Rabu, 25 September 2024

Peran Orangtua dan Guru Sangat Krusial dalam Mendukung Anak yang Jadi Korban Rudapaksa

Berita Terkait

spot_img

Kasus rudapaksa pada anak di Batam setiap tahunnya selalu menunjukkan peningkatan. Bahkan pada 2023, kasus ini merupakan salah satu kasus tertinggi yang ditangani Polresta Barelang dan polsek jajaran.

Dalam sebulan terakhir, dua kasus rudapaksa terungkap di Sekupang. Yang membuat miris, pelakunya adalah orang terdekat, yakni ayah tiri. Korbannya masih berstatus pelajar yang berusia 16 serta 13 tahun.



Selain kasus di atas, juga terjadi peristiwa rudapaksa di Seibeduk yang dilakukan bergilir oleh empat pemuda. Korbannya juga seorang pelajar kelas II SMA. Semua pelaku berhasil ditangkap Satreskrim Polresta Barelang.

“Modusnya berbeda-beda. Ada korban yang dicekoki miras, dan obat perangsang,” ujar Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Barelang, Iptu Jonathan Reinhart Pakpahan.

Tahun ini, PPA Satreskrim Polresta Barelang menangani 20 kasus. Data menunjukkan selama 2023 Polresta Barelang dan polsek jajaran menangani 226 kasus rudapaksa anak.

Di antaranya 133 kasus yang terselesaikan dengan pencapaian 58,8 persen.

“Mayoritas pelakunya itu orang terdekat. Seperti ayah tiri, dan pacar,” katanya.

Kapolresta Barelang, Kombes Heribertus Ompusunggu, mengatakan bahwa kasus rudapaksa pada anak harus dicegah dengan peran orangtua. “Berikan pendidikan kepada anak, edukasi bahwa siapapun yang dikenal atau yang tidak dikenal apabila membahayakan diri berteriak,” katanya.

perkaos
ilustrasi

Disinggung apakah Batam masih bisa disebut kota layak anak? Heribertus enggan berkomentar. Ia mengatakan dengan tingginya kasus ini, pihaknya juga akan bersiner-gi dengan pemerintah.

“Karena saya baru di sini, nanti akan saya kumpulkan dulu. Dan memetakan lokasi-lokasi yang rawan,” katanya.

Heribertus mengaku kasus rudapaksa anak yang ditanganinya hanya yang terungkap saja. Menurut dia, masih ada kasus yang belum sampai ke pihak kepolisian. “Makanya nanti akan saya kumpulkan dulu. Gimana penangananya nanti,” ungkapnya

Sekretaris LPA Batam, Erry Syahrial, mengatakan, kasus kekerasan seksual anak ini meningkat drastis sejak tahun 2021. Pada 2021 kasus kekerasan seksual anak tidak mencapai 100 kasus, sedangkan 2023 mencapai 200 lebih kasus.

”Setiap tahun meningkat. Ini sangat mengkhawatirkan. Untuk awal tahun ini (2024) sudah banyak kasus yang kami tangani,” ujarnya.

Erry menjelaskan, tingginya kasus pencabulan memang dipengaruhi medsos atau penggunaan ponsel bagi anak. Menurut dia, konten di media sosial dapat memengaruhi perilaku anak.

”Selain itu pelaku saat ini juga mengincar korbannya melalui internet. Jadi konten-konten di medsos itu merusak nilai-nilai moral yang ditanamkan di rumah dan di sekolah,” katanya

Erry menilai selain membatasi penggunaan ponsel, orangtua juga harus membatasi anaknya untuk mengenal orang yang lebih dewasa. Kemudian, memberikan pemahaman tentang bahayanya pergaulan bebas. ”Intinya balik lagi ke keluarga. Bagaimana pengawasan dan memberikan anak pemahaman,” tutupnya.

Terpisah, UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, (PPA) Kota Batam menyebut angka rudapaksa yang dihimpun hingga September 2024 sudah mencapai 174 kasus kekerasan. 144 di antaranya adalah kasus rudapaksa anak.

“Untuk rata-rata usianya bervariasi. Kebanyakan dari usia 13 sampai 15 tahun,” kata Kepala UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Batam, (PPA), Dedy Suryadi, Senin (23/9).

Upaya yang dilakukan oleh pihaknya dimulai dari penjangkauan seperti identifikasi dan asesmen kepada korban. Kemudian dilakukan pendampingan yang bertujuan memberikan penguatan dan penyelesaian kasusnya ke penegak hukum dan melakukan visum.

“Upaya dilakukan semua secara bertahap, kami juga memberikan ruang konseling untuk memotivasi dan meringankan beban psikis korban,” ujarnya.

UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak turut berperan melakukan rujukan kepada korban dengan mengetahui latar belakangnya seperti pendidikan, faktor ekonomi, dan sebagainya.

“Dan kami juga melakukan rujukannya apabila dari sisi pendidikan kami siap membantu dari sisi tersebut untuk sekolahnya agar bisa terus berlanjut. Lalu apabila tidak memiliki identitas maka kami juga membantu ke dinas terkait, dan apabila ada keluarga tidak mampu maka kami usulkan untuk mendapatkan bantuan,” terangnya.

Ia menyebut banyak faktor menyebabkan masih ada beberapa pihak yang tidak berani melaporkan persoalan ini ke UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak.
Dedy menjelaskan bentuk kekerasan yang diterima anak mulai dari kekerasan verbal hingga fisik.

Bentuk kekerasan ini akan menimbulkan dampak yang mengancam masa depan anak, sehingga perlu komitmen orangtua, dan pihak lainnya untuk mencegah agar ini tidak terjadi.

“Yang paling umum mereka dari pihak (korban) tidak berani melaporkan dalam arti kata tidak ingin menyampaikan ke kami,” ujarnya.

Ini artinya dukungan moral dari orang sekitar sangat penting. Korban membutuhkan orang lain agar bisa menjadi pelapor dan pelopor atas apa yang mereka alami.

Ia mengajak kepada masya-rakat, paling dekat itu adalah tetangga, hingga perangkat RT/RW serta pihak yang memiliki wewenang di satu wilayah untuk memperhatikan kondisi sekitar. Saksi menjadi juru kunci dalam mengungkap berbagai tindakan kekerasan.

“Jika memang melihat ada anak yang mengalami peruba-han perilaku. Misalkan, dulu riang mendadak murung. Ini bisa ditanya dan dicari tahu ke keluarganya. Karena sema-kin cepat penanganan akan semakin baik bagi korban juga,” terangnya.

Dalam upaya memerangi kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, Pemerintah Kota (Pemko) Batam melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) telah menyelenggarakan Kegiatan Pencegahan dan Penanganan terhadap persoalan tersebut.

“Perkembangan kasus perempuan dan anak dari waktu ke waktu sangat mengkhawatirkan,” kata Sekretaris Daerah Batam, Jefridin Hamid, Sabtu (21/9).

Kasus demi kasus beragam mulai dari tindakan kekerasan, pelecehan, pencabulan, pembulian, penelantaran, pola asuh yang salah, bahkan tindak pidana perdagangan orang,” paparnya.

Ia meyakini masih ada pihak yang tidak terlapor. Menurutnya masyarakat berperan mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Oleh karena itulah pemerintah daerah mendirikan UPTD sebagai tempat untuk menangani kasus kekerasan perempuan dan anak. Semoga kita terus dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak,” harapnya. (*)

 

Reporter : YOFI YUHENDRI, ARJUNA, ABDUL AZIS

spot_img

Update