Kamis, 3 Oktober 2024

Nikah, Wajib Ikut Bimbingan Perkawinan

Berita Terkait

spot_img
kartu nikah dok jpg
Kartu Nikah Digital.  (Dok. JawaPos.com)

batampos – Mulai tahun depan, pasangan calon pengantin wajib mengikuti bim-bingan perkawinan (bimwin). Jika tidak mengikutinya, Kantor Urusan Agama (KUA) tidak memberikan layanan pencatatan nikah. Kebijakan ini bagian dari membentuk keluarga yang tangguh.

Kebijakan baru tersebut di-sampaikan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin di Solo pada Selasa (1/10) malam. Dia mengatakan pemanasan aturan ikut bimwin sudah dimulai tahun ini. Yaitu lewat surat edaran, yang menganjurkan calon pengantin ikut bimwin.



“Tapi kalau sudah ada PMA (Peraturan Menteri Agama), maka wajib ikut bimwin. Mohon maaf, tidak bisa menikah sebelum ikut bimwin,” kata-nya. Mantan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag itu me-ngatakan, PMA yang mengatur kewajiban ikut bimwin saat ini sedang digodok. Ditargetkan tidak lama lagi akan diterbitkan.

Kamaruddin menjelaskan nantinya dalam pelaksanaan bimwin, materinya menyeluruh urusan keluarga. Penyampai materi bukan hanya dari Kemenag, tetapi juga ada dari unsur kementerian atau lembaga lainnya.

“Ada dari Kemenag terkait dengan pembentukan keluarga sakinah,” katanya. Kemudian juga ada penyampaian materi dari unsur tenaga kesehatan, terkait dengan kese-hatan reproduksi. Kemudian dari penyuluh BKKBN soal membangun keluarga yang kuat. Termasuk juga soal ekonomi keluarga.

Dia menegaskan materi yang disampaikan nanti, adalah materi riil persoalan keluarga. Harapannya si laki-laki memahami perannya sebagai kepala rumah tangga. Kemudian si perempuan memahami tugas dan fungsinya sebagai ibu rumah tangga. Serta kelak akan melahirkan anak yang sehat dan berkualitas.

“Kemenag adalah instansi yang strategis,” katanya. Karena hulu dari persoalan ketaha-nan keluarga adalah saat masa pernikahan. Sementara itu Kemenag dengan jaringan KUA-nya di tingkat kecamatan, bisa memberikan pemahaman soal kesehatan, ekonomi, dan ketahanan keluarga sejak sebelum pernikahan.

Kamaruddin mengatakan lewat bimwin itu, diharapkan bisa menekan angka perceraian. Dia bersyukur angka perceraian di 2023, mengala-mi penurunan sekitar 10 persen dibandingkan periode 2022. Pada 2023 tercatat ada 463.654 kasus perceraian. Turun dari 2023 yang tercatat ada 516.344 kasus perceraian.

Menurut guru besar UIN Alauddin Makassar itu, sebisa mungkin kasus perceraian harus dicegah. Pasalnya bisa menimbulkan persoalan sistemik. Misalnya pada anak-anak, berpotensi mengalami masalah pola asuh. Selain itu dengan bimwin, Kamaruddin mengatakan bisa dipakai sarana mencegah bayi lahir dalam kondisi stunting. Cara-nya dengan pembekalan kondisi ideal sebelum hamil dari sisi kesehatan.

Sementara itu ahli hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Ahmad Tholabi Kharlie mengatakan, mening-katkan efektivitas pelaksanaan bimwin diperlukan upaya strategis. Diantaranya mening-katkan status Keputusan Dirjen menjadi Peraturan Menteri Agama (PMA) atau Keputusan Menteri Agama (KMA). Pe-ningkatan status regulasi ini penting, karena meningkatkan daya paksa kepada para calon pengantin.

“Kebijakan bimwin ini harus terus dipantau dan dieva-luasi di lapangan,” katanya saat dihubungi kemarin (2/10).

Kendala yang ditemui, harus segera dicari solusinya. Tholabi mengatakan setiap daerah mungkin memiliki karakte-ristik yang beragam. Tentu pelaksanaan teknisnya juga tidak bisa sama.

Dia berpesan jangan sampai kebijakan itu hanya bersifat formalitas. Sehingga tidak memiliki dampak yang berar-ti bagi peningkatan pengetahuan, pemahaman, dan kecakapan calon pengantin. “Diperlukan terobosan dan sinergi yang lebih baik di antara sejumlah instansi terkait untuk mewujudkan pelaksanaan bimwin secara substantif dan signifikan,” katanya.

Bercermin dari pelaksanaan kebijakan serupa di sejumlah negara jiran, pelaksanaannya tidak hanya dua hari. Tetapi bisa dua pekan, atau bahkan sebulan. Dia mengatakan pembekalan yang hanya dua hari tidak akan berdampak bagus bagi calon pengantin. Baik dari sisi mental maupun pengetahuan dan keterampilan teknis menghadapi bahtera rumah tangga yang sangat kompleks.

Aspek lain yang perlu mendapatkan sentuhan serius adalah kurikulum serta materi bimwin. Harus dipastikan bahwa materi pembelajaran dan target bimbingan relevan dengan kebutuhan pasangan pengantin. Sehingga bisa jadi bekal menghadapi berbagai tantangan di era kekinian. Jangan sampai instrumennya out of date. Ditambah tutor atau narasumber yang memiliki mindset tidak sejalan dengan visi keluarga modern.

“Ini akan kontra produktif,” pungkasnya. (*)

spot_img

Update