Selasa, 26 November 2024

Memburu Mafia PMI Ilegal

Berita Terkait

spot_img
Ilustrasi: Sejumlah tersangka berhasil diamankan Polsek KKP Polresta Barelang saat jumpa pers penangkapan PMI ilegal di Mapolsek KKP, Sekupang, Selasa (7/2/2023). F. Dalil Harahap/Batam Pos

Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah pahlawan devisa yang memberikan kontribusi besar ke negara. Nilainya mencapai Rp 130 triliun di 2021. Namun, banyak pahlawan ini berstatus PMI nonprosedural alias ilegal.

LAPORAN: TIM BATAM POS


Sebut saja namanya Sularni (bukan nama sebenarnya), PMI nonprosedural dari Pulau Jawa. Kepada Batam Pos dan Romo Pascal, dia menceritakan pengalamannya bekerja di Malaysia, secara nonprosedural.

Beberapa bulan lalu, di medio Desember. Sularni menjual rumah dan tanahnya di Jawa. Uang tersebut akan dipergunakan untuk menyeberang dan bekerja di Malaysia. Kala itu, harapannya bisa mengubah hidup memuncak. Dalam angannya terbayang bisa kembali membeli tanah dan rumah yang lebih besar. Selain itu, dapat memberikan modal ke anaknya di Jawa.

Dari Jawa, Sularni terbang menuju Batam. Ia berusaha mencari informasi, tata cara bekerja di Malaysia. Akhirnya, ia mendapatkan informasi, tentang seseorang yang bisa membantunya. Namun, informasi bekerja di Malaysia secara nonprosedural.

Sularni memberikan uang sebesar Rp 6,5 juta. Dia dijanjikan akan dibuatkan paspor dan visa kerja. Tapi, seminggu sejak bertemu, orang tersebut tak kunjung datang. “Saya tertipu,” ujarnya.

Kehidupan di Batam, tak seperti di Jawa. Semuanya mahal dan Sularni harus membayar uang kos sendiri selama berada di Batam. Lalu, ia bertemu orang lainnya, menjanjikan bisa membawa masuk ke Malaysia, asal membayar Rp 10 juta.

“Saya ditipu lagi,” katanya.

Baca Juga: Ribuan Orang Tinggalkan Batam Menuju Singapura dan Malaysia

Setelah sekian lama di Batam, sekitar Januari, Sularni mendapatkan informasi dari tetangganya di Jawa. Ada seseorang yang sering membantu menyeberangkan ke Malaysia.

Orang yang tak diketahui namanya, meminta uang Rp 1,8 juta. Uang tersebut dipergunakan sebagai garanty atau jaminan dan tiket.

Selain itu, Sularni dikasih petunjuk, agar memberikan uang selip paspor sebesar Rp 100 ribu. “Setelah menjalani itu, saya bisa masuk ke Malaysia,” tuturnya.

Setelah di Malaysia, Sularni tak membutuhkan waktu lama mendapatkan pekerjaan. Ia bekerja di sebuah butik. Meski gajinya kecil, tidak masalah bagi Sularni.

Ia berharap pekerjaan itu bisa mengubah hidupnya dan keluarganya. Namun, tiga bulan bekerja di butik itu, bukannya mendapatkan gaji. Sularni, malah dibebani utang yang tidak dikehendakinya.

“Saya bekerja tiga bulan, tapi tak menikmati gaji. Malah, saya berutang sebesar 2000 Ringgit Malaysia,” ujarnya.

Baca Juga: Terkait Penyelundupan PMI, Kasat Reskrim: Masih Atensi

Nasi sudah jadi bubur. Penyesalan selalu datang di akhir. Sularni tidak bisa berbuat banyak. Sebab, jika dia membantah, sang majikan akan mengadukannya ke polisi atau pihak imigrasi.

“Ancaman selalu begitu, padahal suami bos saya adalah tentara di sana,” ucapnya.

Akhirnya, Sularni berpindah tempat kerja. Di tempat yang baru, Sularni mendapatkan perlakuan yang layak, namun dia masih harus membayar utang 2000 Ringgit Malaysia ke majikannya yang lama.

“Majikan yang baru ini, katanya mau buatkan permit. Sehingga, saya tidak perlu passing (sistem bolak balik, bermodalkan visa kunjung. Hanya bisa bekerja di Malaysia selama 25 hari),” ucap Sularni.

Lainnya halnya dengan Sularni. Sebut saja Putri (bukan nama sebenarnya), baru pertama kali ke Malaysia. Dia mengaku, tidak tahu atau petunjuk cara bekerja di Malaysia. Informasi yang minim, membuatnya memilih jalur nonprosedural.

“Berangkat 8 Maret (tahun 2023),” kata Putri.

Putri adalah PMI dari sekian banyak PMI nonprosedural yang berangkat secara pribadi, tanpa dikelola oleh sindikat. Sedari pagi di 8 Maret 2023, Putri sudah berada di salah satu pelabuhan internasional di Batam.

Baca Juga: Polsek Bengkong Tangkap 4 Pemuda yang Sedang Pesta Miras

Ia bersama temannya berangkat dengan modal nekat. Dari informasi yang didapatnya, Putri bersama temannya menyelipkan uang sebesar Rp 150 ribu di paspornya.

Meski sudah menyelipkan, oknum petugas masih saja memintanya masuk ke ruangan. Di sana, Putri mengaku ditanya berbagai macam pertanyaan, namun dia berdalih ingin berlibur ke Malaysia.

“Petugas itu, membuat tulisan di paspor. Hanya boleh tiga hari saja,” ujarnya.

Sesampai di kapal, Putri melihat banyak orang yang juga berniat sama dengan dirinya, bekerja di Malaysia. Beberapa orang di sebelahnya, meminta Putri agar memberikan uang jaminan, agar bisa masuk dengan mulus ke Malaysia.

“Ada orang di kapal yang bisa membantu, tapi kasih uang Rp 800 ribu. Akhirnya saya berikan uang itu, lalu dari situ saya dipinjamkan uang 600 Ringgit Malaysia, sebagai uang tunjuk diperlihatkan ke imigrasi Malaysia,” ujar Putri.

Namun, memang benar, perjalanan Putri tidak ada hambatan. Sesampai di Stulang Laut, Malaysia, dia bisa dengan mulus melewati petugas imigrasi. “Uang tunjuknya saya balikkan lagi,” ujarnya.

Baca Juga: Kepala BP Batam Serahkan Bantuan Pembangunan Masjid di Bengkong

Putri hanya 25 hari di Malaysia. Sebab, dia tidak betah dengan majikannya. “Majikan saya bilang suka ke saya. Pandangan matanya aneh, sehingga saya hanya bertahan 25 hari saja. Setelah itu saya pulang (ke Indonesia),” ujar Putri.

Kasus Putri dan Sularni, hanya sebagian kecil dari permasalahan PMI nonprosedural. Menko Polhukam Mahfud MD saat kegiatan diskusi Perang Semesta Melawan Sindikat Penempatan PMI Ilegal di Batam, 4 April lalu mengatakan bahwa banyak PMI yang mengalami penyiksaan dari majikannya.

“Gaji tidak dibayar, mengalami gangguan stres. Saya pernah mampir ke Malaysia, ada 82 orang ditampung. Kebanyakan adalah nonprosedural,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan, secara resmi PMI ada sebanyak 4,6 juta orang. Namun, dari data penelitian disebutkan angka PMI bekerja di luar negeri mencapai 9 juta orang. Kebanyakan, kata Mahfud, adalah nonprosedural, tidak terdata di sistem.

Mereka diduga dikirim sindikat pengiriman PMI ilegal lewat jalur belakang maupun pelabuhan resmi.

“Kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) ini semakin meningkat dari 2018 sampai 2022,” ucap Mahfud.

TPPO, kata Mahfud, tidak hanya melibatkan orang dewasa. Tapi, juga sebagian besar adalah anak-anak. Kasus PMI nonprosedural, tidak hanya masuk melalui jalur belakang, tapi juga melalui pelabuhan-pelabuhan resmi di Indonesia.

Baca Juga: Beredar Isu Korban Begal di Seitemiang, Ini yang Dilakukan Polsek Sekupang

Dari data Bareskrim Polri, ada tiga wilayah tempat keluarnya PMI nonprosedural. Salah satunya di Kepulauan Riau, Batam.

“Sulitnya itu, kita (instansi pemerintah) berusaha menyelesaikan berdasarkan aturan. Tapi, problemnya penjahat tidak memakai aturan,” ucap Mahfud.

Oleh sebab itu, petugas pemerintah harus lebih tegas. Dari data yang didapatnya, pola pengiriman PMI nonprosedural sudah jelas. “Siapa yang mengirim, siapa menerima, melewati pegawai apa, setor uang ke siapa. Saya sudah punya datanya, saya bawa ke Jakarta untuk cek lagi,” kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan, sudah mendapatkan data aliran dana ke beberapa oknum aparat dan pihak-pihak di pelabuhan. “Kami sudah punya hitung-hitungannya. Tapi, sekali lagi saya sampaikan ini dugaan,” tuturnya.

Mahfud mengatakan, ada yang memberikan kode lampu hijau. Sehingga, penempatan PMI nonprosedural berjalan lancar.

Kasus perdagangan orang ini, membuat negara menjadi terhina. Sebab, sudah diatur dalam konstitusi. “Sebagai negara merdeka, wajib membangun martabat manusia,” ucapnya.

Selama di Batam, Mahfud sempat mengunjungi Pelabuhan Internasional Batam Center. Mahfud dan rombongan masuk menuju lokasi keberangkatan. Lalu, menuju ke konter pemeriksaan imigrasi. Dari sana, ia begerak menuju ke dermaga.

Namun, Mahfud diarahkan menuju ke dermaga sebelah kiri. Ada dua kapal bersandar saat itu. Sementara itu, terlihat di dermaga satunya lagi, ada satu kapal yang bersandar, dengan warna khas merah putih.

Selama pengecekan di dua kapal itu, Mahfud bertanya ke beberapa penumpang dan mengecek beberapa kapal. Katanya, kedatangan ke dermaga hanya mengecek secara fisik. “Melihat-lihat saja, bagaimana fisiknya,” tuturnya singkat.

Sementara itu, Kepala BP2MI, Benny Ramdhani, menyatakan siap perang dengan para sindikat mafia penempatan PMI nonprosedural. Ia mengatakan, sindikat-sindikat tersebut, tak jarang dibekingi oleh oknum-oknum berseragam.

“Mari mulai saat ini, bilang say goodbye kepada sindikat,” imbaunya.

Agar semua ini bisa berjalan lancar dan tidak ada lagi sindikat penempatan PMI secara nonprosedural, maka, kata Benny, dibutuhkan komitmen semua. “Sejak saya menjabat sebagai pimpinan BP2MI, 91 ribu PMI dipulangkan. 90-an persen berangkat tak resmi. Ada yang pulang dalam keadaan hidup, ada yang sudah diantarkan jenazahnya saja,” ujar Benny.

Benny menyampaikan, bahwa PMI adalah extra ordinary crime. Oleh sebab itu, dia mendorong pihak aparat tidak hanya menangkap pemain lapangan saja. Namun, juga dapat membongkar siapa otak pelaku atau master of mind.

“Lalu, gali juga pencucian uangnya,” tutur Benny.

Kasus serupa ada di Batam. Ada dua DPO penempatan PMI ilegal yang masih berkeliaran, Benny meminta segera ditangkap. Begitu juga, pengungkapan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kasus yang melibatkan tersangka Acing.

“Mari sudahi pesta pora para mafia ini. Seolah mereka tidak bisa disentuh oleh hukum,” tutur Benny.

Kedatangan Menko Polhukam, Mahfud MD dan Kepala BP2MI, Benny Ramdhani, menjadi angin segar bagi penggiat kemanusiaan atau para organisasi tergabung dalam jaringan safe migrant. Hal ini diutarakan oleh Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP), Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus. Aktivis kemanusiaan yang akrab dipanggil Romo Pascal ini mengatakan, datangnya kedua orang itu (Mahfud dan Benny) menunjukkan kehadiran negara di Batam. Selain itu, bisa jadi sebagai pesan bahwa pemerintah tidak main-main dalam penanganan penempatan PMI nonprosedural.

“Banyak yang beliau (Mahfud MD) janjikan. Integritas Prof Mahfud sudah tidak diragukan lagi, kami meyakini beliau akan mengambil tindakan yang tegas,” tutur Romo Pascal.

Ia mengatakan, di Batam bahkan Kepulauan Riau, pengiriman manusia ke luar negeri baik melalui pintu depan dan belakang, masih ada. “Namun, paling ramai itu, di pintu depan (melalui pelabuhan-pelabuhan resmi),” ungkap Romo Pascal.

Oleh sebab itu, berdasarkan tren dari catatan Romo Pascal. Pasca-lebaran, akan ada grafik kenaikan jumlah orang yang akan bekerja ke luar negeri secara ilegal. Sehingga, sangat diperlukan langkah pencegahan.

“Tren ini terus muncul setiap tahun,” tuturnya.

Masifnya pemberitaan serta advokasi terhadap kejahatan kemanusiaan ini, membuat para sindikat penempatan PMI nonprosedural mencari-cari celah. “Mereka pasti mencari cara,” ujar Romo Pascal.

Banyak celah yang masih digunakan oleh sindikat ini. Sehingga, ia berharap ada regulasi khusus atau perlindungan khusus bagi calon PMI berangkat melalui Batam. “Berikan regulasi khusus, sehingga menjamin keberangkatan para PMI ini secara legal. Negara pun memberikan jaminan keamanan bagi mereka,” tuturnya.

Penindakan, kata Romo Pascal, hanya tindakan pertama. Namun, penindakan tidak bisa terus menerus dilakukan. Sehingga, butuh regulasi atau sistem yang lebih kuat. “Sistem ini penting sekali. Agar menjaga orang awalnya tak berbuat kejahatan, jadi jatuh berbuat kejahatan,” katanya.

Pengawasan di Pelabuhan Resmi Jadi Atensi Polda Kepri

Sementara itu, Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Kepri, AKBP Achmad Suherlan, menyebut bahwa Polda Kepri fokus kepada penindakan (Gakkum) selama ini sebagai laporan adanya pengiriman PMI secara nonprosedural tentunya berkoordinasi dengan Imigrasi. “Sejauh ini kami masih tahap lidik jika ada laporan terkait aktivitas pengiriman PMI nonprosedural. Dengan berkoordinasi dengan KKP dan Imigrasi,” ujarnya.

Ditreskrimum Polda Kepri sebelumnya berhasil mengungkap sindikat pengiriman PMI Ilegal yang akan diberangkatkan menuju Kamboja beberapa waktu lalu. Dengan mengamankan dua tersangka yang berperan sebagai perekrut dan pengantar 10 korban PMI yag ditawarkan sebagai karyawan customer service judi online di Kamboja.

“Informasi ini juga dari pihak Imigrasi dari modus yang dijalankan jaringan tersebut menggunakan agen travel dan di ketahui bahwa akan memberangkat PMI ilegal sebagai karyawan judi online di Kamboja,” ujarnya.

Pergeseran modus operandi yang memanfaatkan jaringan media online tengah di soroti oleh Polda Kepri dengan melakukan penegakkan hukum atas jaringan tersebut. “Penegakkan hukum juga di lakukan di pelabihan resmi di Batam , namun lingkupnya terbatas dengan area Imigrasi, akan tetapi sebelum memasuki area tersebut kita bisa langsung melakukan penindakan,” sebutnya.

Beberapa modus yang masih proses lidik termasuk dengan modus perjalanan wisata dan telah menjadi atensi Polda Kepri. Di tempat terpisah, Kasat Reskrim Polresta Barelang, Kompol Budi Hartono mengatakan kasus pengiriman PMI ilegal masih menjadi atensi pihaknya.

“Masih atensi. Apalagi kemarin Pak Mahfud (Menko Polhukam) datang langsung,” ujar Budi, Minggu (9/4).

Budi menjelaskan, dari kasus yang ditangani, pelaku pengiriman PMI ilegal di Batam ini memiliki jaringan dari tempat asal korban. Awalnya, pelaku mengurus dokumen, seperti paspor, tiket menuju Batam.

“Sekarang pengurusan paspor dari tempat asal. Karena di Batam pengurusannya sudah penuh,” kata Budi.

Kemudian, sambung Budi, pelaku yang di Batam bertugas menjemput dari bandara, menampung, serta mengantarkan korban ke pelabuhan. “Kalau tiket belum dapat, kemungkinan korban akan menetap dulu di Batam. Itu semua diurus pelaku yang di Batam,” ungkap Budi.

Sebelumnya, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim Polreta Barelang sejak awal tahun mencatat sudah mengungkap 4 kasus pengiriman PMI ilegal ini. “Sejak awal tahun sudah 4 kasus yang kita tangani,” ujar Kanit VI Satreskrim Polresta Barelang, Iptu Dwi Dea Anggraini.

Dea menjelaskan dari 4 kasus tersebut, korban direkrut dari beberapa daerah. Seperti Banten, Lombok, Sumbawa. Rencananya, seluruh korban akan dikirimkan ke Malaysia.

“Biasanya pelaku ada yang bertugas merekrut, menampung, dan mengurus,” kata Dea.

Terbaru, Satreskrim Polresta Barelang menangkap 2 pelaku pengiriman PMI Ilegal, yakni Rusana, 44, dan Imlen, 35, Selasa (28/3) malam. Keduanya ditangkap di Pelabuhan Internasional Batam Center.

Dalam aksinya, Rusana bertugas sebagai perekrut, pengurusan paspor. Sedangkan Imlen bertugas mengantarkan korban ke pelabuhan.

“Pelaku ini mengirim PMI ilegal melalui Pelabuhan Internasional Batam Center menuju Malaysia,” ungkap Dea.

Dengan maraknya pengiriman PMI ilegal ini, kata Dea, ia mengimbau masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri untuk memenuhi persyaratan dan mengikuti prosedur. “Serta tidak tergiur dengan iming-iming gaji besar,” tutupnya. (ska/zis/opi)

spot_img

Baca Juga

Update