batampos – Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP) menyegel secara permanen pengoperasian PT Putra Bentan Karya (PBK) di Desa Temburun, Kecamatan Siantan Timur, Kabupaten Kepulauan Anambas, Sabtu (29/6).
PBK yang bergerak di bidang Asphalt Mixing Plant (AMP) dinilai melakukan aktivitas reklamasi di kawasan konvervasi manggrove dan terumbu karang seluas 616 meter persegi untuk pembangunan Pelabuhan Jetty, sejenis pelabuhan yang jauh menjorok ke laut.
Pantauan Batam Pos, di lokasi reklamasi itu dipenuhi tumbuhan mangrove atau bakau yang telah ditebang dan ditimbun untuk Pelabuhan Jetty, agar bisa bongkar muat alat berat dan bisa menempatkan mesin AMP, yaitu mesin Pengolahan Aspal untuk proyek pembangunan jalan. Di pintu masuk kawasan itu, terdapat alat berat dan alat pengolahan aspal.
”Aktivitas ini telah dilakukan sejak 2014 dan masih beroperasi. Terakhir, tongkang mereka loading di sini akhir Desember 2023 lalu,” ujar Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan, Halid Jusuf, kepada awak media, Sabtu, (29/6) di lokasi.
Halid mengatakan, PBK tidak mengantongi izin penebangan manggrove, reklamasi di kawasan konservasi, dan pemanfaatan ruang laut.
”Tidak ada izin semua aktivitas mereka. Dari tahun 2014, baru sekarang masyarakat melaporkan dan kita langsung tindak keras dengan menghentikan permanen aktifitas di sini. Karena ini kawasan konservasi,” tegas Halid Jusuf.
Akibat ulah PBK, sambung Halid, ekosistem perikanan dan manggrove yang berada di kawasan tersebut mengalami kerusakan.
”Kita tindak tegas, manajemen akan kita panggil ke Jakarta untuk dimintai keterangan dan sanksi administrasi dan pidana,” tegas Halid, lagi.
Untuk sanksi administrasi, PBK diwajibkan melakukan pemulihan kerusakan lingkungan.
”Kalau pidana, minimal denda Rp2 miliar dan kurangan penjara 2 tahun, maksimal Rp10 miliar dan kurangan penjara 10 tahun,” sebut Halid.
Ia juga menyayangkan manajemen PBK tidak kooperatif dalam penyegelan ini. Dari kedatangan tim hingga kepulangan, pihak manajemen sama sekali tidak datang.
”Manajemen tidak kooperatif. Kalau mereka tidak datang ke Jakarta. Kita jemput secara paksa,” tags Halid. (*)
Reporter : IHSAN IMADUDDIN