau semua pihak untuk bersama-sama mengawasi dan melindungi anak-anak. Menurut dia, pengawasan terhadap anak merupakan tugas bersama.
“Dari keluarga, dari pihak sekolah harus ikut ambil andil juga. Agar tidak terjadi kasus kekerasan anak lagi di kota Batam ini,” ungkapnya.
Sementara Sekretaris LPA Batam, Erry Syahrial menyayangkan masih tingginya kasus kekerasan anak di Batam.
“Sangat dikhawatirkan kasus cabul tinggi pada anak. Termasuk pada pelajar. Disumbang salah satunya oleh efek pergaulan bebas remaja,” katanya.
Baca Juga: Tak Terima Divonis 12 Tahun Penjara, PNS Pemko Batam Banding, Jaksa Pun Ikut Banding
Erry menjelaskan tingginya kasus pencabulan memang dipengaruhi medsos atau penggunaan ponsel bagi anak. Menurut dia, konten di media sosial dapat mempengaruhi perilaku anak.
“Selain itu pelaku saat ini juga mengincar korbannya melalui internet. Jadi konten-konten di medsos itu merusak nilai-nilai moral yang ditanamkan di rumah dan di sekolah,” katanya
Erry menilai selain membatasi penggunaan ponsel, orangtua juga harus membatasi anaknya untuk mengenal orang yang lebih dewasa. Kemudian memberikan pemahaman tentang bahayanya pergaulan bebas.
“Intinya balik lagi ke keluarga. Bagaimana pengawasan dan memberikan anak pemahaman,” katanya.
Selanjutnya, kata Erry, orangtua juga harus memberikan kenyamanan kepada anaknya khususnya saat dirumah. Hal ini untuk mengantisipasi anak kabur dari rumah.
Biasanya, ketidak betahan anak di rumah tersebut yang dimanfaatkan para pelaku pencabulan. Sehingga, anak akan merasa lebih nyaman dengan orang lain.
“Karena sering komunikasi dengan pelaku ini, maka anak akan lebih nyaman. Jadi nekat kabur dari rumah,” tutupnya. (*)
Reporter: YOFI YUHENDRI