Sabtu, 30 November 2024
spot_img

Kenaikan Upah Minimum 6,5 Persen, Pengusaha Batam Tunggu Aturan, Buruh Harap Kesejahteraan

Berita Terkait

spot_img
Ilustrasi. Pekerja pabrik menaiki bus saat pulang kerja di Batuaji. Foto: Dalil Harahap/ Batam Pos

batampos – Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan upah minimum sebesar 6,5 persen. Kebijakan ini disampaikan sebagai langkah pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Namun, keputusan tersebut memunculkan beragam tanggapan dari berbagai pihak, termasuk dunia usaha dan serikat pekerja. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid, belum dapat memberikan tanggapan resmi terkait kebijakan tersebut.


“Kita belum bisa memberikan tanggapan apa-apa karena kita belum baca aturan yang melandasinya,” ujarnya, Sabtu (30/11).

Akan tetapi, menurut dia, sejauh ini informasi yang diterima baru sebatas pernyataan lisan dari Presiden. Pelaku usaha di Batam masih menunggu kepastian aturan resmi mengenai kenaikan upah minimum tersebut.

“Kita belum tahu penerapannya nanti seperti apa. Apakah merata di seluruh Indonesia, atau ada pengecualian, kita belum tahu. Lalu ada rencana pemerintah membedakan antara upah minimum padat karya dan padat modal. Apakah ini berlaku untuk keduanya atau hanya salah satu? Semua masih menunggu,” kata dia.

Dunia usaha, lanjutnya, membutuhkan kepastian regulasi agar dapat melakukan perencanaan biaya produksi untuk tahun mendatang. Semakin lama aturan ini tertunda, semakin besar potensi kerugian yang akan dialami oleh dunia usaha.

“Intinya sebelum aturan mengenai upah minimum diterbitkan pemerintah, semua ini masih sebatas wacana saja. Kita berharap pemerintah secepatnya mengeluarkan regulasi terkait,” ujar Rafki.

Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam, Yapet Ramon, menyambut baik langkah Presiden Prabowo itu. Namun, ia menilai kenaikan 6,5 persen tersebut belum mencukupi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja, khususnya di Batam.

“Kami mengapresiasi langkah Presiden yang mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168. Tetapi angka 6,5 persen masih jauh dari kebutuhan hidup layak, terutama di kota seperti Batam,” katanya.

Ramon menyebut, survei KHL yang dilakukan FSPMI di tiga pasar utama di Batam, menunjukkan lonjakan harga kebutuhan pokok. Berdasarkan survei tersebut, rata-rata kebutuhan hidup layak pekerja di Batam mencapai Rp6,1 juta per bulan.

“Dari survei itu, terlihat bahwa kebutuhan hidup layak di Batam memerlukan kenaikan sekitar 30 persen dari UMK Batam 2024,” katanya.

Meskipun kenaikan 6,5 persen merupakan langkah positif, angka tersebut masih jauh dari realitas kebutuhan pekerja. Ia harap, pemerintah dapat mempertimbangkan data kebutuhan hidup pekerja di setiap daerah, terutama di wilayah industri seperti Batam.

“Keputusan ini memang menunjukkan komitmen Presiden terhadap kesejahteraan pekerja. Namun, penting untuk memastikan kebijakan upah mencerminkan kebutuhan pekerja secara nyata,” ujar Ramon.

Serikat pekerja yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Batam juga memberikan apresiasi terhadap kebijakan ini. Mereka berharap pemerintah lebih serius dalam mempertimbangkan masukan dari pekerja terkait upah minimum.

“Kami berharap pemerintah terus melibatkan pekerja dalam proses pengambilan keputusan agar kebijakan yang dihasilkan lebih adil,” ujarnya. (*)

Reporter: Arjuna

spot_img

Update