batampos – Polsek Sagulung terus mendalami sepak terjang wanita yang menampung tiga wanita yang akan dijadikan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Malaysia.
Hf, wanita yang menampung tiga korban ini diduga kuat pemain lama, sebab informasi terakhir yang didapat dia memiliki jaringan dengan agensi penyaluran PMI ke Singapura ataupun Malaysia. Korban direkrutnya dari berbagai daerah kemudian disalurkan ke agensi yang membutuhkan tenaga kerja asal Indonesia.
Kapolsek Sagulung Iptu Nyoman Ananta Mahendra menjelaskan, ketiga korban terakhir ini dijanjikan akan dipekerjakan sebagai cleaning service di Malaysia. Sudah dua pekan dia menampung tiga korban. Tiga korban tersebut adalah Ct (30) asal Aceh, Sp (22) asal Selatpanjang dan At (27) asal Kota Bitung Sumatra Utara.
Baca Juga:Â Karyawan Ngaku Dipaksa Lepas Hijab, Perusahaan Membantah
Selama di rumahnya, ruang gerak ketiga korban dibatasi. Mereka hanya boleh berkeliaran di dalam rumah. Pintu pagar digembok dan ketiga korban dilarang keluar. Ketiga korban yang gelisah sebab sudah dua pekan tak ada kepastian kapan diberangkatkan ke tempat kerja akhirnya melaporkan ke pihak keluarga dan diteruskan ke polisi.
“Sementara kita masih fokus dengan laporan awal yakni penyekapan. Untuk sepak terjangnya yang menampung ketiga korban seperti apa nanti didalami lagi,” ujar Nyoman.
Ketiga korban juga menyampaikan hal yang sama. Mereka berada di rumah penampungan itu karena memang akan dijanjikan bekerja di Malaysia. Hf sang pemilik rumah disebutkan sebagai pihak yang merekrut pekerja untuk disalurkan ke agensi penyaluran PMI.
Baca Juga:Â Polsek KKP Kawal Keberangkatan Dua PMI ke Malaysia
“Awalnya dapat info lowongan kerja. Setelah cari tahu dapatlah informasi ini, kami ke Batam tempat ibu itu, katanya tidak sampai seminggu sudah langsung bekerja di Malaysia. Semua biaya diuruskan, nanti baru potong gaji. Kami nunggu sudah dua minggu tapi tak ada kejelasan. Ruang gerak kami dibatasi. Kami tanya kenapa belum berangkat, katanya agensi belum hubungi. Kami seperti ditipu di sini,” ujar korban. (*)
Reporter: Eusebius Sara