Selasa, 1 Oktober 2024

Nelayan Pulau Lintang Menjerit

Berita Terkait

spot_img
Tongkang Tabrak Kelong Dalil Harahap888
Tongkang yang diduga menabrak kelong di sekitaran perairan Pulau Lintang, Bulang. Foto: Dalil Harahap/Batam Pos

batampos – Kelong dan terumbu karang di perairan Pulau Cicir, Kelurahan Bulang Lintang, rusak akibat hanyutnya tongkang dan tugboat pada awal Januari lalu.

Imbasnya, nelayan yang selama ini bergantung hidup dengan usaha kelong di lokasi kejadian, sudah tak memiliki penghasilan lagi. Ikan yang biasanya dipanen setiap hari sudah menghilang.



”Masalah utamanya di kerusakan terumbu karang. Ikan ada kalau terumbu karangnya bagus. Tongkang dan tugbaot itu hanyut saat melintas dari Nongsa mau ke Tanjunguncang, terseret semua terumbu karang di lokasi kelong saya,” ujar Amran, nelayan Pulau Lintang RT 03/RW 01, Kelurahan Bulang Lintang, Bulang, kepada Batam Pos.

Hanyutnya tongkang tanpa muatan dan tugboat tersebut terjadi pada awal Januari lalu saat cuaca perairan di Batam cukup buruk.

Saat itu, Amran dan nelayan yang berdampak meminta pertanggungjawaban dari pihak kapal.

Namun, sambung Amran, perwakilan perusahaan dari dua kapal tersebut yang berurusan dengan nelayan, Remon, tidak bisa berbuat banyak.

Tuntutan ganti rugi Kelong yang rusak ataupun terumbu karang yang hancur belum juga disanggupi hingga saat ini.

Amran dan saudara-saudaranya sudah berusaha melaporkan ke agen pelayaran kapal dan pihak Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), namun belum ada tindakan yang berarti.

Amran kecewa sebab belakangan diketahui kapal tongkang dan tugboat tersebut sudah berlayar lagi tanpa terlebih dahulu menyelesaikan masalah yang ditinggalkan.

”Padahal dampaknya sangat merugikan kami sebagai nelayan. Kelong rusak, terumbu karang hancur. Tau lah kalau kelong ini sistemnya menjerat ikan, nah kalau terumbu karang sudah hancur macam mana ikan mau datang,” ujar Amran.

Kelong yang rusak ada dua unit. Semenjak kejadian itu dia tak punya penghasilan tetap lagi. Padahal, dari usaha kelongnya itu sehari dia bisa dapatkan Rp 200 hingga Rp 300 ribu.

”Sudah tiga bulan ini sama sekali tak ada. Bagaimana kami tak menjerit pak. Itu kelong ada izin usahanya dan saya bisa dapat Rp 200 sampai Rp 300 ribu per hari. Sekarang apa, satu ekor ikan pun tak nongol,” ujarnya.

Amran dan nelayan setempat berharap hal ini akan ditindaklanjuti instansi penegak hukum agar mereka tak lagi menderita.

”Pemerintah juga sedang gencar-gencarnya menjaga ekosistem laut dengan berbagai program. Semoga ini ditindaklanjuti supaya ekosistem laut tetap terjaga. Kasihan pak kami nelayan kecil ini. Sudah sudah dibuat tambah susah lagi,” harapnya.(*)

Reporter: Eusebius Sara

spot_img

Update