Selasa, 17 September 2024
spot_img

Kejari Periksa Ulang Saksi Kasus BPJS Ketenagakerjaan

Berita Terkait

spot_img
TSK BPJS TK
Empat tersangka kasus korupsi pembangunan gedung BPJS TK saat di kantor Kejari Batam. Foto: Cecep Mulyana/ Batam Pos

batampos – Usai menetapkan 4 tersangka dugaan korupsi jasa konstruksi pembangunan Gedung BPJS Ketenagakerjaan Sekupang di Sagulung, penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam kembali memanggil ulang saksi. Pemanggilan saksi bertujuan untuk mempertajam ketera-ngan saksi hingga penguatan adanya Perbuatan Melawan Mukum (PMH) para tersangka.

Kasi Intel Kajari Batam, Tiyan Andesta, mengatakan, pemanggilan ulang saksi sudah dilaksanakan dalam seminggu terakhir. Dimana, proses penyidikan berlangsung oleh bidang pidana khusus Kejari Batam.



“Tidak semua saksi dipanggil ulang, hanya yang memang dibutuhkan oleh penyidik untuk mempertajam keterangan dan PMH tersangka,” ungkap Tiyan, kemarin.

Dikatakan Tiyan, selain pemperdalam keterangan saksi, biasanya penyidik juga menye-lesaikan pemberkasaan penyidikan untuk nantinya diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Jadi, sembari memeriksa ulang saksi, juga disiapkan pemberkasaan perkara tersebut,” tegas Tiyan.

Sementara, Kasi Pidsus Kejari Batam, Tohom Hasiholan, juga mengatakan hal senada. Menurutnya, saat ini penyidik fokus dalam pemeriksaan ulang saksi. “Jadi kami memang melakukan pemanggilan ulang saksi,” ujar Tohom.

Sebelumnya, Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam akhirnya menetapkan 4 tersangka dalam dugaan tipikor jasa konstruksi pembangunan gedung BPJS TK Sekupang pada Senin (15/7). Dari keempat tersangka, dua di antaranya adalah pegawai BPJS TK dan dua dari perusahaan konsultan PT GTD.

Kepala Kejari Batam, I Ketut Kasna Dedi, mengatakan, penetapan tersangka berdasarkan serangkaian hasil penyidikan. Yang mana, dalam proyek pembangunan Gedung BPJS TK ditemukan perbuatan melawan hukum yang dinilai terindikasi korupsi.

Berdasarkan penyidikan, Kejari Batam menetapkan 4 tersangka. Mereka adalah A dan JXR dari PT GTD, sementara BSP dan BW dari BPJS Ketenagakerjaan. Salah satu dari perusahaan yang ditetapkan adalah direktur perusahaan.

Dugaan kasus korupsi bermula ketika BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2019 melakukan pengadaan gedung Cemara Asri Blok BB 1 Nomor 30, 31, 32, 32A, 32B di Sagulung, Kota Batam. Kemudian, di Tahun 2020 BPJS Ketenagakerjaan melakukan pengadaan dengan metode penunjukan langsung (PL) untuk mencari penyedia Jasa Konsultan Perencana atas renovasi Gedung tersebut.

Dimana, dalam proses Penunjukan Langsung, tersangka JXR selaku Manager PT GTD menghadiri proses Anwijzing (penjelasan pekerjaan) yang dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Setelah itu, tersangka JXR menyusun dan mengajukan dokumen penawaran, dimana salah satu dokumen penawaran berupa dokumen teknis, dievaluasi dan diasesmen oleh BSP dengan nilai hasil evaluasi 85. Atas hal tersebut, PT GTD dinyatakan sebagai Penyedia Konsultan Perencana Pengadaan Renovasi Gedung BPJS Ketenagakerjaan Sekupang Kota Batam.

Selanjutnya, pada tanggal 3 Maret 2021, BPJS Ketenagakerjaan melakukan perikatan dengan tersangka A selaku Direktur PT GTD melalui Surat Perintah Kerja (SPK) dengan nilai sebesar Rp300.000.000, untuk masa pelaksanaan selama 60 hari kalender terhitung sejak tanggal 24 Mei 2021 sampai dengan 18 Juli 2021.

“Pada masa pelaksanaan, PT GTD tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu pelaksanaan, sehingga dilaksanakan Addendum SPK pada tanggal 23 November 2022 atas usul tersangka BW, dan terjadi penyesuaian harga menjadi Rp438.248.091,” sebut Kasna.

Atas nilai SPK tersebut, BPJS Ketenagakerjaan telah mencairkan dana dalam 3 tahap. Di antaranya tahap I sebesar Rp105.000.000, tahap 2 Rp150.000.000, tahap 3 Rp117.163.150.

Setelah PT GTD menyelesaikan perencanaan atas Renovasi Gedung BPJS Ketenagakerjaan Sekupang Kota Batam, kemudian BPJS Ketenagakerjaan melakukan perikatan dengan PT RJL selaku Penyedia Pelaksana yang terpilih melalui lelang/tender.

Pada tahap awal pekerjaan yang dilakukan oleh PT RJL, ditemui bahwa gambar perencanaan yang dibuat oleh PT GTD tidak dapat dilaksanakan karena tidak sesuai dengan kondisi eksisting bangunan.

“Atas hal tersebut, BPJS Ketenagakerjaan dan PT RJL sepakat untuk mengakhiri kontrak dengan nilai prestasi yang telah dikerjakan sebesar 5,381 persen atau sejumlah Rp499.800.000,” sebut Kasna.

Sehubungan dengan pencairan dan pembayaran yang telah dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan, hingga saat ini bangunan tersebut masih belum dapat dimanfaatkan karena proses pengadaan yang tidak sesuai dengan tujuan, prinsip, dan etika pengadaan barang/jasa. Oleh karena itu, perhitungan kerugian negara yang telah dilakukan oleh BPK kurang lebih sebesar Rp764.324.901,18. (*)

 

Reporter : Yashinta

spot_img
spot_img

Update