batampos – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri yang mengusut berbagai kasus dugaan korupsi, menangkap mantan pejabat di Kepri dalam kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 1,777 miliar.
Mantan pejabat di Kepri yang ditangkap Subdit III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ditreskrimsus Polda Kepri itu adalah mantan kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota (BPKAD) Kabupaten Natuna berinisial D. Dia diduga terlibat korupsi dana hibah pada APBD dan APBD-P medio 2011-2013. Ia ditangkap di rumahnya di Depok, Jawa Barat, pada 23 April 2024.
“Ini pengembangan tersangka lainnya yang lebih dahulu kita tangkap di kasus yang sama,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri, Kombes pol Putu Yudha Prawira, Jumat (31/5).
Tersangka sebelumnya yang ditangkap yakni WS. Dia ketua LSM Forum Kota (Forkot) Natuna yang juga ketua KONI Natuna.
“WS ini lebih dahulu P21 kasusnya dan dilakukan penyerahan atau dilimpahkan pada 14 November 2023 lalu,” kata Putu.
Baca Juga: 3 Juni PPDB SDN Resmi Dibuka, Link Pendaftaran Bisa Diakses 24 Jam
Sementara itu, informasi yang diperoleh Batam Pos, D, diduga melawan hukum karena dalam kasus ini, D selaku Kepala BPKAD Natuna tahun 2011-2013 memerintahkan Kabid Anggaran untuk melakukan penginputan penerima hibah ke dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) pada Pelaksana Pengelola Keuangan Desa (PPKD) hanya berdasarkan rekapitulasi usulan hibah yang diterima dari Bupati, Wabup, dan Anggota DPRD. Padahal, usulan tersebut diketahui tanpa melalui proses penganggaran sebagaimana regulasi penganggaran Hibah.
Selain itu, pada 2011 D selaku kepala BPKAD juga selaku PPKD yang bertanggungjawab pada pengelolaan hibah dan bansos memberikan dana hibah yang bersumber dari APBDP Pemkab Natuna sebesar Rp 250 juta, tanpa proses identifikasi dan verifikasi. Kemudian usulan LSM Forkot tanpa dilengkapi dengan proposal yang telah mendapat rekomendasi dari desa, kelurahan, kecamatan, dinas atau instansi terkait.
Bahkan, pencairan dana hibah yang diterima LSM Forkot tahun 2011 dilakukan D sebagai kepala BPKAD dan selaku PPKD dengan mengeluarkan disposisi atau memo kepada bendahara tanpa adanya persetujuan dari bupati Natuna. Dengan kata lain, hanya berdasarkan disposisi atau memo dari D saja.
Baca Juga: Dukung Kader Internal, DPD Partai Golkar Tak Buka Penjaringan
Tak hanya itu, D juga sudah mengetahui LSM Forkot Natuna sudah mendapatkan dana hibah dari Pemkab Natuna pada 2011, namun dana hibah masih saja diberikan pada dua tahun berikutnya.
Perbuatan D itu bertengangan dengan Permendagri dan Perbup Natuna tentang Penganggaran, Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban Pemberian Hibah Daerah.
Juga melanggar pasal 2 dan atau Pasal 3 UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Putu kembali menerangkan, kasus ini berawal dari penyelidikan yang dilakukan sejak Januari 2023. Setelah serangkaian proses, kejaksaan menyatakan kasus ini lengkap (P21) pada April 2024.
“WS dan D diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain,” ujarnya.
Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga: PPIH Catat 8.345 JCH Sudah Tiba di Makkah dan Madinah
“Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara,” tutupnya.
Sekadar mengingatkan kembali, Pemkap Natuna menyalurkan dana hibah untuk pemberdayaan masyarakat ke LSM Forkot tiga tahun berturut-turut, yakni 2011-2013.
Tahun 2011 Pemkab menyalurkan Rp 400 juta melalui APBD murni dan Rp 250 juta di APBD Perubahan.
Kemudian pada 2012 Pemkab kembali menyalurkan dana hibah untuk pemberdayaan masyarakat ke Forkot melalui APBD murni sebesar Rp 100 juta. Lalu anggaran terbesar disalurkan pada 2013 ke LSM yang sama yang dipimpin WS tersebut sebesar 1,027 miliar melalui APBD murni.
Totalnya, dalam tiga tahun anggaran tersebut, Pemkab menggelontorkan dana hibah untuk pemberdayaan masyarakat sebesar 1.777.500.000 (Rp 1,777 miliar).
Namun, pada pelaksanaannya, dana hibah ini tidak diperuntukkan untuk pemberdayaan masyarakat seperti pembinaan olahraga dan lainnya. Dana ini lebih banyak dihabiskan untuk kepentingan pribadi WS. Sehingga, hasil penghitungan auditor BPKP Perwakilan Provinsi Kepri, kerugian negara sesuai dengan besaran anggaran yang digelontorkan Pemkab tersebut.
Selama kasus ini bergulir hingga D ditangkap dan ditetapkan tersangka, penyidik sudah memeriksa 43 orang saksi yang dimintai keterangan yang terdiri dari 13 PNS, 4 pengurus LSM, dan 25 orang lainnya. Selain itu, penyidik juga telah meminta keterangan 3 orang saksi ahli.
Baca Juga: Ancaman Bagi Nelayan Lokal, 4 Ton Ikan Ilegal Digagalkan Masuk Batam
Penyidik juga menyita sejumlah barang bukti seperti dokumen laporan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah yg dibuat, Dokumen pencairan dana hibah kepada LSM, Naskah Perjanjian Hibah Daerah atas pemberian dan hibah kepada LSM Forkot Natuna Tahun 2011, 2012, dan 2013 dan beberapa barang bukti lainnya.
Para tersangka diketahui melanggar Permendagri 32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan Bantuan Sosial beserta perubahannya. Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (*)
Reporter : Azis Maulana