batampos – Jajaran Ditreskrimsus Polda Kepri berhasil mengungkap kasus perdagangan anak dibawah umur, berkedok aplikasi MiChat di Batam, pada Rabu 26 Januari 2024 lalu.
Kasus perdagangan anak dibawah umur terungkap saat tim Siber Ditreskrimsus melakukan patroli, dan didapati adanya kegiatan prostitusi online melalui aplikasi MiChat.
Dirreskrimsus Polda Kepri, Kombes Pol Putu Yudha Prawira mengatakan, saat tim Siber Polda Kepri melakukan patroli, dicurigai adanya kegiatan perdagangan anak dibawah umur dalam prostitusi online MiChat.
“Kami melakukan penyamaran untuk memastikan kebenaran praktik tersebut. Dan ternyata benar, kami menemukan proses penawaran prostitusi di media sosial dan transaksi dilakukan di Grand I hotel, dalam kamar 631,” kata Dirreskrimsus Polda Kepri, Kombes Pol Putu Yudha Prawira, Selasa (6/2).
Baca Juga: Massage di Batuaji dan Sagulung Dilayani Wanita Wanita Seksi
Yudha mengatakan, dalam menjalankan aksinya, para pelaku yang melakukan penjualan orang ini menunggu di halaman parkir Grand I Hotel.
“Kami menangkap dua tersangka, RE dan RAP yang menjadi pemilik aplikasi saat mereka di parkiran hotel,” ujarnya.
Yudha mengatakan, para pelaku memasang tarif Rp600 ribu untuk satu kali kencan pendek kepada calon pelanggan. Dari aksinya ini, para pelaku meraup keuntungan sekitar Rp300 ribu untuk sekali kencan.
“Mereka sudah menjalankan aksinya kurang lebih satu tahun. Korbannya satu, usianya 17 tahun,” kata Yudha.
Baca Juga: Prostitusi Berkedok Massage, Mami dan Direktur Disidang
Yudha mengatakan, antara korban dan pemilik akun tidak saling mengenal. Mereka hanya menjalin komunikasi melalui teman korban. “Makanya tersangkanya ada dua, jadi salah satunya merupakan orang yang mengenalkan korban,” kata dia.
Barang bukti yang disita polisi dalam kasus ini, yakni kondom, dua telepon genggam, satu mobil dan uang Rp600 ribu uang dan satu akun MiChat.
Putu menegaskan bahwa kedua tersangka akan dijerat dengan pasal prostitusi dan perdagangan orang, serta perlindungan terhadap perempuan dan anak, juga pasal pornografi dengan ancaman hukuman paling tinggi 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. (*)
Reporter: Aziz Maulana