batampos – Sebanyak 161 orang WNI dideportasi dan 17 orang direpatriasi dari Johor, Malaysia, Sabtu (18/2) lalu. Kebanyakan para WNI ini dideportasi dari Malaysia setelah terjaring razia akibat tidak memiliki visa kerja, tidak memiliki dokumen, dan overstay. Selain itu, kebanyakan juga tertangkap saat awal masuk secara ilegal ke Malaysia.
Kepala BP3PMI Kepri, Amingga mengatakan keseluruhannya berjumlah 178 orang. Terdiri dari 123 laki-laki, 48 perempuan, 6 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan.
“Kami akan pulangkan ke daerah asal masing-masing. Namun, saya berharap pemerintah daerah setempat melakukan pembinaan, rehabilitasi sosial. Semua itu, agar mereka tidak lagi berangkat ke luar negeri secara non prosedural,” kata Amingga ke Batam Pos, Kamis (23/2).
Baca Juga:Â Kasus Pencurian di Batam Meningkat, Ini Penyebabnya
Pembinaan dan rehabilitasi sosial ini, kata Amingga, adalah sesuatu yang penting. Sebab, jika pemerintah daerah tidak memberikan perhatian, akan dapat menyebabkan permasalahan sosial kedepannya. “Akan timbul permasalahan sosial, yang akan merepotkan pemerintah daerah itu sendiri,” tuturnya.
Amingga mengatakan, jajaranya sudah mendata seratusan PMI ilegal tersebut. Petugas BP3MI mengelompokkan berdasarkan pendidikan, asal, pekerjaan, tahun masuk dan cara masuk ke Malaysia.
Secara pendidikan, kebanyakan para PMI ini hanya lulusan SD atau sederajatnya, lalu disusul SMA dan SMP. Namun, uniknya dari seratusan para PMI ilegal ini, ada satu orang yang mengenyam pendidikan hingga sarjana.
Baca Juga:Â Ketua DPRD Batam Sepakat Impor Ikan Untuk Penuhi Kebutuhan Masyarakat
“Mereka ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, namun paling banyak berasal dari NTB, Jawa Timur dan Sumatera Utara,” ungkap Amingga.
Saat di Malaysia, para PMI ilegal ini bekerja di berbagai sektor mulai dari bangunan, kedai sembako, restoran, perkebunan, kilang, asisten rumah tangga dan bengkel. Namun, ada juga yang ditangkap sebelum mendapatkan pekerjaan di Malaysia.
Dari data yang didapat Batam Pos, kebanyakan para PMI ke Malaysia secara ilegal, melalui salah satu pelabuhan resmi di Batam. Mereka masuk hanya mengandalkan visa kunjung saja. Berdasarkan tahun masuk, kebanyakan datang ke Malaysia di tahun 2019, 2022 dan 2018. Namun, ada juga beberapa orang yang sudah sangat lama di Malaysia, sejak tahun 2005.
“Ada dua orang itu, sejak tahun 2005, lalu satu orang sejak tahun 2006,” ungkap Amingga.
Baca Juga: Bandara Hang Nadim Buka 3 Rute Baru Mulai Maret
Selain masuk melalui jalur depan atau pelabuhan resmi. Para PMI ilegal ini juga masuk ke Malaysia melalui jalur belakang. “Mereka mengakui masuk melalui wilayah Nongsa, paling banyak itu masuk ke Malaysia tahun 2022,” ucap Amingga.
Selain dari Batam, para PMI ilegal ini masuk melalui Tanjungpinang, Bintan, Karimun, Tanjung Balai Asahan, Belawan, Bengkalis. Bahkan ada beberapa orang yang terbang dari daerah asal ke Malaysia, dari Kuala Namu, Bandara Lombok Praya, Surabaya dan Palembang.
“Namun, jumlahnya tak banyak, bisa dihitung sama jari saja. Sedangkan, masuk ke Malaysia melalui Batam, jumlah paling dominan,” kata Amingga.
Saat ditanya 7 orang anak-anak yang ikut dipulangkan dari Malaysia, Amingga mengatakan mereka adalah anak-anak dari para PMI non prosedural lahir di Malaysia. (*)
Reporter: FISKA JUANDA