Senin, 14 Oktober 2024

Perang Dagang China-Eropa, Peluang dan Tantangan bagi Batam

Berita Terkait

spot_img
Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk
Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk. (Antara)

batampos – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Jadi Rajagukguk, mengungkapkan bahwa Eropa merupakan target pasar terbesar kedua untuk ekspor China setelah Amerika Serikat. Ia menekankan, jika terjadi perang dagang antara China dan Eropa, perusahaan-perusahaan China diperkirakan akan mengubah strategi pemasarannya, termasuk memindahkan industri ke wilayah Asia Tenggara. Termasuk Indonesia, khususnya Batam.

Jadi Rajagukguk mencatat bahwa sejak awal bulan 2024, telah banyak perusahaan-perusahaan China yang mulai masuk ke Batam untuk mempersiapkan kemungkinan perang dagang dengan Eropa. Namun, ia juga mengingatkan agar masyarakat dan pemerintah Batam tidak terlalu berbangga diri, karena negara-negara di Asia Tenggara seperti Vietnam, Kamboja, Myanmar, Filipina, dan Thailand juga akan menawarkan berbagai insentif menarik untuk menarik investasi.

“Negara-negara tersebut akan memberikan jaminan investasi serta pelayanan perizinan yang cepat, murah, dan efisien. Ini adalah tantangan bagi kita,” kata JadiRajagukguk, Minggu (13/10).

Baca Juga: Perkuat Perlindungan Nelayan, Pemko Batam Targetkan 5.000 Terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan pada 2025

Ia menegaskan bahwa kesiapan pemerintah di Batam, terutama Badan Pengusahaan (BP) Batam yang menangani pelayanan perizinan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Pemerintah Kota (Pemko) Batam, sangat penting untuk meningkatkan pelayanan perizinan dan menawarkan insentif yang lebih menarik bagi investor.

Jadi juga menerangkan terdapat tiga hal utama yang harus dipersiapkan untuk menghadapi situasi ini. Diantaranya, memberikan insentif menarik untuk menarik investor, sehingga perlu ada insentif yang lebih kompetitif dibandingkan negara-negara tetangga. Kedua, sistem pelayanan perizinan yang efisien, dimana pelayanan perizinan harus cepat dan murah, agar investor tidak merasa terhambat dalam berinvestasi di Batam.

Ketiga menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional di Batam agar mampu bersaing dan memenuhi kebutuhan industri yang masuk. “Ketiga ini harus kita persiapan sehingga Batam benar-benar siap,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid, menilai dampak dari perang dagang antara Uni Eropa (UE) dan China masih perlu dicermati lebih lanjut. Menurutnya, perang dagang yang terjadi saat ini baru sebatas pengenaan tarif terhadap barang-barang ekspor tertentu dari China, terutama produk mobil listrik, yang mana Batam tidak memiliki pabrik mobil, apalagi mobil listrik.

Baca Juga: Sedot Pasir di Batam, Dibawa ke Singapura

“Kalau membaca saat ini baru sebatas pengenaan tarif terhadap barang-barang ekspor tertentu dari China. Itupun terbatas baru untuk produk mobil listrik. Kita tahu Batam tidak memiliki pabrik mobil apalagi mobil listrik. Kalau perang tarif, itu kemungkinan hanya akan berlangsung sementara. Tidak dalam jangka panjang, ” ujarnya.

Namun begitu pemerintah dan stakeholder terkait lainnya juga harus memantau apakah perang dagang ini akan meluas ke produk lainnya, terutama produk elektronik, yang tentunya akan berdampak kepada Kota Batam.

“Jadi menurut saya, kemungkinan akan terjadinya perang dagang EU – China ini belum akan berpengaruh signifikan terhadap Batam. Nanti ke depannya kita lihat lagi apakah perang dagang ini akan meluas ke produk lainnya atau tidak. Jika perang dagang meluas ke produk elektronik, tentu akan berpengaruh ke Kota Batam,” jelasnya

Kepala Kamar Dagang Uni Eropa (UE) di China, Jens Eskelund, sebelumnya menyatakan bahwa perang dagang besar-besaran antara kedua belah pihak semakin sulit dihindari. UE baru-baru ini sepakat untuk memberlakukan tarif tinggi terhadap kendaraan listrik dari China, yang direspons oleh Beijing dengan langkah serupa terhadap produk-produk Eropa.

“Perselisihan ini dipicu oleh ketidakseimbangan perdagangan antara UE dan China. Ekspor China ke Eropa terus meningkat, sementara impor dari Eropa stagnan,” jelas Eskelund.

Baca Juga: Operasi Zebra 2024 Digelar 14 hingga 27 Oktober

Ia menekankan bahwa masalah ini tidak hanya berkaitan dengan tarif, tetapi juga dengan tantangan deflasi yang menghambat konsumsi domestik di China.

Eskelund menambahkan, upaya pemerintah China untuk meningkatkan konsumsi domestik belum memberikan hasil yang memuaskan. Tanpa langkah-langkah stimulus yang signifikan, sulit bagi China untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi lima persen tahun ini.

Dengan situasi ini, Batam diharapkan dapat memanfaatkan peluang yang ada sambil tetap waspada terhadap tantangan yang muncul dari persaingan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Rajagukguk mengajak semua pihak, termasuk pemerintah dan pelaku usaha, untuk bekerja sama dalam mempersiapkan Batam sebagai tujuan investasi yang lebih menarik dan kompetitif. (*)

 

Reporter : Rengga Yuliandra

spot_img

Update