batampos – Sidang gugatan praperadilan penetapan dan penahanan tersangka kerusuhan dalam aksi solidaritas bela Rempang kembali digelar di Pengadilan Negeri Batam, Rabu (1/11).
Agenda sidang lanjutan ini adalah mendengar jawaban dari termohon yakni Polresta Barelang atas gugatan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, yang menilai penetapan dan penahanan tersangka cacat formil.
Sidang gugatan 25 perkara praperadilan digelar secara serentak di tiga ruangan berbeda dengan majelis hakim tunggal berbeda juga. Tim hukum perwakilan Polresta Barelang menegaskan bahwa penetapan tersangka sudah sesuai dengan proses.
Baca Juga: Paket Sembako Murah Dimintai Warga Batam, Digelar Selama Satu Pekan
Bahwa barang siapa yang secara sengaja menghancurkan atau merusak tempat umum atau bangunan yang menimbulkan bahaya umum bagi orang, dan nyawa orang lain atau paksaan, dan perlawanan terhadap nyawa yang sedang melakukan tugas jasa, yang mengakibatkan luka atau luka berat atau barang siapa secara terang-terangan dan bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang. Sehingga tim bidang hukum Polresta Barelang menyatakan penangkapan tersangka, penahanan secara sah dan formil.
“Penetapan tersangka karena sudah melakukan tindakan melanggar hukum,” ujar tim polisi memberi jawaban.
Menurut mereka, penetapan tersangka juga berdasarkan barang bukti dan hasil visum dari petugas kepolisian, satpol PP, dan Ditpam BP Batam yang terluka saat bentrokan terjadi pada (11/9).
“Adanya dua alat bukti, keterangan para saksi dan surat, maka para pelaku ditetapkan sebagai tersangka,” jelas tim polisi sebagai termohon.
Baca Juga:Â BIB Simulasi untuk Persiapan Pengamanan dan Hadapi Ancaman di Bandara Hang Nadim
Tak hanya itu, polisi juga menjelaskan penetapan tersangka juga sudah memberikan SPDP ke Kejaksaan Negeri Batam, surat itu juga ditembuskan ke keluarga para tersangka.
“SPDP dengan nomor 287 tertanggal 15 September 2023 telah dikirim ke Kejari Batam, yang diteruskan kepada pihak Keluarga masing-masing tersangka sebanyak 6 tersangka,” tambahnya.
Usai mendengar jawaban dari tim polisi, sidang pun kemudian ditunda hingga sore dengan agenda replik dari tim advokasi. Dalam replik tersebut, tim advokasi membantah jawaban dari polisi. Dimana penetapan tersangka, hingga keterangan ahli untuk penetapan tersangka yang dilakukan di hari yang sama yakni 11 September tidak masuk akal.
“Penetapan tersangka dilakukan di hari yang sama saat penangkapan, kemudian ada keterangan ahli di hari yang sama juga, yang kebenarannya kami ragukan,” jelas tim advokasi dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Yudith Wirawan.
Begitu juga dengan hasil visum yang baru dilakukan pada 5 Oktober, padahal kejadian tanggal 11 September. Jarak waktu yang hampir satu bulan, menjadi hal yang cukup rancu untuk pengambilan visum.
Baca Juga:Â Ini Jenis BBM yang Turun Harga di Batam Beserta Tarifnya
Dalam sidang mendengar replik itu, tim polisi juga sempat menyampaikan beberapa perubahan data yang dicoret atas jawaban.
“Ada typo bahasa, jadi ada yang kami coret untuk jawaban tadi,” ujar tim polisi.
Tak hanya itu, pada persidangan juga sempat terjadi perdebatan antara tim advokasi dengan majelis hakim. Tim advokasi meminta majelis hakim mengizinkan para tersangka hadir di sidang praperadilan.
Permintaan itu dengan tegas ditolak oleh hakim, dengan alasan berdasarkan azas. Namun saat ditanya tim advokasi azas apa yang menyebutkan para termohon ( tersangka) tak bisa dihadirkan ke persidangan, hakim Yudith pun tak bisa menjelaskan secara rinci.
“Ada azasnya, saya menolak atas permintaan untuk menghadirkan para tersangka ke praperadilan,” tegas hakim Yudith lagi. (*)
Reporter: Yashinta