Sabtu, 21 September 2024

Penambahan Rombel Bukan Solusi, Malah Menyalahi Aturan

Berita Terkait

spot_img
Orangtua Siswa Datangi SMAN 3 Batam 2 F Cecep Mulyana scaled e1688220588195
Ilustrasi: Orangtua Siswa berkumpul di depan gerbang di SMAN 3 Batam, Sabtu (1/7). Mereka berharap anaknya bisa masuk SMAN 3 tersebut, F Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Batam masih berpolemik. Sebab, sejumlah orang tua masih memaksakan anak mereka untuk bisa masuk di sekolah ‘favorit’.

Beberapa waktu lalu, beberapa sekolah ‘favorit’ ini akhirnya menerima siswa melebihi kapasitas di setiap rombel karena permintaan orang tua murid. Wali Kota Batam, Muhammad Rudi kemudian memberi solusi agar rombel ditambah.



Namun hal itu menurut Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri, Lagat Sadari, menyalahi aturan. Sebab penambahan rombel sudah jelas dilarang sesuai dengan aturan Permendikbud.

Baca Juga: SMAN 1 Batam Tambah Rombel, Kepala Ombudsman: Ini akan Kami Catat Sebagai Temuan

“Tak boleh menambah rombel, itu sudah jelas menyalahi aturan. KPK tidak setuju, dan Pemko dimarahi karena melakukan itu,” kata Lagat.

Dijelaskan Lagat, penambah rombel bukan solusi yang baik. Karena permasalahan itu terus terjadi setiap tahunnya. Hal itu membuktikan Pemko Batam maupun Pemrov Kepri tidak siap menghadapi PPDB.

“Bukan solusi menambah rombel, karena kalau selalu dibuat seperti itu, maka tahun besok akan terjadi lagi. Harusnya pemerintah daerah sudah punya perencanaan, karena mereka sudah tahu jumlah siswa yang lulus baik di SD, SMP,” jelas Lagat.

Baca Juga: Siswa Tambahan Akhirnya Diterima di SMA dan SMK Batam

Kalau pun kuota ditambah perombel, itu bisa saja untuk dimaksimalkan. Tapi tidak melebihi dengan kapasitas. Seperti untuk SMP kuota yang harusnya 32 siswa, bisa menjadi 40 siswa. Dan SMA/SMK yang harusnya 36 bisa menjadi 42.

“Jangan lebih itu, kualitas pendidikan bisa jadi tak bermutu. Guru mengajar siswa dengan jumlah yang luar biasa. Kasihan mereka, mereka juga punya batas kemampuan,” tegas Lagat.

Masih kata Lagat, rata-rata anak yang dipaksakan masuk sekolah “favorit” sudah diterima di sekolah negeri lain. Namun karena alasan gengsi dan hal lainnya, mereka mengabaikan sekolah negeri tersebut.

“Orang tua kan ingin di negeri, itu sudah diterima di negeri. Tapi tetap dipaksa masuk sekolah negeri lainnya, karena dianggap sekolah tersebut favorit,” sebut Lagat.

Baca Juga: SMAN 1 Batam Buka Kelas Online, Tampung 257 Siswa Baru

Ia juga menyayangkan pemerintah yang mengakomodasi permintaan orang tua murid agar anak mereka tetap diterima di sekolah negeri yang diinginkan. Padahal, hal itu akan berdampak pada kualitas belajar anak yang jadi tak bermutu.

“Jangan karena tahun politik, semua diakomodasi. Kasihan anak-anak. Mereka jadi tak mendapat tempat belajar yang layak, karena penambahan rombel atau kuota melebihi maksimal,” pungkas Lagat. (*)

 

Reporter: Yashinta

spot_img

Update