batampos– Ombudsman Perwakilan Kepri melakukan investigasi terkait penolakan relokasi masyarakat Pulau Rempang dalam pengembangan Eco City. Dalam temuan sementara Ombudsman Kepri tegas menyatakan menemukan beberapa bentuk pelanggaran atau ketidakjujuran pemerintah dalam data terkait relokasi tersebut
Kepala Ombudsman Kepri, Lagat Siadari mengatakan telah mengunjungi tiga lokasi yang menjadi sasaran relokasi, Tanjung Banon, Pasir Panjang dan Sembulang. Pihaknya juga telah meminta klarifikasi kepada BP Batam, Pemko Batam, BPN, Kepolisian hingga lembaga adat
“Pada akhirnya kami menemukan Mal Interaksi. Ombudsman memberikan 4 saran korektif kepada pemerintah, yang harus disegerakan, ” ujar Lagat.
Yang pertama adalah pemerintah kota Batam bersama BP Batam dan jajaran terkait harus melakukan dialog atau musyawarah dengan masyarakat, Tokoh-tokoh adat secara persuasif tanpa mengendepankan seragam atau simbol aparat keamanan yang akan mempegarugu psikologis warga.
“Masyarakat masih trauma dengan kejadian 7 September lalu, apalagi sampai saat ini, masih banyaknya aparat berseragam dan bersenjata berada di lokasi tersebut,” ujar Lagat.
BACA JUGA: Ikuti Arahan Presiden Jokowi, 200 Personel Polda Riau Ditarik dari Rempang
Kedua, pemerintah kota Batam harus terlibat aktif dalam memulihkan stabilitas ekonomi warga dengan menjamin adanya pasokan pangan ke warung-warung milik warga.
“Atas kejadian ini, warga harus membeli pangan lebih mahal, karena tak lagi tersedia di sekitar tempat tinggal mereka. Mereka harus pergi jauh untuk bisa membeli pangan dan tentunya dengan biaya yang lebih mahal lagi, ” sebut Lagat.
Yang ketiga, meminta polisi membebaskan atau penahanan bagi warga yang ditahan khususnyanya saat bentrokan di Rempang tanggal 7 Septeber lalu maupun demo tanggal 11 September.
“Walau pun sebagian dari aksi tanggal 7 lalu ditangguhkan, kami minta dibebaskan. Karena kami melihat tidak ada urgensinya warga ditahan, kecuali yang terlibat pidana lainnya,” ucap Lagat.
Keempat, meminta Pemko Batam dan BP Batam menyampaikan secara langsung baik lisan dan tertulis mengenai keputusan pemerintah tentang tidak adanya relokasi dalam waktu dekat. Sebab, beberapa waktu telah beredar informasi tengah waktu relokasi yakni tanggal 28 September yang membuat warga was-was dan semakin trauma.
“Empat hal itu kami harapkan dilaksanakan pemko BP dan Polresta Barelang, pemerintah pusat diharapkan juga mendukung hal ini, ” sebut Lagat.
Lagat juga menjelaskan beberapa temuan sementara, terkait status lahan dan program di Pulau Rempang. Diantaranya sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) atas nama BP batam belum diterbitkan. Diantaranya hak pengelolaan yang dimohonkan pihak BP Batam belum diterbitkan dengan alasan lahan yang dimohon belum clean and clear karena masih dikuasai oleh masyarakat. Kemudian Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan untuk lahan APL telah terbit dari Menteri ATR/KBPN tertanggal 31 Maret 2023 dan akan berakhir pada tanggal 30 September 2023 (dapat diperpanjang dengan persetujuan Menteri ATR/BPN berdasarkan permohonan BP Batam).
Masih kata Lagat, terkait rencana relokasi masyarakay berharap mereka dipertahankan di kampung mereka, denga cara penataan bukan direlokasi atau pengeseran.
“Jadi istilah pengeseran, warga mengangap itu lokasi berbeda juga, dan mereka tidak mau. Maka kami heran sekali dengan rencana pemerintah yang akan merelokasi mereka, yang tadinya ke Galang menjadi Pulau Rempang, tetapi warga tidak mau, ” jelas Lagat.
Tak hanya itu, Lagat juga menegaskan agar pemerintah jujur terkait data-data relokasi. Apalagi adanya informasi yang simpang siur terhadap warga yang mau direlokasi atau tidak nya.
“Ombudsman berharap pemerintah jujur, karena kabarnya ada ratusan warga yang sudah bersedia dari 600 KK di tiga Kampung tadi. Faktanya hanya ada 3 KK saja. Nah ini, jangan sampai pemerintah menyajikan berita yang tidak benar, ” jelas Lagat.
Apalagi Ombudsman telah datang ke tiga Kampung tadi untuk memastikan informasi tersebut. Dan fakta nya, tidak ada warga yang mau direlolasi.
“Tidak ada warga yang menyatakan mau direlokasi, dan mereka menolak. Ada memang beberapa warga informasi yang hadir dalam sosialisasi, namun kami belum memiliki datanya. Nanti akan kami carikan kepada instansi terkait, ” pungkasnya. (*)
reporter: yashinta