batampos – Permohonan Partai Buruh dan Gelora untuk me-ngubah mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, Selasa (20/8/2024).
MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah yang sebelumnya sebesar 25 persen suara atau 20 persen kursi partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD. Dimana pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai (7,5 persen) sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
Saat ini, contoh pada Pilgub DKI Jakarta, hanya PDIP yang belum bisa mengusung calon. Hal itu lantaran PDIP hanya memiliki 15 kursi (14 persen) atau kurang 7 kursi untuk memenuhi syarat 20 persen parliamentary threshold. Dengan putusan terbaru MK, PDIP bisa mengusung kandidat sendiri.
Hal serupa juga bisa terjadi di Batam. PDIP belum menentukan sikap perihal Pilwako Batam. Pada Pileg lalu, PDIP meraih tujuh kursi untuk DPRD Batam.
Artinya, partai tersebut bisa mengusung kandidatnya, atau bakal calon kepala daerah pilihan mereka.
Menanggapi hal itu, Ketua DPC PDIP Batam, Nuryanto, bakal melakukan konsolidasi internal. Keputusan akan sesegera mungkin dibuat, mengingat hanya ada waktu sepekan lagi menuju proses pendaftaran kepala daerah.
”Nanti kami konsolidasi lagi. Akan segera kami rapatkan. Ini mau merapat ke teman-teman. Inilah yang namanya mukjizat demokrasi di tengah ketidakpercayaan (untuk) Batam. Saya bersyukur atas ini (aturan ambang batas terbaru dari MK),” katanya.
Jika memang aturan tersebut berlaku juga untuk di Batam, ia memastikan PDIP akan mengusung calonnya. Sebagaimana diketahui, ada beberapa nama yang masuk daftar rekomendasi PDIP, di antaranya ada nama Putra Yustisi Respaty, Budi Mardianto, serta Udin P Sihaloho. Kemudian dari eksternal ada Marlin Agustina dan Jefridin Hamid.
”Kalau memang ini berlaku langsung, bisa dipakai keputusan MK ini, PDIP pasti ngusung lah. Kita ini bukan bicara kalah menang, tapi bagaimana demokrasi ini hidup,” ujarnya.
Sementara, pengamat politik di Kepri, Rahmayandi Mulda, menyebut bahwa produk hukum yang dikeluarkan MK bersifat resistensi politik. Yang terjadi saat ini atas produk hukum yang dibuat oleh partai-partai politik sebelumnya.
”Keputusan MK ini menjadi penetrasi dalam menyikapi dinamika politik kotak kosong. Suatu hal yang menjadi pertimbangan oleh MK, saya rasa adalah meminimalisir fenomena kotak kosong semakin meluas terjadi di daerah-daerah,” katanya.
Disinggung apakah aturan baru itu adalah strategis elite atau tidak, ia melihatnya secara pragmatis. Bagi Rahmayandi, MK menjalankan tugasnya dalam menjaga keberlangsungan demokrasi negeri ini.
”Kalau dilihat secara tugas dan fungsi, ini menjadi tanggung jawab MK dalam menjaga keberlangsungan demokrasi atas dinamika politik yang terjadi saat ini. Tapi keputusan MK ini masih setengah hati dan politis,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Batam mengaku masih menunggu petunjuk teknis dari KPU RI terkait putusan MK merekonstruksi syarat pencalonan kepala daerah.
”KPU provinsi dan kota/kabupaten sebagai implementator masih menunggu arahan KPU RI sebagai regulator atau pembuat dari regulasi,” ujar Ketua KPU Batam, Mawardi, Selasa (20/8).
Ia mengaku belum membaca sepenuhnya putusan MK terbaru soal Pilkada itu. Namun begitu Mawardi menegaskan, seluruh keputusan penyeleng-garaan pemilu tetap ada di KPU pusat.
”Sudah tadi beberapa temen-temen info juga. Intinya kami menunggu arahan KPU RI,” tambahnya.
Komisioner KPU Batam, Bosar Hasibuan, menambahkan, bila melihat hasil putusan MK tersebut, maka kini pencalonan kepala daerah dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT) di provinsi tersebut.
”Artinya partai politik bisa mengusulkan calon,” ujarnya.
Dimana kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
”Jika di Batam DPT itu ada 500 ribu hingga 1 juta, maka partai politik yang memperoleh 7,5 persen dari suara sah maka bisa mengusung calon,” ujarnya kepada Batam Pos.
Namun begitu, Bosar mengaku belum bisa berbicara secara menyeluruh mengingat belum ada aturan resmi dari KPU RI mengenai putusan MK tersebut. ”Kalau untuk teknisnya tentulah menunggu aturan teknis dari KPU RI, ” pungkasnya. (*)
Reporter : Arjuna / Rengga Yuliandra