batampos- Demonstrasi beruntun yang dilakukan buruh, tampaknya menimbulkan keresahan bagi dunia usaha. Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid.
“Setiap aksi demonstrasi terjadi, pimpinan perusahaan di Batam selalu khawatir akan mengganggu proses produksi. Terutama pimpinan perusahaan asing. Karena ketika proses produksi terganggu, maka komitmen terhadap klien di luar negeri juga bisa terganggu. Sehingga bisa saja perusahaan di Batam gagal memenuhi komitmennya terhadap klien di luar negeri. Akibatnya mereka berpotensi akan kehilangan klien,” kata Rafki, Senin (13/12).
BACA JUGA:Â Demo, Buruh FSPMI Tuntut Upah Naik 7-10 Persen
Kalau itu terjadi, maka investor akan mengurangi tenaga kerja sehingga akan berdampak pada penambahan pengangguran di Batam.
“Kita sayangkan juga ada kemacetan yang terjadi akibat aksi demonstrasi. Seharusnya aksi unjuk rasa jangan sampai mengganggu aktivitas masyarakat. Bahkan minggu lalu ada perusahaan yang lapor ke Apindo pekerja mereka, diminta untuk ikut aksi unjuk rasa. Ini kan akan merugikan si karyawan itu sendiri. Bahkan perusahaan diminta mengirim perwakilan untuk ikut unjuk rasa. Cara seperti ini berpotensi mengganggu proses produksi di perusahaan,” tuturnya.
Ia mengimbau kepada serikat buruh dan pekerja untuk berunjuk rasa dengan tertib dan tidak mengganggu masyarakat lain dan juga tidak mengganggu aktivitas perusahaan yang sedang berjalan.
“Karena kita sangat membutuhkan investasi pasca jatuhnya ekonomi Batam ke jurang resesi. Jadi mendorong investasi agar lebih banyak datang ke Batam menjadi tugas kita semua. Maka kita harus jaga iklim investasi di Batam tetap kondusif,” paparnya.
“Karena UMK Batam sudah ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan PP 36/2021 tentang Pengupahan. Kepala Daerah tidak mungkin berani keluar dari formulasi yang telah ditetapkan oleh regulasi tersebut. Karena pengupahan itu masuk dalam program strategis nasional. Kepala daerah wajib mengikuti. Jika tidak patuh maka kepala daerah bisa dikenai sanksi sesuai dengan apa yang diatur dalam UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sanksinya bisa berupa teguran tertulis bahkan bisa sampai pada pemberhentian dari jabatan. Jadi kita harap hal ini bisa dipahami terutama oleh rekan-rekan pekerja,” pungkasnya. (*)
Reporter: Rifki Setiawan