Jumat, 22 November 2024

PPDB SMA Negeri di Batam Selalu Berpolemik, Ombudsman Beri Dua Opsi

Berita Terkait

spot_img
Sejumlah orangtua mencoba mendatangi SMAN 3 Batam, Kedatangan mereka untuk mencari informasi terkait kuota tambahan PPDB, Selasa (9/7). F Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos – Ombudsman RI perwakilan Kepulauan Riau, menemukan polemik dimana orang tua memaksakan anaknya bersekolah di tempat yang diinginkan. Padahal, para anak telah diterima di sekolah lain pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024 ini.

Hal tersebut ditemukan saat Ombudsman melalui Keasistenan Pencegahan Maladministrasi melakukan pengawasan di beberapa sekolah di Batam, sejak 11 Juli lalu. Pengawasan dilakukan pada delapan sekolah negeri, yaitu SMA 3, SMA 26, SMA 25, SMA 8, SMA 16 SMA 1, SMA 28 dan SMA 24. Lalu, dua SMK yakni SMK 2 dan SMK 1, serta dua SMP yaitu SMP 4 dan SMP 6.


Dengan kondisi seperti itu, terdapat banyak sekolah kekurangan pendaftar dan memaksakan penambahan Rencana Daya Tampung (RDT) dengan memadatkan Rombongan Belajar (Rombel). Contohnya seperti pada SMA 26, SMA 25, SMA 24 dan SMA 28, pendaftar ulang masih kurang dari RDT yang ditetapkan pada petunjuk teknis (juknis).

Usut punya usut, kekurangan tersebut diperkirakan terjadi lantaran orang tua siswa masih menahan diri untuk melakukan daftar ulang. Mereka berharap ada penambahan RDT pada sekolah yang dianggap favorit seperti di SMA 1, SMA 3 dan SMA 8.

Baca Juga: Kebocoran Pipa di Happy Garden Sebabkan Gangguan Air Meluas di Batam

Padahal, berkaca dari PPDB sebelumnya, terdapat penambahan rombel mengakibatkan satu rombel yang berisikan 45 siswa harus belajar di luar ruangan. Hal ini juga terjadi pada tingkat SMP yang pada akhirnya terjadi penambahan dan pemadatan.

Di SMP 4, dari semula 36 orang per rombel, menjadi 40 orang. Lalu di SMP 6, awalnya 40 orang per rombel, menjadi 43 sampai 44 pelajar per rombel.

Menanggapi persoalan tersebut, Kepala Ombudsman Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari berpesan kepada orang tua murid agar segera mendaftarkan anaknya dan tidak lagi memaksakan diri untuk diterima di sekolah yang diinginkan, sebab kapasitas kelasnya terbatas.

Ia juga meminta agar kekurangan siswa ini dapat menjadi motivasi guru di sekolah yang kurang diminati untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

“Menjadi tantangan bagi para guru kedepannya untuk meningkatkan kualitas pendidikannya sama dengan sekolah lain sehingga pada tahun depan menjadi pilihan Calon Peserta Didik (CPD),” katanya, Kamis (18/7).

Baca Juga: 1.508 Warga Batam Menderita Diabetes Melitus Tipe 2

Lebih lanjut, ia juga berharap agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri melalui Dinas Pendidikan (Disdik), tidak mengambil kebijakan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Pasalnya, berdasarkan pengamatan di lapangan dan data yang dikumpulkan Ombudsman secara sampling pada sejumlah sekolah tersebut menunjukkan proses PPDB sebenarnya masih berjalan dengan baik, dan tidak banyak penyimpangan sebagaimana yang sering terjadi.

Temuan paling banyak ialah mispersepsi orang tua perihal sarana pengaduan yang disediakan sekolah. Itu dianggap sebagai jalur untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang diinginkan tanpa melalui jalur yang telah ditetapkan sebelumnya. Mestinya, saluran pengaduan tersebut bukanlah sarana pendaftaran, melainkan wadah bila ada kendala terkait PPDB.

Meskipun memang di beberapa sekolah masih kekurangan murid, sarana pengaduan digunakan untuk merekrut siswa baru dengan cara dihubungi kembali.

“Kami berharap tidak ada maladministrasi sampai pasca PPDB tingkat SMAN/SMKN, sebagaimana komitmen yang disampaikan kepala Dinas Pendidikan dan seluruh kepala sekolah, tidak boleh lagi ada sekolah yang menggunakan laboratorium sebagai kelas, menerima kelas shifting dan kelas online,” ujar Lagat.

Baca Juga: Cegah Penyakit Menular, Ratusan WBP Lapas dan Rutan Ikuti Skrining HIV/AIDS

Lagat mengatakan, pihaknya akan terus memantau perkembangan di lapangan dan akan mengambil tindakan yang tegas terhadap perbuatan maladministrasi yang terjadi dalam PPDB ini. “Kami akan merekomendasikan pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan penyimpangan,” ujarnya.

Ombudsman Kepri mengungkap telah memberikan dua opsi saran kepada Kepala Disdik Kepri, yakni:

Opsi pertama
1. Menetapkan siswa yang diterima sesuai rombel dan RDT berdasarkan juknis;
2. Mengalihkan siswa yang belum tertampung ke sekolah lain meski dengan konsekuensi jauh;
3. Tidak menerima/menambah kelas shifting dan online;
4. Tidak menambah siswa untuk kelas yg belum layak (tidak memadai sarana dan prasarananya);
5. Tidak menambah siswa dengan menggunakan laboratorium sebagai kelas.

Opisi kedua
1. Mengoptimalkan penerimaan siswa dgn memaksimalkan daya tampung kelas meski melebihi ketentuan (di atas 36) dgn memperhatikan kelayakan maksimal 44 orang/kelas;
2. Menegosiasikan siswa yang blm tertampung ke sekolah swasta dengan pembiayaan yang lebih ringan.

 

Reporter: Arjuna

spot_img

Baca Juga

Update