batampos – Kota Batam terkenal sebagai kota industri. Sektor manufaktur menjadi salah satu investasi penymbang bagi kemajuan Batam hingga saat ini.
Namun, ternyata nasib buruh masih belum tersuarakan dengan baik. Buruh masih bersusah payah bersaing bahkan memperjuangkan apa yang menjadi hak mereka.
Pemerintah dinilai selama ini selalu berpihak kepada pengusaha, sehingga hak buruh cenderung terabaikan.
Berbagai persoalan buruh menyangkut kontrak kerja, persaingan kerja, hak bagi perempuan dalam industri kerja. Persoalan tingginya angka pengangguran juga masih menjadi persoalan di Batam, di tengah majunya sektor industri.
Caleg Partai Buruh Moch Imam Zaenuri mengatakan Partai Buruh bersama elemen serikat pekerja/buruh bergerak bersama untuk untuk memperjuangkan upah layak. Selama ini tuntutan soal upah yang diusulkan oleh buruh selalu mental, sehingga upah buruh jauh dari kata layak.
“Pemerintah selalu beralasan menjaga iklim investasi. Namun abai akan nasib buruh. Melalui partai saya ingin memperjuangkan ini,” kata dia, Senin (8/1).
Baca Juga: Anggarannya Rp 4 Miliar, Ini Gambar Rumah Contoh Untuk Warga yang Terdampak Rempang Eco-City
Partai buruh ingin menjadi jembatan, agar hal-hak buruh lebih diperjuangkan di legislatif Batam. Mengingat struktur Partai Buruh adalah aktivis serikat yang artinya adalah partai buruh dan serikat pekerja adalah satu kepentingan.
Salah satu yang menjadi program partai buruh terkait upah Kota Batam. Karena UU pemerintah yaitu Omnimbus Law Cluster kenetagakerjaan menerapkan upah secara Nasional baik di kota industri ataupun di kota agraris.
Harusnya ini menjadi hal yang harus dibedakan. Karena kota industri pasti pendapatan daerah banyak dari hasil industri sedangkan kota agraris pendapatan daerahnya dari hasil bumi.
“Nah, kalau di Batam ini karena upah layak lah ekonomi warga Batam bisa berputar ibaratnya dari tukang sampah sampai showroom mobil mewah semua berikat oleh upah layak Kota Batam,” ujarnya.
Menurutnya, semua peputaran ekonomi diukur dari upah makanya upah selalu menjadi perhatian tiap tahunnya. Penjual gorengan, rumah makan sampai penjual rumah pun menunggu besaran nilai upah tahunan.
Untuk hak-hak perempuan ini menjadi hal sorotan juga oleh partai buruh, bahwa di Batam, khususnya banyak perempuan menjadi tulang punggung keluarga yang artinya mereka berhak juga mendapatkan semua tunjangan-tunjangan keluarga seperti yang didapat oleh laki-laki yang banyak diberikan oleh perusahaan di Batam ini.
Partai Buruh juga punya program aturan untuk bisa menerapkan kesejahteraan itu. Untuk keberadaan buruh perempuan di dunia industri memang sudah diatur oleh UU tetapi sering kali pelaksanaanya tidak sesuai. Oleh karena itu Partai Buruh akan memperkuat dengan aturan-aturan daerah untuk mengayomi keberadaan buruh perempuan yang informal maupun non formal.
Baca Juga: Pernah Terlibat Pembunuhan, Mantan Polisi di Batam Rampok Motor Remaja
Untuk kontrak kerja ini hal yang sangat menjadi penting di Partai Buruh. Karena ini menyangkut kesejahteraan generasi bangsa selanjutnya, di dalam UU Omnimbus Law Cluster Ketenagakerjaan bahwa kontrak boleh dilakukan selama 5 tahun.
Kontrak panjang seperti ini akan menginisiasi untuk susah permanent. Menurutnya, jika tidak ada jaminan permanen, bagaimana kesejahteraan pekerja/buruh ke depannya dalam menjalani kehidupan.
Misalnya, pekerja/buruh bekerja pada usia 19 tahun karena baru lulus sekolah, dari 19 tahun lanjut kontrak 5 tahun setelah kontrak sudah usia 24 tahun, ini kalau setelah lulus sekolah langsung kerja.
“Nah kalau sudah di usia 24- 25 tahun cari kerja lagi sedangkan di Batam banyak perusahaan memberlakukan penerimaan pekerja usia maksimal 23 tahun. Bagaimana lagi pekerja atau buruh tadi yang sudah habis kontrak mencari kerja sedangkan usia itu sudah masuk pada usia untuk berumah tangga,” jelasnya.
Pembatasan usia ini masih menjadi kendala sampai saat ini. Pembatasan usia ini akan mempengaruhi angka pengangguran di Batam. Untuk itu, harus dihapuskan dan tidak ada pembatasan dalam mencari kerja. Perusahaan jangan mempersyaratkan usia dalam dunia kerja. (*)
Reporter: Yulitavia