batampos-Kota Batam, sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pariwisata yang berkembang pesat. Saat ini, Kota batam dihadapkan pada rencana pembangunan kawasan bisnis apartemen yang berlokasi di depan Bukit Clara, Batamcenter.
Dalam konteks ini, penduduk Batam dan para pengamat kebijakan publik, termasuk Rikson Tampubolon, Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policies seorang Akademisi dan Pengamat Kebijakan Publik di Kota Batam, menyoroti dengan serius konsekuensi dari rencana pembangunan property persis di depan ikon Kota Batam ini.
Menurut Tampubolon, pertanyaan kritis perlu diajukan terkait rencana pembangunan properti ini, dan alternatif yang lebih bijak perlu dipertimbangkan.
Dia menyampaikan kekhawatirannya tentang konsekuensi dari menggusur lahan yang sebelumnya digunakan sebagai ruang terbuka hijau, serta menutupi salah satu ikon kota, “Welcome to Batam”. Ini harapannya justru memperkuat kesan ikon tersebut sebagai ikon kota batam dan milik masyarakat Kota Batam.
Tampubolon menjelaskan, pendekatan pembangunan yang tidak mempedulikan warisan ikon Kota Batam hanya untuk kapitalisasi lahan adalah “pembangunan tanpa perasaan” atau “pembangunan tanpa etika.”
Pendekatan semacam ini sering kali didasarkan pada kepentingan ekonomi semata tanpa mempertimbangkan aspek-aspek budaya, sejarah, atau identitas kota.
Hal ini dapat merugikan keberlanjutan lingkungan dan merusak ikon kota serta nilai-nilai budaya yang dimilikinya.
BACA JUGA: Polisi Periksa 5 Orang Pengelola Lapak Welcome To Batam
Menurut Tampubolon, Pendekatan semacam ini juga dapat disebut sebagai “pembangunan berorientasi profit” atau “pembangunan tanpa visi berkelanjutan.” Fokusnya hanya pada keuntungan finansial tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ikon kota dan warisan budayanya.
Ikon “Welcome to Batam” telah lama menjadi simbol selamat datang bagi pengunjung dan warga setempat. Menurut Tampubolon, kehilangan ikon ini bisa berdampak negatif pada estetika dan sosial kota. Selain itu, Tampubolon mencatat bahwa Kota Batam masih kekurangan ruang terbuka hijau yang dapat dinikmati oleh warga.
Rikson Tampubolon, yang merupakan alumni program Magister Perencanaan Wilayah dan Pembangunan Universitas Sumatera Utara ini menyatakan, “Sangat disayangkan jika salah satu ikon Batam, yaitu Welcome to Batam, akan hilang dan tertutup oleh sebuah bangunan. Saya mendukung tegas penolakan jika ini akan merugikan warisan budaya dan estetika kota kita,” ujarnya.
Pendekatan dalam pembangunan kota, katanya, harus mempertimbangkan elemen penting seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), estetika, dan perlindungan infrastruktur yang sudah ada.
Tampubolon juga meminta pemerintah untuk memastikan bahwa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan fatwa planologi diberikan setelah pertimbangan yang matang.
”Jangan sampai terjadi lagi hal-hal seperti ini, keliatannya sangat serampangan pendekatannya,” bebernya.
Tampubolon menekankan bahwa pembangunan harus mengintegrasikan kepentingan ekonomi dengan pelestarian budaya dan warisan kota.
“Pendekatan berkelanjutan dan beretika dalam pengembangan kota adalah cara yang lebih bijak dan bertanggung jawab untuk membangun dan mengembangkan kota, yang menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan pelestarian identitas kota,” tambahnya.
Pembangunan kota Batam sebagai destinasi ekonomi dan pariwisata yang berkembang pesat harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap identitas dan keberlanjutan lingkungan kota. ”Kita harus jaga ikon kota kita, #SaveWelcomeToBatam,” tutupnya. (*)