Kamis, 5 Desember 2024

Pekerja Migran Musripah Koma di Singapura, Begini Penjelasan KBRI Singapura

Berita Terkait

spot_img
Musripah saat dirawat di Singapura. Foto: KBRI Singapura untuk Batam Pos

batampos – Musripah, seorang pekerja migran Indonesia (PMI) asal Jawa Timur, terbaring koma setelah menjalani enam bulan bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di Singapura.

Perempuan berusia 42 tahun ini diketahui memasuki Singapura melalui jalur nonprosedural dan bekerja sebagai ART untuk mengurus lansia. Namun, nasib tragis menimpanya setelah mengalami gangguan kesehatan yang serius.


Musripah tiba di Pelabuhan Feri Batamcenter, Batam, dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Matanya terbelalak dan sesekali berkedip, sementara hidungnya terpasang selang oksigen dan mulutnya tertutup. Kepala Musripah miring ke kanan dan tidak bergerak sama sekali. Bekas jahitan panjang terlihat di bagian keningnya, sementara lehernya juga menunjukkan bekas luka yang belum diketahui penyebabnya.

Baca Juga: Pekerja Migran Asal Malang Koma di Singapura, Kini Dirawat di Batam

Kondisi ini merupakan hasil dari serangkaian peristiwa yang berawal pada 3 November, ketika Musripah dirawat di Singapore General Hospital (SGH). Menurut informasi yang diterima oleh KBRI Singapura melalui protokol konsuler Ade Rina Chaerony, bahwa Musripah mengalami pecahnya pembuluh darah di otak yang kemudian menjalar ke paru-paru. Akibatnya, perawatan intensif diperlukan dan Musripah dirawat di rumah sakit dengan kondisi kritis.

Musripah, yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga, dikenal sebagai PMI dengan status direct hire yang memasuki Singapura tanpa melalui prosedur formal. Artinya, tak ada pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum ia mulai bekerja. Dalam waktu singkat, kesehatan Musripah menurun drastis, yang menyebabkan pembuluh darah di otaknya pecah.

“PMI ini bekerja di majikannya selama enam bulan. Dia masuk Singapura lewat jalur non-prosedural dengan izin in principal approval dari MoM (Kementerian Tenaga Kerja) Singapura, meskipun ia hanya memegang izin pelancong,” ujar Ade Rina, Selasa (3/12).

Berdasarkan hukum Singapura, Musripah secara teknis sudah bekerja secara sah di negara tersebut. Namun, pihak rumah sakit melaporkan bahwa biaya perawatan yang sangat mahal sudah melampaui kemampuan pemberi kerja, yang mengeluhkan tagihan pengobatan yang sudah mencapai ratusan ribu dolar Singapura.

Karena kondisi yang bersangkutan terlalu parah untuk dipindahkan melalui jalur udara, diputuskan untuk melakukan repatriasi melalui jalur laut ke Batam. Pada 1 Desember 2024, Musripah dipindahkan dari Singapura dan dirujuk ke Rumah Sakit Awal Bros di Batam untuk mendapatkan perawatan lanjutan.

Langkah ini diambil setelah permohonan repatriasi dari keluarganya, yang ingin membawa Musripah kembali ke kampung halaman di Surabaya.

Pihak KBRI Singapura memastikan, meskipun repatriasi langsung ke Surabaya tidak memungkinkan, pemindahan melalui jalur laut menuju Batam adalah pilihan terbaik untuk keselamatan Musripah.

Terkait biaya perawatan Musripah di rumah sakit Singapura, KBRI Singapura menjelaskan bahwa menurut peraturan yang berlaku, tanggung jawab atas biaya pengobatan pekerja rumah tangga ada di tangan pemberi kerja. Pihak rumah sakit hanya menanggung sebagian biaya melalui asuransi yang dibatasi hingga 60 ribu dolar Singapura. Sisa biaya perawatan harus ditanggung oleh majikan.

“Jika pemberi kerja tidak mampu membayar, pihak rumah sakit akan menunjuk pekerja sosial untuk mencari solusi. Namun, tetap saja, biaya kesehatannya menjadi tanggung jawab pemberi kerja,” kata dia. (*)

Reporter: Arjuna

spot_img

Update