Sabtu, 8 Februari 2025

Pembahasan UMK Mengacu Permenaker 18

Berita Terkait

spot_img
Ilustrasi. Serikat buruh melakukan demo di depan gedung Graha Kepri, Rabu (16/11), Aksi tersebut terkait pembahasan UMK Batam. F Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos– Pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) Batam 2023 akan dilanjutkan pekan depan. Pembahasan diprediksi berlangsung alot seperti pembahasan UMP, sebab rujukan penetapan besaran upah kini berubah dari PP 36/2021 menjadi Permenaker 18 Tahun 2022. Sisi lain dari serikat buruh, ada yang tetap meminta UMK berdasarkan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL).

“Iya, pembahasan UMK Batam bersama dengan Dewan Pengupahan Kota Batam digelar pekan depan,” ujar Kepala Disnaker Kota Batam, Rudi Sakyakirti, Kamis (24/11).


Rudi membenarkan rapat nantinya akan menggunakan skema Permenaker no 18 tahun 2022, tentang penghitungan upah tahun 2023. “Berapanya baru tahu nanti saat rapat pengupahan,” ucapnya.

BACA JUGA: Upah Minimum 2023 Diumumkan 21 November

Saat ditanya rapat UMK Batam, akankah sama dengan UMP Kepri, keputusan di tangan pimpinan daerah? Rudi mengatakan kurang lebih sama. Sebab di Batam, wali kota lah yang memutuskan, berapa besaran UMK.

“Kami hanya membahas saja dan menerima rekomendasi semua pihak. Pak wali nanti memutuskan,” tuturnya.

Ketua Konsulat Cabang FSPMI Batam, Yaped Ramon, meminta kenaikan UMK Batam hingga 13 persen. “UMK Batam sesuai KHL itu Rp 5,3 juta,” sebutnya.

Besaran UMK Rp 5,3 juta itu, berdasarkan hitung-hitungan FSPMI atas kebutuhan para buruh selama sebulan. Apalagi sejak kenaikan BBM, memberikan dampak terhadap tiga komponen pokok, biaya transportasi, biaya makan dan biaya perumahan.

“Upah segitu, yang sangat layak bagi pekerja di Batam,” ucapnya. Sedang pihak pengusaha meminta penghitungan UMK 2023 tetap berdasarkan PP 36/2021 tentang Pengupahan.

Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid, pada pembahasan sebelumnya mengatakan, jika mengacu pada PP 36, maka kenaikan UMK Batam 2023 sebesar 2,1 persen atau sekitar Rp 112 ribu. Sehingga UMK Batam 2023 menjadi Rp 4.298.359. Adapun UMK Batam 2022 sebesar Rp 4.186.359.

Sementara, jika mengacu pada Permenaker 18/2022, kenaikan UMK dibatasi maksimal 10 persen. Jika naik 10 persen, maka besaran UMK Batam berdasarkan regulasi yang diteken 16 November 2022 lalu itu, bisa mencapai Rp 4.605.000 (dibulatkan dari angka Rp 4.604.994) atau naik sekitar Rp 418.635.

 

Kadin Siap Ajukan Uji Materiil Aturan UMP 2023

Pengusaha sepertinya masih enggan jika harus membayar kenaikan upah minimum (UM) 2023 maksimal 10 persen sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 18/2022. Keengganan tersebut diperlihatkan dari niatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang akan mengajukan uji materiil terhadap aturan baru tersebut.

Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menuturkan, langkah hukum ini terpaksa ditempuh oleh pihaknya. Hal ini guna memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha.

”Namun apapun hasilnya, pelaku usaha siap mematuhinya,” ujarnya dalam keterangan resminya, Kamis (24/11).

Menurut Arsjad, pelaku usaha pada dasarnya sepakat bahwa kondisi ekonomi nasional yang dinamis akibat resesi ekonomi global imbas dari konflik geopolitik perlu disikapi dengan cermat. Salah satunya, dengan menjaga daya beli masyarakat, yang terefleksi dari kenaikan UM.

”Namun, pada sisi lain, kemampuan pelaku usaha merespon kondisi ekonomi saat ini juga harus diperhatikan,” katanya.
Sehingga, tidak memberatkan pelaku usaha dan mengganggu iklim usaha. ”Semangat yang ingin dikedepankan pelaku usaha adalah menjaga stabilitas investasi, kesejahteraan pekerja, dan keadilan bagi pengusaha,” sambungnya.

Pengusaha sendiri keukeuh ingin menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan, yang merupakan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipteker).

Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan HAM Kadin Dhaniswara K. Hardjono menjelaskan, jika mengacu pada kondisi hukum saat ini, UU Ciptaker masih sah dinyatakan berlaku dalam tenggang waktu 2 tahun (inkonstitusional bersyarat) sampai ada perbaikan sebagaimana amar putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya. Lalu, sepanjang UU Ciptaker masih dalam perbaikan maka tidak diperkenankan adanya penerbitan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Ciptaker.

Sementara, lanjut dia, Permenaker No 18/2022 menjadikan PP No 36/2021 menjadi salah satu acuan hukum. Artinya, Permenaker No 18/2022 memiliki kaitan dengan UU Ciptaker.
”Sehingga dengan dikeluarkannya Permenaker 18/2022 ini menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum. Untuk itu diperlukan putusan yudikatif untuk menjawab keambiguan yang muncul,” paparnya.

Dikonfirmasi terpisah, organisasi serikat buruh/pekerja mempersilakan upaya yang akan dilakukan para pengusaha terkait UM 2023 ini. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, setiap orang bersamaan kedudukannya di mata hukum. Sehingga tak jadi soal bila pengusaha ingin melakukan uji materiil atas permenaker yang ada.

”Tinggal nanti pemerintah menjelaskan alasan membuat permenaker 18/2022 saja,” ungkapnya.

Yang jelas, kata dia, organisasi buruh dan Partai Buruh tetap meminta kenaikan UM dihitung dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. ”Prinsipnya, sikap buruh tidak berubah,” tegas pria yang juga menjabat sebagai presiden Partai Buruh tersebut.

Hal senada juga diungkap Anggota Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dari perwakilan buruh/pekerja Mirah Sumirat. Menurutnya, ini jadi hal yang lumrah ketika ada perbedaan menurut versi masing-masing dari pihak pengusaha maupun pihak lainnya.

”Silahkan saja sepanjang dilakukan melalui jalur-jalur yang sah ya secara konstitusi, dalam hal ini hukum,” paparnya.

Kendati demikian, Mirah juga mengingatkan bahwa UU Ciptaker sudah dinyatakan cacat formil. Upaya pengusaha ini akan jadi aneh dan lucu apabila mereka tetap nekat melakukan uji materiil terhadap Permenaker 18/2022 tersebut.

BACA JUGA: Pesan Ketua Kadin Indonesia untuk Milenial

”Karena justru Permenaker 18/2022 ini kan yang lebih kuat. Apalagi UU-nya kan sudah dinyatakan cacat formil, apalagi turunannya kan ya,” ungkap Mirah.

Selain itu, lanjut dia, pengusaha diminta bisa memiliki sedikit hati nurani. Mengingat, sepanjang pandemi Covid-19, mereka mendapat banyak stimulus dan subsidi dari pemerintah. Sementara, buruh/pekerja justru yang paling banyak mengalami PHK dan tak terpenuhi hak-haknya.

Disinggung soal penetapan UM provinsi (UMP) oleh gubernur, Mirah menyebut hingga saat ini belum ada laporan resmi dari semua provinsi atas besaran UMP-nya. Dari laporan yang ada, depenas provinsi/kabupaten/kota masih terus berkoordinasi terkait hal ini. (*)

Reporter : FISKA JUANDA-JP GROUP

spot_img

Update