Senin, 23 September 2024

Kisah Remaja Putri Aniaya Remaja Putri Lain

Berita Terkait

spot_img

rundungbatampos – Satreskrim Polresta Barelang bersama Unit Reskrim Polsek Lubukbaja bergerak cepat menangkap komplotan penganiaya anak yang viral di media sosial (medsos), Jumat (1/3) siang. Pelaku berjumlah empat orang yang semuanya cewek, yakni remaja berinisial RS, LS, AR dan SR.

Mereka ditangkap di kediamannya di Bengkong dan Punggur, Nongsa. ”Sudah ditangkap semuanya,” ujar Kanit Reskrim Lubukbaja, Ipda Jonathan Reinhart Pakpahan, kemarin.
Namun, Jonatahan belum bisa menjelaskan motif penganiayaan dan peran masing-masing pelaku tersebut. ”Pelaku masih dimintai keterangan,” katanya.



Dalam video yang viral tersebut, para pelaku berulang kali menganiaya korban yang masih di bawah umur. Tampak dua orang yang berbeda menjadi korbannya.

Sementara itu, salah seorang pelaku AR, mengaku penganiayaan tersebut dilakukannya karena sakit hati dengan korban. Sebab, korban kerap memanggilnya dengan sebutan yang tidak baik.

”Dia sengak-sengak di depan warga, dan memanggil saya lonte,” kata remaja 14 tahun ini.
Selain memanggil dengan sebutan tak baik, kata AR, korban juga menyebarkan fitnah. Korban mengatakan kepada warga bahwa pelaku kerap melakukan hal yang buruk. ”Saya dituduh jual perawan orang. Itu kan gak benar. Memang sengaja direkam, biar jadi bukti kelakuannya itu gak benar,” katanya.

AR mengaku bahwa ia bersama komplotannya tersebut merupakan remaja putus sekolah. Ia sendiri berdomisili di Bengkong bersama RS. ”Saya numpang, orangtua jauh di Riau,” tutupnya.

Sementara korban, SC yang ditemui di Mapolsek Lubukbaja, tampak lemas saat dimintai keterangan oleh penyidik. Remaja 17 tahun ini masih enggan berkomentar dengan kejadian yang menimpanya tersebut.

Kekerasan anak yang mendapat sorotan jagat maya bahkan para selebritis tersebut, menjadi perhatian Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Batam. Ketua LPA Batam, Setiyasih Priherlina mengatakan bahwa peran orangtua sangat penting.

“Periksa sedini mungkin anak-anak kita dengan siapa dia bergaul, lingkungan seperti apa pergaulan mereka. Kalau orangtua tidak berdaya maka anak-anak lebih tidak berdaya lagi,” kata Setyasih Priherlina kepada Batam Pos, Jumat (1/3).

Ia mengimbau keada orangtua agar segera menarik anak-anaknya dari lingkungan yang keras. Sehingga, anak-anak tersebut tidak menjadi korban atau pelaku kekerasan.
Kekerasan terhadap anak di Nagoya tersebut, sangat membuatnya prihatin. Apalagi, semua pelaku dan korban adalah perempuan. “Penanganan kasus ini harus serius. Ini tak sekedar perundungan semata, tapi ada kekerasan juga,” ujar Setyasih.

 

Kekerasan Tradisi Inisiasi Masuk Kelompok
Di lain pihak, anak presenter dan musisi Vincent Rompies, LFR, tidak masuk daftar empat tersangka kasus perundungan di SMA Bina Nusantara (Binus), Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Itu jika dilihat dari inisial para tersangka kasus yang mengakibatkan korban mengalami sejumlah luka tersebut.

Satuan Reskrim Polres Kota Tangsel menyebut keempat tersangka adalah E, 18,3 tahun; R, 18,3 tahun; J, 18,11 tahun; dan G, 19 tahun.

”Empat orang ditingkatkan statusnya menjadi tersangka, diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur, sebagaimana dimaksud Pasal 76C jo Pasal 80 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 KUHP,’’ ungkap Kasatreskrim AKP Alvino Cahyadi dalam konferensi pers di Mapolres Kota Tangsel, BSD Serpong, Jumat (1/3).

Alvino melanjutkan, tujuh pelaku lainnya merupakan anak di bawah umur atau disebut juga anak yang berkonflik dengan hukum (ABH). Karena itu, pihaknya tidak mengungkap identitas ketujuh pelaku.

Ke-7 ABH, terang Alvino, diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C jo Pasal 80 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 KUHP.

Sementara itu, seorang pelaku yang juga di bawah umur ditetapkan sebagai tersangka, namun dengan kasus berbeda. ”Satu orang anak (tersangka, red) diduga melakukan tindak pidana melanggar kesusilaan terhadap anak korban, sebagaimana dimaksud Pasal 76C jo Pasal 80 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 4 ayat (2) huruf d jo Pasal 5 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau Pasal 170 KUHP,” jelasnya seperti dikutip dari Radar Banten (grup Batam Pos).

Jadi, total ada empat tersangka dan delapan ABH. Dalam kesempatan itu, Alvino enggan mengungkap apakah dari 12 orang tersebut ada anak Vincent Rompies.
Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Diyah Puspitarini mengatakan, kasus perundungan tersebut masih perlu dikawal sampai tuntas.

”Kita masih perlu mengawal penegakan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak. Jangan sampai ada hak-hak anak yang terabaikan. Oleh sebab itu, kami mohon kerja sama semua komponen terkait,’’ ujarnya.

Alvino menyampaikan, kasus perundungan terjadi dua kali, pada 2 dan 13 Februari 2024.

”Kejadian terjadi di warung sekolah. Korban berusia 17 tahun, laki-laki, pelajar kelas 1 SMA,” katanya.

Antara korban dan pelaku merupakan rekan satu sekolah. Para terduga penganiaya dikenal sebagai Geng Tai.

”Para pelaku secara bergantian melakukan kekerasan terhadap korban dengan dalih tradisi yang tidak tertulis sebagai tahapan untuk bergabung dalam suatu kelompok,” kata Alvino.

Berdasar visum, akibat kekerasan tersebut, pada korban didapati luka-luka. Yang pertama memar di leher, yang kedua luka lecet di leher, yang ketiga luka bekas sundutan rokok pada leher bagian belakang, dan yang keempat luka bakar pada tangan kiri.

”Selanjutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan psikolog terhadap korban, korban mengalami dampak psikologis berupa rasa ketakutan, merasa tertekan, dan stres akut,” ucapnya.

Berdasar hasil gelar perkara, ditemukan dugaan adanya peristiwa pidana sehingga perkara tersebut ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. Selama proses penyidikan, juga telah dilakukan serangkaian pemeriksaan terhadap saksi-saksi, barang bukti, dan pemeriksaan terhadap ahli.

”Selanjutnya, penyidik menemukan cukup bukti sehingga dilaksanakan gelar perkara pada Kamis, 29 Februari 2024, untuk menaikkan status saksi ke anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) dan status saksi menjadi tersangka,” lanjutnya. (*)

 

Reporter : YOFI YUHENDRI

spot_img

Update