Jumat, 20 September 2024

Masyarakat Batam Cerdas, Takkan Terjebak Politik Identitas

Pilkada Batam Ujian Nyata bagi Demokrasi dan Kerukunan

Berita Terkait

spot_img
331ff3fb082a98639ef457358092fcc0
Ilustrasi. Foto: INT

batampos – Tensi politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kian meningkat. Itu pula yang terjadi di Kota Batam, Kepulauan Riau, pascabeberapa partai telah mengeluarkan rekomendasinya ke sejumlah bakal calon wali kota dan wakil wali kota.

Ada beberapa nama yang beredar, seperti Amsakar Achmad, Marlin Agustina, Jefridin Hamid, dan Li Claudia Chandra. Ini semakin menambah semarak perpolitikan di Batam. Namun, sejak nama Li Claudia tersiar, beragam postingan muncul soal primordialisme dan agama.



Sebagai pengusung Li Claudia, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mengaku belum mendengar isu politik identitas yang dimainkan oleh oknum tertentu. Mereka menekankan bahwa yang dikedepankan saat ini ialah ideologi partai itu sendiri.

“Saya belum ada mendengar isu politik identitas yang menyeret nama Buk Li Claudia Chandra. Kami dari Partai Gerindra, adalah partai nasionalis. Kalau nasionalis tidak mengenal politik identitas, yang pasti kita terus bekerja dan berbuat untuk masyarakat,” kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Batam, Nyanyang Haris Pratamura, Sabtu (13/7).

Isu politik identitas, menurut dia, adalah mengenai pemahaman masyarakat saja. Ia yakin warga Batam cerdas dalam menentukan pilihan politiknya dan tak mudah terpengaruh oleh rumor demikian.

Baca Juga: Sempena Pilkada Kepri 2024, Progres Coklit Capai 97,35 Persen

Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kepri, Ferry Muliadi Manalu, mengatakan persoalan ini (politik identitas) memang tidak terkandung dalam Peraturan KPU (PKPU), tetapi isu demikian menjadi musuh bersama.

KPU Kepri menekankan agar masyarakat mengedepankan visi misi dan program calon kepala daerah dalam menentukan pilihannya. “Dalam memilih calon, pilihlah berdasarkan visi misi dan program, bukan dengan permainan isu politik identitas. Kita (KPU) juga tidak bisa menilai seberapa tinggi peran isu politik identitas ini dalam mempengaruhi suara pemilih,” ujarnya.

Dosen Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Kepulauan (Unrika), Rahmayandi Mulda menjelaskan, politik identitas di Batam dari segi agama tidak terlalu berdampak secara signifikan. Akan tetapi, kalau soal etnis atau kesukuan, baginya masih sangat berpengaruh.

“Saya rasa politik identitas baik dalam hal apapun, baik itu agama, suku, ataupun kekeluargaan, tidak menjadi jualan kampanye ke depan karena dampaknya dapat menimbulkan egosentrisme dan polarisasi bagi masyarakat, sehingga dapat menimbulkan gesekan antara masyarakat itu sendiri. Pada akhirnya, kita akan makin sulit untuk maju,” ujar Rahmayandi.

Gesekan antarmasyarakat itu dapat dielakkan, asalkan lebih sadar dalam memilih pemimpin ke depannya. Apabila ada kandidat yang akan maju dengan memainkan politik identitas, ataupun menggunakan jabatan untuk kepentingan politik, sebaiknya tidak dipilih.

“Hal yang lebih penting adalah kesadaran dari calon-calon, ataupun tim sukses agar lebih mengedepankan kepentingan bersama untuk tidak memainkan politik identitas dalam Pilkada nantinya,” ujar dia.

Baca Juga: PPP Resmi Usung Amsakar-Li Claudia Candra

Isu politik identitas dinilai tak begitu berpengaruh terhadap masyarakat Batam. Kemajemukan warganya dalam berbudaya dan beragama jadi anasir, sehingga menciptakan kerukunan dan toleransi tingkat tinggi dalam aspek politik.

Batam, memang menjadi salah satu kota di Kepri yang paling disorot soal kerukunan masyarakat. Kemajemukan Batam membuat warganya jadi orang-orang yang toleran. Begitu yang disampaikan oleh Budayawan Melayu di Batam, Samson Rambah Pasir.

“Dalam masyarakat heterogenlah ditemukan toleransi,” katanya.

Dalam konteks masyarakat Batam yang majemuk, toleransi sudah terpelihara sebagai syarat untuk hidup bersama sejak lama. Kerukunan menjadi kata kunci untuk meneruskan kehidupan.

Ia menyebut, faktor budaya Melayu yang egaliter senantiasa memberi ruang dan peluang bagi etnis lain untuk tumbuh dan berkembang. Bangsa Melayu terus menjalankan perannya sebagai payung: menaungi dan meneduhi. Toleransi terus tumbuh.

“Sejak lama budaya Melayu yang egaliter yang lahir dari rahim masyarakat pesisir terbiasa berdampingan dengan budaya lain,” kata Samson.

Toleransi orang-orang Melayu memang tak diragukan. Itu telah dibuktikan dengan tingginya indeks kerukunan umat beragama (KUB) Kepri dengan nilai yang memuaskan. Tercatat, Kepri meraih nilai 83,58 pada tahun 2023. Bahkan di tahun 2022 menjadi peringkat pertama nasional.

Baca Juga: Marlin Agustina Ajak Generasi Muda Melek Digital

Indeks KUB digunakan untuk mengukur tingkat kerukunan masyarakat dalam beragama di Indonesia dengan tiga dimensi utama yang ditekankan. Diantaranya ialah toleransi, kesetaraan, dan kerja sama.

Deva Alvina Sebayang, Analis Kebijakan Keagamaan dari Puslitbang Bimas Agama Balitbang Kemenag RI, merincikan bahwa dimensi kerja sama Kepri mendapat nilai tertinggi, yakni 85,14. Sementara itu, dimensi kesetaraan mendapat nilai 83,87, dan indeks toleransi mencapai 81,47.

Dia menyimpulkan, Kepri merupakan wilayah kepulauan yang berbatasan dengan negara lain. Sejak dulu, wilayah ini juga merupakan daerah industri dan perdagangan laut, sehingga terbiasa dengan heterogenitas dan arus migrasi.

“Meski banyak pendatang, masyarakat lokal tidak merasa kecil di tanah sendiri, masih merasa tuan di tanah sendiri karena ada rasa aman,” ujar Deva.

Kepala Kanwil Kemenag Kepri, Mahbub Daryanto mengatakan, indeks KUB yang tinggi adalah bukti bahwa provinsi ini telah berhasil menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis. Setiap masyarakatnya merasa diterima dan aman, meskipun dari latar belakang agama dan budaya yang berbeda.

Ia menilai, Kepri telah menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam upaya memperkuat kerukunan antarumat beragama. “Ini tidak terlepas dari peran pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta umat beragama di Kepri,” ujarnya.

Walikota Batam, Muhammad Rudi, pernah menyampaikan bahwa tokoh agama memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga persaudaraan dan kerukunan. Toleransi menjadi faktor penting gina memperkuat rasa persatuan dan kesatuan.

Rudi tak ingin masyarakatnya terpecah belah hanya karena isu-isu miring yang tak dapat dipertanggungjawabkan. “Kita semua harus lebih teliti dalam menyerap infromasi agar tak mudah terprovokasi. Jaga persatuan agar Batam menjadi kota yang madani,” katanya. (*)

 

Reporter: Arjuna

spot_img

Update